Rabu, 09 Februari 2011

Si Haus Ilmu dan Si Ahli Hikmah

MUSA, siapa sih yang nggak kenal dengan doi? Si pembelah laut merah yang jadi orang most wanted se-seantero Mesir di zaman fir'aun (Ramses II, ya?). Sedangkan Khidr, buat yang rajin baca surat Al-Kahfi tiap malam jumat, dan sesekali membaca terjemahnya, pasti kenal dengan nabi ini. Ahli ilmu pilihan Allah yang tingkah lakunya di luar batas kewajaran manusia (versi saya yang sering berfikir parsial dan ilmunya masih cetek banget, lho!).

Kalau berbicara tentang dua insan ini, sudah jelas corongnya adalah tholabul 'ilmi. Yang satu adalah hamba yang sangat haus ilmu, sedangkan yang satu lagi merupakan salah satu hamba terpilih yang dikaruniai begitu banyak hikmah. Menurut Syaikh Imam M. Ma’rifatullah al-Arsy, ia lah si penjaga sumber air di tengah segitiga bermuda yang airnya dapat membuat siapa saja yang meminumnya menjadi panjang umur.

Seandainya saya adalah Musa dan diberikan guru seperti Khidr, sudah pasti saya akan melakukan apa yang dilakukan Musa kala itu. Protes, protes, dan protes! Bagaimana tidak jika sang guru berulang-ulang melakukan hal yang di luar kewajaran manusia? Namun begitulah Allah hendak memberikan pelajaran kepada kita. Tidak pernah pandang bulu Ia, karena seorang nabi pun ia jadikan contoh untuk pelajaran bagi manusia.

Diceritakan waktu itu Nabi Musa tengah berdiri di depan Bani Israil. Seseorang bertanya siapa yang paling berilmu diantara mereka, yang dijawab dengan lantang oleh Musa, "Saya!". Sombong juga nih, nabi.. Makanya, saat itu juga Allah menegurnya dan menunjukkan Khidr, hamba-Nya yang lebih berilmu yang tinggal di pertemuan dua lautan.

Nah, bedanya Musa dengan saya (kita juga kali, ya..). Mendapat teguran seperti itu, bukannya marah malah semakin membuncah dadanya untuk berguru kepada orang yang dimaksud Tuhannya. "Di mana aku dapat menemuinya, Tuhanku?" tawadhu' bener, ye..

Langsung saja ia menempuh perjalanan jauh dengan ditemani pelayannya menuju tempat yang ditunjukkan Allah. Dan begitu bertemu dengan orang yang dicari, ia pun mendeklarasikan hasratnya untuk berilmu dan menjadikan Khidr sebagai gurunya. Awalnya Khidr meragukan kesabaran Musa untuk berguru kepadanya, namun dengan segenap hati ia berjanji tidak akan  menentangnya dalam perkara apapun. "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun." (18:69)

Baru beberapa saat perjalanan, terbukti juga keraguan Khidr. Musa mengingkari janjinya ketika di tengah perjalanan Khidr melubangi perahu yang mereka dan penumpang lain tumpangi. "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar." (18:71). Setelah mendapat peringatan dari Khidr akan janjinya di awal pertemuan untuk tidak menentangnya, Musa pun segera meminta maaf. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Begini nih, murid yang tawadhu', cepat sadar kalau sotoy..

Lagi, di tengah perjalanan Khidr "bertingkah" dengan membunuh seorang anak muda yang mereka jumpai. Reflek Musa berontak melihat kelakuan sang guru. "Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat munkar." (18: 74). Untuk ke-dua kalinya Khidr memperingatkan Musa akan janjinya dulu.

Merasa malu telah menyalahi ucapannya, ia pun berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku." (18:76).

Mereka pun berjalan lagi. Tak berapa lama, di sebuah negeri mereka minta dijamu oleh penduduknya, namun tidak ada satupun yang mau menjamu mereka. Akhirnya, keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh, lalu Khidr malah menegakkannya.

Kali ini, habis sudah kesabaran Musa. Ia tak sanggup untuk tidak mengomentari. "Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu." Habis sudah kesempatan Musa. Ia pun harus merelakan banyak hikmah dari Khidr yang menurutnya belum ada satupun yang ia dapatkan.

Akhirnya, di akhir perjalanan bersama mereka berdua, Khidr baru menjelaskan berbagai hikmah dari apa yang ia lakukan selama berjalan bersama Musa. Untuk tindakannya menghancurkan perahu yang mereka tumpangi, karena perahu itu milik seorang yang sangat miskin, dan saat itu akan lewat seorang raja yang suka merampas harta rakyatnya. Dengan kemampuan berfikir jauh ke depan yang dikaruniai Allah, menurutnya lebih membawa maslahat melubangi kapal tersebut daripada membiarkan kapal nantinya dirampas sang raja.

Tindakannya membunuh anak muda yang mereka temui, juga karena Khidr telah melihat tanda-tanda kedurhakaan si anak sejak dini. Secara lebih luas lagi, kalau ia dibiarkan hidup, akan menimbulkan dampak positif terhadap orang di sekitarnya, terutama orang tua.

Dan tindakan terakhirnya menegakkan rumah yang hampir roboh, karena ia tahu di dalamnya terdapat harta simpanan milik kakak beradik yang tinggal di rumah tersebut. Seandainya ia menyuruh masyarakat setempat yang masih menyembah berhala untuk merobohkannya, maka akan terbongkarlah harta simpanan tersebut. Sedangkan, kedua kakak beradik itu masih belum cukup umur  untuk mengelola harta simpanan dalam rumahnya.

Nah, jelas banyak banget, kan, pelajaran yang Allah kisahkan secara gamblang dalam surat Al-Kahfi? Menurut saya wajar sih berulang kali Musa memprotes tingkah laku "aneh" gurunya, karena memang ia tidak dikaruniai ilmu seperti Khidr. Mampu berfikir jauh ke depan.

Begitu juga dengan kita (saya sih tepatnya), seringnya tidak menyukai proses belajar yang memakan waktu banyak. Yang instan-instan saja, fikir kita. Padahal, balasan untuk orang yang menuntut ilmu sudah ditulis jelas dalam Al-Quran: yarfa'iLlaahul ladziina aamanuu minkum wal ladziina uutul 'ilma darajaat. Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Whew!

Dari rentetan ayat ini, sejak awal Allah juga sudah mewanti-wanti agar tidak cepat sombong dengan ilmu yang kita miliki. Karena di atas langit masih ada langit, di sekeliling kita masih banyak orang yang lebih tinggi ilmunya.

Semangat belajar Musa juga layak kita acungkan jempol. Walaupun telah diutus menjadi seorang nabi, semangat belajarnya terus membara! Perjalanan melelahkan  sampai menemui "pertemuan dua laut", ia lalui demi dapat berguru dengan Khidr. Terakhir, seandainya Musa tidak berfikir secara parsial, menyadari minimnya ilmu yang dimiliki, pasti ia akan memperoleh lebih banyak lagi hikmah dari hamba pilihan Allah itu.


Allahu a'lam.. 

*foto: komunitaspejuangislam.blogspot.com

2 komentar:

  1. kemasan cerita yang anak muda banget.. Nice... penuh hikmah yang bisa kita pelajari bersama

    BalasHapus
  2. terima kasih.
    kan yang nulis maih muda juga :P *ngaku2
    tapi emang sengaja nulis buat tmn2 di sma :)
    inspired by: tarbawi edisi terbaru.

    BalasHapus