Paduan antara ilmu agama beliau yang sangat luas ditambah pemikiran2nya yang moderat sekali membuat apa yang beliau sampaikan, baik itu materi bahasa arab maupun ilmu lainnya, sangat berarti dan dinanti-nanti oleh kami para murid. Decak kagum disertai tasbih sering meluncur dari bibir ini saat beliau menjelaskan tentang ilmu agama. Apalagi yang paling kunanti adalah ilmu angka dalam Al-qur’an! Bukan kebetulan ternyata Allah menyusun angka2 yang tertulis dalam Al-qur’an, karena semuanya jika dikaitkan terdapat ilmu yang sangat banyak untuk ummat islam.
Satu hal yang paling ku kagumi dari beliau adalah salah satu ucapannya, ‘saya mah ustadz muhammadiNU! kalo ada undangan ceramah dari muhammadiyah saya datang, kalo ada undangan ceramah dari NU saya juga datang.. yah begitu kita seharusnya, jadi pemersatu ummat. Bukan malah jadi bensin yang memporak-porandakan ummat saat ada api.’ Ajiib bener2 deh sama beliau.. J
Ok lah, itu sekilas tentang muhadhir yang cukup ku agumi karena ilmu dan pemikirannya. Kita lanjut ke cerita selanjutnya. Di kelas itu beliau menjelaskan tentang salah satu hikmah dari seorang ahli hikmah pilihan Allah yang namanya termaktub dalam Al-qur’an dan dijadikan nama salah satu surat di dalamnya. Yap, siapa lagi kalau bukan bang Luqmanul Hakim?? Seorang budak yang dikaruniai hikmah oleh Allah yang hidup di zaman Nabi Dawud..
Wuih, senang bukan kepalang hati ini karena orang yang kukagumi bercerita tentang ahli hikmah yang ku kagumi! (bingung ga tuh??) Semua rasa kesal dan capek karena harus menaiki kurang lebih 10 rentetan anak tangga untuk sampai ke kelas (kelas kami terletak di lantai 5 gedung walikota Jakarta Selatan L ) hilang saat itu juga. Kurekam baik-baik setiap ucapan muhadhir dan jadilah sebuah catatan kecil di pojok kiri atas buku teks bahasa arabku. Begini kurang lebih isinya:
Ya anakku, dunia itu laksana lautan yang dalam. Sudah terlalu banyak yang tenggelam.. Kalau kau tahu lautan itu dalam, maka persiapkanlah perahumu. Mendekatlah terus kau kepada Allah, niscaya kau akan meraih taqwa. Itulah perahumu!
Sejak keluar dari kelas, ucapan muhadhir tentang hikmah bang Luqman kepada anaknya selalu terngiang2 di telingaku seperti kata mba Ikke Nurjanah: masih terngiang di telingaku, bisik cintamu.. Eit, tapi tunggu dulu! Bukan cinta murahan yang dibisikkan dan terngiang terus di telinga ini, tapi cintanya sang ahli hikmah kepada anaknya dengan diberikannya hikmah tersebut, dan juga cintanya muhadhir sehingga ia membagi ilmunya tentang hikmah bang Luqman kepada kami para murid2nya.
Di dalam bis pun, saat menuju tempat ngajar privat, kubuka lagi buku teks bahasa arab tepat di halaman yang kutuliskan hikmah indah itu.. Kuambil handphone dari dalam tas dan segera mengaktifkan GPRS untuk membuka FB dan meng-update statusku. Terlalu mubazir dan sia2 kalo ga di share ke teman2 yang lain, fikirku.
Meskipun sempat bingung bagaimana harus kutuliskan nasihat beliau agar teman2 di FB tertarik dengan statusku (nasihat beliau maksudku). Namun seperti mendapat ilham entah dari mana, kuputuskan untuk menuliskannya dalam bentuk dialog antara si empunya nasihat dengan si empunya status (baca: aku). Dengan sedikit kata2 banyolan tentunya, akhirnya ku-update lah statusku..
Selesai meng-update status, kumasukkan lagi handphone ke dalam tas dan kubuka lagi buku teks bahasa arabku tepat di halaman tempat kutuliskan nasihat tersebut. Kubaca berulang kali, kuresapi tiap untaian kata yang kesemuanya sangat indah menurutku sambil mencoba membayangkan bagaimana rupa beliau berdasarkan buku2 yang kubeli tentang dirinya, hingga tak kuat lagi mata ini menahan kantuknya. ZrRrRrR… (tidur!)
***
Sejauh mata memandang, yang kulihat hanya hamparan padang rumput yang tingginya mencapai pinggang orang dewasa. Kuusahakan berpikir keras tentang kejadian terakhir dalam hidupku sampai akhirnya aku bisa sampai di tempat seperti ini. Namun semakin keras usahaku untuk terus mengingat, semakin tidak dapat kuingat kejadian2 sebelum aku tiba di tempat ini. “Argh.. sudahlah, yang jelas ini bukan di Indonesia!” batinku.
Kuputuskan untuk keluar dari hamparan padang rumput ini dan mencari sedikit air untuk membasahi tenggorokanku yang semakin mengering beberapa menit saja di tempat seperti ini. Ah, baru kali ini kurasakan rindu yang mendalam terhadap Jakarta. Jadi teringat, sering kali bibir ini mengeluh betapa panasnya kota kelahiranku itu, namun ternyata masih ada tempat yang panasnya sangat melebihi Jakarta.
Alhamdulillah, setelah jalan beberapa ratus meter ternyata tidak jauh dari padang rumput tersebut kutemukan sebuah aliran sungai kecil yang airnya cukup jernih menurutku. Dan satu hal yang membuat rasa hausku sedikit hilang adalah akhirnya kutemukan seseorang dengan kulit yang sangat2 gelap di pinggiran sungai tersebut dengan banyak sekali kayu yang letaknya tidak jauh dari tempat ia duduk.
Walaupun orang ini sangat asing bagiku, namun raut muka seperti ini pernah terlintas dalam benakku. Sambil menciduk air dengan kedua telapak tangan untuk minum, kuusahakan untuk mengingat2 raut muka orang tersebut. Siapa dan pernah bertemu di mana orang seperti itu?? Seorang laki-laki pendek, berkulit sangat hitam, berbibir tebal, dan berhidung lebar..
Sebagai orang asing di daerah seperti ini, aku tidak cukup berani untuk bertanya kepadanya di manakah aku sekarang berada? Selain juga karena orang tersebut sepertinya sedang sangat khusyuk sekali memandangi sungai kecil di depannya sambil sesekali memejamkan mata, sehingga sepertinya ia tidak merasakan kehadiranku yang berada tidak jauh darinya. Hingga akhirnya ketika sedang asyik berfantasi ria memikirkan orang yang berada tidak jauh di sampingku, datanglah seorang anak berkulit hitam sambil berlari kecil yang raut wajahnya mirip dengan orang di sampingku. ‘abi, abi, abi,,’. Satu kesimpulan yang kudapat: sepertinya anak kecil itu adalah anaknya.
Ia cukup ramah, karena ketika melihat ada orang lain selain laki2 yang ia panggil abi di tempat ini, ia melemparkan senyum lebarnya ke arahku. Sedikit bergumam dalam hati, betapa adilnya Allah. Walaupun diciptakanNya ras Negro, yang menurut banyak orang mereka tercipta dengan paras yang tidak indah, namun ternyata ketika senyum tulus nan ikhlas tergambar dari wajah mereka, semakin terlihat menarik anak kecil di depanku ini.
Apalagi ketika ia berjalan menuju ke arahku dan memberikanku sedikit kue yang berada di tangannya. Kubalas senyumnya dan langsung saja kuterima kue yang ia sodorkan (laper banget rasanya di tempat yang seterik ini..), sambil kuucapkan rasa terima kasihku kepadanya.
Nah, di sini letak keanehannya. Ia membalas ucapan terima kasihku dengan mengatakan ‘sama-sama..’ Semakin pusing lah aku memikirkan di mana sebenarnya kini ku berada?? Apa mungkin kini aku terdampar di Papua? Entahlah..
Sambil makan ia sedikit bertanya2 kepadaku dengan bahasa Indonesia (lagi), dan kuceritakanlah kebingunganku kenapa aku bisa sampai di tempat seperti ini dengan bahasa Indonesia juga tentunya. Setelah habis kumakan sedikit kue darinya, ia mengajakku menyampari abi-nya. ‘Mungkin ia dapat memberi tahumu sesuatu..’ katanya.
Akhirnya kuturuti ajakannya dan ia mulai menceritakan kisahku kepada abinya. Satu hal yang paling tidak ku mengerti adalah, sejak pertama kali melihat orang ini hingga aku menyampari bersama anaknya, ia tidak pernah melihat ke arahku sekalipun dan aku merasa seperti tidak ada di hadapannya!
“Ah, sepertinya ia bukan orang sombong atau apalah seperti yang kufikirkan saat ini. Kalau anaknya saja sangat baik kepadaku, orang tua yang membesarkan dan mendidik anak ini sudah tentu juga orang baik. Pasti ia orang yang sangat menjaga pandangannya terhadap lawan jenis,” fikirku meyakini diri sendiri.
Akhirnya momen yang kutunggu-tunggu datang juga. Ia mulai membuka mulutnya dan berkata kepada anaknya sambil mengelus-elus rambutnya masih tidak melihat ke arahku. ‘hai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan membalasnya. Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.’
Subhanallah, bener2 nasihat yang syarat dengan hikmah.. Beberapa saat kupandangi orang tersebut dan akhirnya terlintas dalam benakku. Sepertinya tidak asing kalimat itu di telingaku. Sudah sering kudengar, tapi siapa yang mengucapkannya?? Cling, cling, cling,, ya Allah, itu kan nasihat yang diberikan idolaku, sang ahli hikmah, kepada anaknya yang termaktub dalam surat Luqman!! Ya betul, tidak salah lagi, kalau orang yang ada di depanku ini pasti adalah idolaku.. Bang Luqmanul Hakim!
Refleks aku bertanya kepadanya untuk meyakinkan diriku bahwa ia adalah betul2 orang pilihan Allah yang dikaruniai hikmah. ‘Maaf pak (tadinya mau panggil Bang, tapi berhubung ada anaknya di sebelahku maka kuputuskan untuk memanggilnya Bapak ;D ), apa betul anda Luqmanul Hakim yang Allah karuniakan hikmah kepada anda?’, krik, krik,, lagi-lagi ia masih seperti tidak melihatku, namun lebih baiknya kini tergambar sedikit senyum walau pun tidak diarahkan senyum itu kepadaku.
Ya, pasti, aku sangat yakin kalau orang yang di depanku ini adalah idolaku.. Langsung saja, tidak mau kehilangan momen yang sangat, sangat, sangat baik ini, kukatakan kepadanya. ‘Pak Luqman, saya NJ. Saat ini saya tersesat entah di mana kini saya berada. Namun ternyata, di tengah kebingungan saya, Allah masih sangat baik dengan mempertemukan saya kepada anda. Tolong beri saya nasihat pak..’
Tanpa banyak kata dan tidak keluar dari mulutnya sedikit pun basa basi, ia langsung berkata lagi-lagi masih tanpa memandang ke arahku. ‘NJ, apakah kau pernah melihat lautan yang dalam??’
Saking senengnya, kujawab pertanyaan beliau dengan penuh semangat, ‘pernah Pak, tapi di TV..’
Ia melanjutkan perkataannya lagi, ‘dunia itu laksana lautan yang dalam. Sudah terlalu banyak orang yang tenggelam di dalamnya. Kalau kau tahu lautan itu dalam, maka persiapkanlah perahumu..’
Agak sedikit bingung, maka langsung saja kutanyakan kepadanya ‘apa yang Bapak maksud dengan perahu?’ Lagi2 tanpa memandang ke arahku, ia menjawab ‘dekatkanlah dirimu terus kepada Allah, niscaya engkau akan meraih taqwa. Itulah perahumu.’
Bener2 sarat dengan hikmah semua kata2 yang meluncur dari bibirnya.. Belum sempat kuucapkan rasa syukur dan terima kasih ku padanya atas nasihat yang diberikannya, tiba-tiba kurasakan ada seseorang menepuk pundakku dari belakang. Karena masih dalam suasana hati yang senang bukan kepalang dan masih ingin mendapatkan hikmah dari idolaku, tak kuhiraukan tepukan di pundakku. Saat akan meminta kembali nasihat darinya, kurasakan tepukan di pundakku semakin keras. ‘mba, mba,,’
***
Duh siapa si ini? Fikirku dalam hati. Namun ketika kualihkan wajahku ke belakang, kagetku bukan main karena pemandangan di belakangku 180 derajat berbeda dengan yang barusan kulihat di sekelilingku. Dalam sekejap, padang rumput di belakangku berubah menjadi kotak besi bersegi panjang yang di kanan kirinya terdapat 2 bangku orange berjejer memanjang ke belakang dan jendela geser kecil di sisi2nya. Kubalikkan lagi pandanganku ke depan, dan ternyata yang kulihat kini hanya kaca segi empat bening besar, dan di sampingku yang tadinya terdapat anak kecil berkulit hitam, kini berubah menjadi supir tua yang memberikan senyumannya kepadaku. Towwweeeettt!!!
‘mba, udah abis, mau turun di mana? Ketiduran ya?’ perkataan supir tua itu membuyarkan kebingunganku.
Tak kujawab pertanyaannya, karena masih sedikit tidak sadar dan malu juga sebetulnya. Dengan langkah yang agak sedikit berat, kuturuni bis itu. “Yah ternyata hanya mimpi!” Kataku dalam hati sambil naik lagi angkutan ke arah balik untuk pergi menuju tempat ngajar privat.
Ini kelewatan terparahku karena tertidur di dalam bis.. Biasanya hanya terlewat beberapa meter dari tempat yang kutuju, namun ini betul2 kelewatan sejauh2nya, bahkan sampai penghabisan bis yang kunaiki!
Namun aku sangat senang karena walau pun hanya dalam mimpi, aku dapat bertemu dengan orang yang selama kurang lebih 4 tahun ini membuatku penasaran akan sosoknya karena hikmah yang dimilikinya. Bahkan ia memberiku nasihat di pertemuan kami yang pertama dan mungkin yang terkhir (kecuali Allah berkenan memberikanku kesempatan untuk bertemu dengannya, yah walau pun hanya dalam mimpi L).
Karena jarak antara penghabisan metro mini yang kunaiki dengan tempat ngajar privatku cukup jauh, kusempatkan membuka kembali FB ku via handphone untuk sekedar melihat apakah ada komen untuk status yang belum lama ku update. Cukup banyak juga laporan di notifikasi yang semuanya berisi laporan komen-an atas statusku. Duh, deg2an rasanya melihat komen dari teman2.. Dan benar juga, 5 orang teman memberikan jempolnya, sedangkan yang memberi komen ada 3 orang. Bermacam-macam komen dari mereka, namun yang paling menarik untukku adalah komen salah satu teman yang menanyakan apakah ini cerita bersambung atau bukan?? Satu tantangan di awal tahun untuk mulai lagi menulis, fikirku. Seketika itu juga gairah menulisku yang selama ini berhibernasi, seperti ada yang menariknya keluar dari gua nyamannya dan mengatakan, ‘bangun dan ambil peluang lu!!’
Hhaaa, betul juga, ini pasti kesempatan untuk mulai menulis lagi. Langsung saja kubalas komen dari beliau, ‘ini versi pendeknya, ada lagi versi panjangnya insya Allah. Masih belum pd untuk dimuat di FB..’ padahal mah emang belum dibuat.
Alhamdulillah,, Bang Luqmanul Hakim, sang ahli hikmah bener2 memberiku inspirasi! Dan inilah hasilnya…
***
*tulisan jadul, cerpen ke-dua yang ditulis sepanjang hidup
*gambar: anotherprincessmaia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar