Rabu, 30 November 2011

Kalo bener itu penelasan petugas KAI, mulai besok ga perlu beli karcis Tn Abang-Manggarai. Tinggal transit aja katanya. Aheeyyy... Mudah2an harganya ga naik ;-)

Oh nooooooo.... Jadwal keberangkatan kereta rakyat Pdk Ranji-Tnh Abang udah berubah jadi semakin pagi... Ga ada tempat lagi buat observasi, muhasabah, mesem mesem tiap pagi. Bener2 mengheningkan cipta naik ekonomi ac. Semua asik masyuk sama BB-nya o_O

lebih baik suruh gue nulis daripada harus ngutak-ngatik tampilan MP... o_O

Internet Membuat Gue "XLangkah Lebih Maju" Menjadi Reporter dan Blogger

Apa jadinya, ya, kalau abad 21 seperti sekarang ini nggak ada yang namanya internet? Pliiis, tolong jangan dibayangin... Tolong, tolong jangan dibayangin!

Nggak bisa melihat wajah imut plus suara emas JB secara cuma-cuma tiap hari via Youtube...
Nggak ada yang namanya Briptu Norman di kancah musik tanah air...
Nggak ada aksi sosial galang suara menegakkan keadilan via FB dan Twitter (baca: kasus Prita Mulya Sari dan kasus Bibit Chandra)...
Dan pastinya, nggak bisa ikut-ikutan kuis gratis via sosial media. Huwehehe...

Anyway, sebagai seorang reporter debutan majalah online (www.annida-online.com), anugerah Tuhan berupa internet, ini benar-benar membuat karir gue "XLangkah lebih maju", Meeen!

                 [selesai meliput konferensi pers Konser Maher Zain @ Hotel Sultan (4/10)]

Berkat internet, berita hasil liputan bisa langsung dikirim ke redaktur, saat itu juga tanpa tunggu beberapa jam kemudian atau besok-besok.
Berkat internet, arus perputaran informasi suatu acara (sharing info acara sesama reporter dari media massa lain), berjalan mulus tanpa hambatan. Gue pun jadi lebih rajin liputan sana-sini, booow! 
Berkat internet, proses wawancara narasumber yang super sibuk, bisa dilakukan via chat YM ataupun FB. 
Dan berkat internet pula, tepatnya berkat jejaring sosial, media tempat gue bekerja makin ng-eksis dari hari ke hari. Prok pok proook! Go Annida-Online Go!


Eh satu lagu, ding... Kalau di video ini, ada foto gue dan dua teman lainnya yang lagi foto bergaya bareng Masbro Maher Zain, selesai wawancara eksklusif di Hotel Oriental.  Mantafff! :)

Weleh, ruaaarrr biasa berkali-kali! Sekarang apa-apa emang butuh internet, yeesss... o_O

Dan satu lagi berkah internet bagi seorang reporter yang biasa ketemu tokoh atau orang beken... Biasanya, setelah ketemu atau mewawancarai mereka, kan, ada impres tersendiri yang nggak semua bisa ditulis dalam berita hasil liputan, tuh... Daripada dibiarin mengendap gitu aja, mending dituangin dalam sebuah blog, right?

So, sejak jadi reporter yang hampir tiap detik nggak pernah jauh-jauh dari internet, perlahan gue mulai mendeklarasikan diri sebagai seorang blogger aktif. Yeeaaah! Thanks, internet... "Dirimu" membuat semangat gue sebagai seorang blogger "XLangkah lebih maju". Yeaaah, lagi!

Yah, biar kata ini blog isinya kebanyakan curcolan sepanjang perjalanan dari satu tempat ke tempat lain sebagai seorang reporter, tapi banyak pelajaran yang gue selipin walauupun sedikit. Kata beberapa teman, sih, blog ini kayak permen jadul: manis asam asin, ramai rasanya! 

And you know... Di sepanjang perjalanan pulang pergi ngantor lah gue biasa menghabiskan waktu bersama internet. Cari-cari inspirasi bahan tulisan dan ngupdate blog hampir tiap hari. Oh, indahnya hidup ini!

Beneran deh, internet makin membuat gue "XLangkah lebih maju" sebagai seorang reporter dan blogger. Terima kasih bertubi-tubi, interneeeet! :-D


*ditulis dalam perjalanan menuju liputan ke Depok ;-)


Selasa, 29 November 2011

(Berasa) Naik Kapal Titanic!

PROLOG:
Hallohaaa, MP Mania... Bener-bener kanggen kalian semua deeeh! Do you? ;-)

Kalau ada yang rajin merhatiin, pasti bertanya-tanya... "Kok belakangan si Nj kurang aktif nge-blog, sih? Notes noraknya itu lho... Jarang berseliweran di inbox gue!" atau jangan-jangan ada yang H2C menanti postingan notes gue? Hayooo, ngaku hayooo...! *minta digeplak ya lo, Nje?!

Orek, dengan segala kerendahan hati gue mau mengungkapkan fakta knapa kenapa kenapanya deh buat kalian semua teman-temanku tercintah!

Kira-kira satu minggu menjelang tanggal muda, itu berarti kala itu masih tanggal tua... Jederrr! Pulsa paket internean gue yang ngakunya unlimited, itu habis, Sodara-i! And you know, betapa hampa hari-hari gue tanpa barang yang satu ini. Ibarat koboy yang punya senapan laras panjang (baca: Smartphone) tanpa peluru di dalamnya (baca: pulsa internet). Sediiih? Buanget! Ngenes, tepatnya...

Apalagi sepanjang perjalanan rumah-kantor kantor-rumah yang lamanya biasanya sama dengan satu notes gue... bener-bener mati gaya! Fyuuuh...

Kok nggak pake laptop n disave di flash disk, then diposting pake fasilitas internet kantor sembari kerja?

Duh, buat apa gue punya smartphone kalau ujung-ujungnya pake internet kantor? Lagian, enakan nulis sekali duduk langsung posting! Adrenalin kayak berpacu dengan tiap putaran roda bis yang gue tumpangi. Sampe rumah udah harus posting. Ihiiiyyy!

Nah, begitu kurang lebih prolog tulisan kali ini. Mudah-mudahan sedikit menghibur kekecewaan kalian terhadap diri gue ini. And... Ada yang jauh lebih penting dari prolog ini (masalahnya, adakah yang mengatakan bahwa prolog di atas penting atau bahkan lumayan penting? o_O), yakni pengalaman pertama gue (berasa) naik kapal Titanic. Bener-bener amazing deh... Penderitannya! :-P

Eniwey... Kalau gue sebut kata Titanic, kata apa yang berseliweran di benak kalian? Kapal raksasa, Ros, Jack, atau kaum bangsawan?

Yep, nggak ada yang salah. Cuma ada satu hal yang harusnya nggak boleh terlupa: ditempatkannya orang miskin nan papa di tempat paling bawah kapal dalam jumlah yang banyak pula. Bak ikan teri yang ditaro dalam satu ember. Ckckck...

Nah, itu dia yang bakal gue share di tulisan kali ini. Tepatnya pengalaman gue naik gerbong pertama kereta ekonomi non AC jurusan Pdk Ranji-Tanah Abang, yang suasananya persis seperti lantai paling dasar kapal Titanic. Bejubel n nggak manusiawi! Yang ngebedain mungkin cuma satu: nggak adanya sosok bertampang Jack, sepanjang mata ini memandang. *Hiks... Nje kurang beruntung!

Lazimnya, sebobrok-bobroknya kereta di negeri kita, kan masih ada bangku, yeesss? Tapi dalam gerbong kereta yang gue juluki kereta Takpanik, bangkunya bener-bener NIHIL, booow! Yang ada hanyalah hamparan manusia yang duduk ngedeprok beralaskan koran bekas. Hanya di depan pintu yang tak berpintu aja yang nggak ada orang duduknya.

Udah gitu, bukan hanya hampara manusia duduk aja. Aneka barang dagangan pun tumplek jadi satu di dalamnya. Ada rambutan, opak yang segede-gede gaban, empek empek, cabe merh keriting, bawang putih, payung, sampai sapu lidi! Belum lagi para pedagang asongan yang maksain hilir mudik di antara para penumpang yang duduk.

Gue yang memutuskan nggak ikut-ikutan duduk dan tetap berdiri di dekat pintulah yang sepertinya paling merana. Selain harus rela berbagi jalan dengan para pedagang, menghirup asap rokok dari para mahluk paling oon sejagad raya, gue juga harus menyeimbangkan badan kala belokan atau jungglengan menghampiri. Satu-satunya jalan agar seimbang, mau nggak mau ya harus memegang bahu orang di depan gue. Huwaaa... Ampuni hambaMu ini, ya Allah o_O.

Tapi overall, gue melihat kehiupan lain Jakarta di tempat ini. Merekalah orang-orang pinggiran Jakarta yang gigih mencari rejeki sejak pagi. Walaupun hanya menjual barang-barang atau makanan orang kecil, tapi semangatnya kudu diacungin dua jempolll!

Belom lagi banyolan khas orang pinggiran yang sebenarnya menurut gue nggak lucu lucu banget, tapi suasana yang membuat bibir ini mesem mesem ngedengernya. Misal: waktu gue baru aja masuk ke gerbong itu, beberapa orang udah "menyambut" dengan sok SKSD-nya:

"Masuk, Teteh... Mau beli apa? Semua ada di sini. Cabe merah, ada. Bawang putih, ada. Empek empek, ada. Payung juga ada... Dipile dipile dipile..."

Eeaaa, ini kereta apa pasar, sih? (batin gue)

Eiya, gebong ini juga lebih humanis ketimbang busway yqng tiap malam gue naiki. Kalau di busway, hampir seluruh penumpangnya doyannya nunduk memandangi dan sok sibuk sama BB masing-masing. Kalau di sini... Orang-orangnya kayak udah akrab satu sama lain. Ngobrol sampai terbahak-bahak, saling "menggoda" alias ceng-cengan, sampai mencipta permainan layaknya anak SD: saling lempar koran bekas alas duduk yang dibuntel-buntel jadi bola-bola kertas. Yang keimpuk nggak ada tuh yqng cemberut. Semua happy happy aja ketawa ketiwi. Hhiii, kayaknya gue mau ikutan main aja dah. Keliatannya seru banget!

Buat yang udah sumpek sama rutinitas kehidupan Jakarta, kayaknya penting buat sekedar refreshing sekaligus memuhasabahi diri betapa masih beruntungnya kehidupan kita. Apalagi buat yang bercita-cita mau jadi pemimpin, rasain deh kehidupan rakyat kecil di tempat-tempat kayak begini.

Cuma satu yang gue sesalkan sampai kereta berhenti di stasiun Tanah Abang... Bener-bener nggak ada sosok bertampang Jack di mari! :-P

The Cranberries - Animal Instinct (Live, Acoustic).mp3 - 4shared.com - online file sharing and storage - download

http://www.4shared.com/audio/qAU3bEjF/the_cranberries_-__animal_inst.htm
nice song: animal instinct :)

Rabu, 23 November 2011

Fyuuuh, akhirnya bisa juga mostinng notes hari ini. Xiexie ni buat teman2 yang udah ngasih masukan gimana cara mosting via kompi. bener2 beradarah-darah mosting kali ini. Hhe, lebay!

Jamaah Ki Patkai…

Generasi 80-90 pasti kenal beudh dengan salah satu tokoh utama dalam film Kera Sakti: Ki Patkai. Panglima Tian Fang nan rupawan yang berreinkarnasi (atau dikutuk, yah?) menjadi mahluk setengah manusia setengah (maaf) babi. Beruntungnya, walaupun ditakdirkan berburuk rupa, doi ini menjadi orang pilihan yang ditugaskan menemani Tong Sam Cong mengambil kitab suci ke Barat. Buntungnya, doi divonis akan mengalami kegagalan cinta higga akhir hayatnya. Hmmm, kasian kasian kasian…!


Ah, actually nggak penting banget ngomongin Ki Patkai. Karena biar bagaimanapun, doi ini hanyalah tokoh fiktif belaka, menurut gue. Yang paling penting justru walaupun hanya tokoh fiktif, doi ini punya banyak banget jamaah di Negari gue tercinta. Noted: bukan fans atau penggemar, melainkan jamaah. Amazing!


Nah, nah, nah… siapa sih yang dimaksud dengan Jamaah Ki Patkai? Apakah kumpulan orang buruk rupa seperti doi? Atau orang yang kegantengan dan kedudukannya telah sirna sabab kesombongannya? Atau mereka-mereka yang memuja daging (maaf) babi secara berlebihan?


Baiklah baiklah baiklah, untuk menjawab semua rasa penasaran MPman MPwati, akan sedikit gue paparkan tentang Jamaah Ki Patkai, yang kehadirannya nggak kalah meresahkan dari jamaah Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya. (lebay lo, Nje!)


Jamaah Ki Patkai sebenarnya hanyalah satu istilah yang disematkan kepada mereka-mereka yang terjangkiti “Sindrom Ki Patkai” atau SKP. Satu sindrom terbaru yang dialami kebanyakan muda-mudi Indonesia, dengan motto:

"Dari dulu, beginilah cinta… Deritanya tiada akhir…”

Beeuuuh, ngenes sangad, yeesss…
Tapi inilah motto yang mereka junjung bersama, yang sadar atau nggak, mungkin kadang kita juga menjadi bagian dalam jamaah ini. Kalau kalian nggak mau mengakui, orek… gue ngaku deh, gue emang pernah terjangkiti SKP.

Eniwey, sudah mulai mudeng kah dengan pembahasan Jamaah Ki Patkai? Intinya sih, cinta selalu membawa derita ketika sedikit saja bagian dari keping cinta tak sesuai dengan yang mereka harapkan. Sebaliknya, cinta bukanlah derita kala ia cocok dengan yang dimau.

Misal: ketika baru aja mau memulai proses perkenalan, cinta kita ditolak oleh pujaan hati yang sudah lama dinanti dan selalu hadir dalam mimpi. Buat para jamaah ini, saat itu juga dunia seakan runtuh. Matahari nggak akan pernah muncul lagi mulai besok. Tuhan sudah nggak sayang sama kita, karena nggak memberi apa yang kita pinta. Parahnya, sampai muncul statement: Elo-Gue-End… Gue benci elo!

Ada juga yang menyatakan sudah siap untuk memulai proses perkenalan dengan siapa saja, katanya. Tapi ketika yang diberi nggak sesuai dengan kriteria dari lubuk hati… Tidaaak! Mimpi apa gue semalem? Gue ini lelaki solih, masa dijodohin sama wanita begajulan kayak nih orang?! Casing doang muslimah, kelakuan mah musibah! Eiya, ini putus asa dan merasa bisa hidup dengan kaki sendiri (sudah mapan), akhirnya memutuskan untuk hidup menyendiri selamanya aja. Na’udzubillah…

Menurut (bukan) dokter yang (sok-sokan) meneliti fenomena ini, Enjewati, ketika kita membicarakan SKP, maka muaranya adalah persepsi salah para pemuda-pemudi tentang cinta. Contohnya kecilnya dari penggunaan kata ‘jatuh cinta’ saja. Walaupun keliatannya sepele, tapi jelas sangat berpengaruh dalam laku kita tentang cintaAda pengharapan berlebih kepada si objek cinta kita di dalamnya. Dan ketika pengharapan itu jauh dari angan dan bayangan kita, hukumnya selalu sama: kita akan jatuh terperosok dalam nelangsa cinta.

Apalagi ditambah dengan makin maraknya lagu cengeng seputar ‘patah hati’ di kancah musik tanah air. Seperti: Dewi kaulah hidupku, aku cinta padamu sampai mati. Oh Dewi belahlah dadaku… Atau lagu Terlalu sadis caramu… Makin menjadi-jadi lah nelangsa cinta dalam hidup kita. *Huh, lebai banget nggak seeeh?

Maka dari itu, masih menurut (bukan) dokter Enjewati, sudah saatnya kita mengganti kata ‘jatuh cinta’ dengan ‘bangun cinta’ kala hati terpaut dengan someone. Insya Allah, ketika ‘bangun cinta’ yang ada, nggak akan pernah ada lagi rumus jatuh terperosok dalam nelangsa cinta. Yang ada justru terbang mengangkasa di langit cinta. Yeeaaah!

Karena kita terus mengupayakan membangun kualitas diri demi memantaskan mendapatkan cinta yang terbaik menurut-Nya. Dan ketika cinta itu tak berbalas, yaudin… yang penting kita akan selalu bangun dalam suasana cinta.

Cinta ditolak oleh pujaan hati? Yakini dengan pasti, bahwa ada pengganti yang lebih-lebih dari doi.

Dihadapkan kepada yang nggak sesuai dengan kriteria hati, awalnya mungkin kita anggap ujian. But, hidung siapa (baca: who knows?) kalau ternyata ada happy ending di mengakhiri?

Dan hapus kata kapok dalam melakukan proses perkenalan saking seringnya gagal. Karena cinta itu misteri. Akan indahnya pada masanya pasti. Yang penting terus aja bangun cinta dalam diri!

Bukan begituh?


Hheee… hanya tulisan ngelindur menjelang tidur ^___^

kenapa ya ga bisa posting notes di MP? Tulisannya: Javascript Not Allowed. Ada yang bisa kasih tau, kenapa kenapa kenapa? :(

teesss...

Jumat, 18 November 2011

Aji Mumpung

"Ah, aji mumpung banget tuh Rapih Amat dkk di BBB. Artis mah artis aja, pake merambah dunia tairik tambang, eh tarik suara segala! Beruntung aja mereka punya tampang kece. Padahal mah suara pas-pasan! Masih mending suara gue deeeh!"

"Itu liat tuh si Ogah Saputra... Semua stasiun teve dibabat sama doi. Ngelawak, nge-mc, eh nyanyi juga!"

"Si Markonah Guratno juga sama. Main film sih pinter, eh sok-sokan nulis buku pula. Mending kalo ditulis sendiri. Lah ini pake ghost writer! Jual nama doank..."

Pernah ngeluarin statement dengan nada sejenis?
Gue sih yakin sangat MPman MPwati yang baik hati nggak pernah lah yeesss... Ini mungkin statement orang-orang di pedalaman Zimbabwe sono yang gue pernah mendengarnya. Mungkin.

Beberapa dari mereka mencibir orang-orang sukses di bidang tertentu (biasanya sih artis) yang mencoba bidang lain yang bukan bidangnya. Segala cercaan sinis terlempar dari mulut mereka. Dan yang paling diuntungkan dalam kasus ini adalah si Aji! Inget: bukan Aji Massaid, karena harom ngomongin orang yang udah meninggal. Ini Aji Mumpung, yang disebut-sebuuut terus namanya. Eh tapi doi dirugikan juga dink. Nama baiknya tercoreng gegara diidentikkan dengan hal-hal yang keduniawian terus. Kalau doi bisa ngomong, mungkin bakal berujar: Wooot wrong meee (baca: apa salah gueee)? *Cup cup, sabar ya, Aji...

Padahal juga, kalau dipikir-pikir, so lo gitu what? Hidup juga hidup mereka. Sukses nggaknya nggak ada urusan juga sama yang ngomongin. Yang ada kebagian makan bangkai mereka, kaleee! (You know what I mean?). Lagian, gue piki-pikir, si Aji mumpung nggak selamanya salah deh...

Bikooos... Kadang bahkan sering kita juga kudu meniru rumus jitu Aji Mumpung ala artis Indonesia. Tapi eh tapi, noted: bukan yang sifatnya duniawi, lho...! Biar ada bedanya dengan mereka, mending kita pake rumus Aji Pangestu, eh Aji Mumpung buat hal-hal yang sifatnya investasi menuju Jannah-Nya yang pasti. Yeeaaah! *uhuk3, bahasanya berat beudh!

Kamsudnyah, pernah nggak berada di masa-masa iman lagi turun? Ibadah berat banget. Boro-boro yang sunnah, yang wajib aja keteteran! Pernah, pernah, pernah?

Kalau pernah, alhamdulillah lo beneran manusia. Kalau nggak, alias imannya senantiasa bertengger di poool position, gue jadi bingung... Itu orang apa mahluk ghoib, sih? *malaikat ya maksudnya...

Oiya, yang ngaku manusia sejati, pernah juga pastinya merasakan betapa enyaknya kala iman membuncah di dada. Ibadah berasa enteng bin lezat. Tiap zikir bada sholat, bawaannya mau muhasabah terus. Dhuha delapan rokaat mah gampil! Sholat wajib juga jangan tanya deh. Kalau shubuh boleh 8 rakaat, dijabanin dah... *eh?!* Dll yang mengindikasi iman lagi oke punya.

Nah nah nah, gimana rasanya? Enak buanget, yeesss... Sesuatu, berasa sorga di depan mata!

Di sini nih rumus Aji Mumpung kudu kita pakai. Mumpung lagi semangat holat dhuha, semangat nambah kuantitasnya aaah. Mumpung lagi semangat baca Qur'an, kenapa nggak sekalian ngafalin juga? Mumpung lagi rajin puasa Senin-Kamis, minggu depan belajar puasa Dawud, aaaah. Mumpung lagi semangat nge-blog, kenapa engak nyelipin kebaikan di dalamnya walau cuma stu kata? Tujuannya jelas, biar iman nggak cepet-cepet balik ke posisi buncit, gituuuh!

Dan dahsyatnya, kalau pake rumus Aji Mumpung buat hal-hal kayak beginian, selain tiket ke surga makin nyata di depan mata, biasanya kita jadi muslim punya selera, lho! Misal, kalau keimanan Markonah dan Munaroh lagi meluncur ke bawah, cuma kuat beribadah yang wajib-wajib aja. Sunnah mah nyerah dah! Sedang kita yang biasa ber-Aji Mumpung ria ketika iman lgi naik-naiknya, giliran keimanan turun, ibadah sunnah mah no problem, tuh! Palingan kuantitasnya aja yang sedikit meluncur.

So, masih mau mencibir si Aji Mumpung?

Ya enggak lah yeesss...
Buat yang Imannya lagi poool, cobain dh pake rumus Aji Mumpung... Dijamin yahud! Dan buat yan imannya lagi ngerangkak-rangkak, buruan bangun n cicipi sedikit aja rumus ini. Nggak sesulit fisika, kok... Percaya deh! ;-)


Selasa, 15 November 2011

met jalan Mba Nita :( mudah2an dapet tempat terbaik di akhirat sana. Aamiin...

Kalau Bisa 2, Kenapa Meski 1?

MPwati: Apaaa? Si Enje menyetujui poligami? Gile-gile-gile...
Emang paling enak ngomongin begituan kalau beloman nikah. Tapi kalau udah tau gimana rasanya memiliki dan dimiliki,,, poligami? Nehi-nehi!

MPwati (yang lain): Atau jangan-jangan lo menyetujui program pembumihangusan ummat Islam secara terselubung ala orba aka KB? Ckckck... Nyebut, Nje, nyebuuuut!

Gue: Tenang, Mameeen! Gue ini masih waras ras ras ras.
Setuju sama poligami? Hheee, nokomen! *DesiRatnaSari mode0n
Setuju dengan KB? Apalagi! Ya enggak lah... Prinsip gue nanti, kalau bisa 9, kenapa harus 2? *eh?!

Ini melebihi poligami dan KB, kepentingan pembahasannya, Mameeen!
Karena ini menyangkut hajat hidup orang buaaanyak. Individu per individu. Wa bil khusus buat yang sering bilang "Capedeee... Udah sering doa masih nggak dikabulin apa yang gue minta!". Ataupun yang pernah bilang gini, "Heran deh, kok doa gue nggak kunjung terjawab yah? Kurang apa coba... Doa udah, ibadah juga makin kenceng, eh masih nggak ada jawaban juga!".

Pernah berujar statement di atas? Kalau pernah, postingan kalu ini beneran penting buat nyadarin keluhan lo itu. Kalau gue sih jujur pernah berada dalam kondisi kayak begitu. Tapi harap maklum, pliiisss... Namanya juga manusia: gudangnya keluh kesah!

Ngomongin doa yang nggak kunjung terjawab, gue punya dua cerita yang mudah-mudahan bisa menjadi pelipur lara buat gue, elo, kita semua yang lagi H2C menunggu jawaban doa kita.

Cerita pertama waktu beberapa hari lalu gue bincang santai dengan salah satu teman kantor, yang beruntung dapetin tiket umroh gratis dari kantor. Selain karena emang lama kerja, loyalitas n disipli ternyata ada faktor X yang menurut doi menjadi sabab utama keberangkatannya ke tanah suci beberapa bulan lalu.

Cerita punya cerita, ternyata si bapak ini punya cara unik dalam berdoa. Kalau sebagian kita mungkin berdoa mati-matian kayak gini: "ya Allah, wahai Dzat yang Maha Kaya, lancarkan rejeki dan pekerjaanku... Karuniakan aku rejeki agar dapat mengunjungi rumahMu... Percepat jodohku, pliiisss, ya Rabb.. Dllsb yang inti doanya ke-aku-an banget. Nggak usah jauh-jauh, gue juga suka gitu soalnya.

Kalau temen gue ini, doi beda banget!

"Saya paling seneng kalau denger ada orang yang mau berangkat haji atau umroh. Pasti langsung saya doain biar perjalananya mulus dan ibadahnya di sana lancar. Di jalan juga kalau ngeliat bis rombongan haji, hati saya bergetar banget. Kadang jadi nangis sendiri sambil doain mereka di atas motor, walaupun saya nggak kenal..."

Beuuuh, merhatiin nggak... kok malah doain orang terus ya? Kapan minta buat diri doi sendiri, dooonk?

Cerita ke-dua datang dari seseorang yang nggak mau disebut namanya. So, mari kita panggil dia dengan sebutan Markonah. Agak miris bin tragis sebenarnya cerita Markonah ini. Namun hati doi ini manteb buat dicontoh.

Belum lama, menurut penuturan Markonah ke gue, teman seruangan yang umurnya lebih muda dari doi, ngebagiin undangan nikahnya. Sebagai seorang wanita yang punya rasa punya hati n nggak bisa disamakan denga pisau belati, si Markon ini mendadak panas ngelihat undangan itu. Apalagi teman cowok di ruangannya menyindir-nyindir halus ke rah Markon. Makin jadilah api cembokur di dadanya. Dua lubang di kuping n hidungnya hampir Mengeluarkan asap pertandahati yang bengap.

Namun berhubung doi teman yang baik, rajin nabung n nggak sombong, hanya lantunan doa yang keluar dari mulutnya (fyi: katanya pagi itu sedang hujan sederas-derasnya). Dengan penuh keikhlasan dan jauh dari iri dengki, Markon berdoa setelah dhuha empat rakaat.

"ya Tuhanku... Karuniakan kesehatan kepada temanku dan calonnya hingga hari H. Mudah-mudahan proses menuju hari H nggak ada rintangan suatu apa. Acara hari H-nya pun berjalan lancar. Mudah-mudahan mereka memang jodoh dunia akhirat. Keluarganya nanti kau jadikan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aamiin"

Walaupun perih dilangkahin terus oleh teman-teman sekitar, tapi ia tetap menampakkan wajah ceria di hadapan mereka. Dan taukah, MPman MPwati... Paginya doi berdoa seperti itu, siangnya... Jengjeng, tarraaa, degdeg degdeg degdeg... Teman kampusnya menelpon menawarkan Markon untuk melakukan proses taaruf dengan kenalannya. Masya Allah, sesuatu yeeaaah!

Nah, nenek dan kakek kita, bayi baru berojol, hingga rumput yang bergoyang pun tau ya kesamaan kisah dua orang teman gue itu. Sama-sama menginginkan sesuatu dan sama-sama menjemputnya dengan mendoakan orang lain terlebih dulu. Nggak pelit doa. Paham betul kalau ada seorang hamba mendoakan saudaranya dan yang bersangkutan nggak mengetahui sedang didoakan, maka malaikat mengamini dengan mngatakan, "doa yang sama untukmu, wahai Fulan".

Great! Amazing! Mantafff! Kalau doain orang lain akan berakibat dikabulkannya doa yang didoain dan yang ngedoain, masih mikir untuk pelit doa alias doa buat diri sendiri aja? Wa wa wa waduuuh... Sayang baeudh!

Eniwey, hari ini udah doain siapa aja kah? ;-)

Gondok setengah bakul kalau kena macet cuma gegara satu gerbong kereta lewat -,-'

Senin, 14 November 2011

Gara-gara Orang Ke-tiga

Oh, nooo.. Ada orang ke-tiga dalam hubungan gue dengan dia! Hiks, sedih...

Dan parahnya, ini bukan kali pertama gue diduain. Dengan yang sebelumnya juga sama. Udah lama menahan rindu, dan ketika waktunya bertemu, eh ternyata udah ada orang ke-tiga yang lebih doi perhatiin selain gue. Huwaaa... jealous sejadi-jadinya!

Sebagaimana wanita normal pada umumnya, secaur-caurnya gue, tetep aja gue nggak rela dengan hadirnya dia si orang ke-tiga :-(. Sakit, merasa nggak guna, nggak dianggap banget kesetiaan gue kemarin-kemarin.

Eh, sebentar-sebentar... Jadi ceritanya lo diduain sama suami lo, Nje?

Wooot? *keselek*
Of kors not, lah! Suami dari Zimbabwe? Lah nikah aja beloman!

Then, diduain sama siapa? Jangan-jangan sama pacar lo, yaaa? Kok nggak bilang-bilang sih udah punya yayang?!

Hedeh... Harus berapa kali sih gue bilang, kalau gue ini anak gahol, Mamen! Nggak level deh sama yang namanya pacar-pacaran! Kesannya putus asa bin nggak percaya banget sama janji Tuhan gue, gituh...

Jadi, diduain siapa dooonk? Diduain suami orang? Eh?!

Hheee, asem... Makin ngaco lu yeesss!
Gue ini cuma lagi bingung. Kok bisa-bisanya, dua kali gue ketemu teman lama, dua kali itu pula mereka membawa orang ke-tiga. Beneran gue ngerasa nggak guna berbincang dengan mereka. Karena perhatian teman gue udah terbagi antara gue sebagai teman pertamanya, dan si BB sebagai teman barunya. Doi jadi nggak fokus ngobrol sama gue... Suebel!

Eh, siapa nama orang ke-tiganya adi? BB...? Bang Badrun? Apa Bang Barry?

Yap... BB si Blackberry itu orang ke-tiga yang menjadi rival gue. Hiks, sedih banget! Masa gue diduain sama barang?!

Yah, salah gue juga sih. Kayaknya ini karma, karena gue juga sudah mendua, deeeh....

Lo mendua? Ngeduain siapa pula? Gue makin nggak ngerti!

Ya gitu deh... Tepatnya beberapa bulan belakangan, ketika gue udah bawa Smartphone kemanapun di dalam tas (numpang pamer), gue udah menduain Doi yang udah ngasih rejeki buat beli nih Smartphone.

Kalau dulu sepanjang perjalanan berusaha nginget Doi terus, sekarang makin berkurang, masaaa'. Dikit-dikit cek fb, dikit-dikit cek twitter, dikit-dikit cek MP. Di rumah juga sama, bangun-bangun bukan langsung ambil air wudhu, eh megang hape dulu. Fyuuuh... parah banget nih hidup gue!

Emang parah, Nje! Hheee, piiiis!
Tapi ini beneran. Lo ngeluh-ngeluh di awal ada orang ke-tiga antara lo dan teman lo. Lah sendirinya malah menduain Zat yang nggak patut diduain. Harusnya lo ngaca dulu. Inproteksi, eh introspeksi dulu sebelum nyela-nyela orang.
Beneran lo nggak ada bedanya sama dua temen lo. Bahkan lebih parah!

Yah, jangan gitu, donk. Gue melakukan ini juga buat menjalin tali silaturahim dengan teman-teman di dunia maya. Dengan teman lama yang udah berbilang jarak tempat tinggalnya...

Ah, halasan! Tetep aja, berbuat baik yang utama itu ya berbuat baik ke yang ngasih segala ke kita tanpa minta imbalan sedikitpun. Eh, Doi minta imbalan sih, tapi ujung-ujungnya juga buat kita. Kalau itu udah lo laksanain, baru deh lo boleh ngapain aja, terserah!

Hmmm...

Emang lo doank yang bisa jealous? Doi apalagi... Udah ngasih apa aja yang terbaik buat lo, eh diduain! Siapa juga yang nggak jealous?

Then, gue meski ngapain, donk?

Ngapain? Berburu ke Zimbabwe!
Ya jelas lo jangan ngeluh kalau ada orang ke-tiga dalam kehodupan lo. Lo ngaca dulu dan taubatan nasuha. Minta ampun karena udah menduain Doi.

Udah?

Ya udin, gitu doank. Gampang, kan?

Baiklah baiklah baiklah..
Thanx nasihatnya. Bener-bener so nice (dari) so good ;-)

Gara-gara Orang Ke-tiga

Oh, nooo.. Ada orang ke-tiga dalam hubungan gue dengan dia! Hiks, sedih...

Dan parahnya, ini bukan kali pertama gue diduain. Dengan yang sebelumnya juga sama. Udah lama menahan rindu, dan ketika waktunya bertemu, eh ternyata udah ada orang ke-tiga yang lebih doi perhatiin selain gue. Huwaaa... jealous sejadi-jadinya!

Sebagaimana wanita normal pada umumnya, secaur-caurnya gue, tetep aja gue nggak rela dengan hadirnya dia si orang ke-tiga :-(. Sakit, merasa nggak guna, nggak dianggap banget kesetiaan gue kemarin-kemarin.

Eh, sebentar-sebentar... Jadi ceritanya lo diduain sama suami lo, Nje?

Wooot? *keselek*
Of kors not, lah! Suami dari Zimbabwe? Lah nikah aja beloman!

Then, diduain sama siapa? Jangan-jangan sama pacar lo, yaaa? Kok nggak bilang-bilang sih udah punya yayang?!

Hedeh... Harus berapa kali sih gue bilang, kalau gue ini anak gahol, Mamen! Nggak level deh sama yang namanya pacar-pacaran! Kesannya putus asa bin nggak percaya banget sama janji Tuhan gue, gituh...

Jadi, diduain siapa dooonk? Diduain suami orang? Eh?!

Hheee, asem... Makin ngaco lu yeesss!
Gue ini cuma lagi bingung. Kok bisa-bisanya, dua kali gue ketemu teman lama, dua kali itu pula mereka membawa orang ke-tiga. Beneran gue ngerasa nggak guna berbincang dengan mereka. Karena perhatian teman gue udah terbagi antara gue sebagai teman pertamanya, dan si BB sebagai teman barunya. Doi jadi nggak fokus ngobrol sama gue... Suebel!

Eh, siapa nama orang ke-tiganya adi? BB...? Bang Badrun? Apa Bang Barry?

Yap... BB si Blackberry itu orang ke-tiga yang menjadi rival gue. Hiks, sedih banget! Masa gue diduain sama barang?!

Yah, salah gue juga sih. Kayaknya ini karma, karena gue juga sudah mendua, deeeh....

Lo mendua? Ngeduain siapa pula? Gue makin nggak ngerti!

Ya gitu deh... Tepatnya beberapa bulan belakangan, ketika gue udah bawa Smartphone kemanapun di dalam tas (numpang pamer), gue udah menduain Doi yang udah ngasih rejeki buat beli nih Smartphone.

Kalau dulu sepanjang perjalanan berusaha nginget Doi terus, sekarang makin berkurang, masaaa'. Dikit-dikit cek fb, dikit-dikit cek twitter, dikit-dikit cek MP. Di rumah juga sama, bangun-bangun bukan langsung ambil air wudhu, eh megang hape dulu. Fyuuuh... parah banget nih hidup gue!

Emang parah, Nje! Hheee, piiiis!
Tapi ini beneran. Lo ngeluh-ngeluh di awal ada orang ke-tiga antara lo dan teman lo. Lah sendirinya malah menduain Zat yang nggak patut diduain. Harusnya lo ngaca dulu. Inproteksi, eh introspeksi dulu sebelum nyela-nyela orang.
Beneran lo nggak ada bedanya sama dua temen lo. Bahkan lebih parah!

Yah, jangan gitu, donk. Gue melakukan ini juga buat menjalin tali silaturahim dengan teman-teman di dunia maya. Dengan teman lama yang udah berbilang jarak tempat tinggalnya...

Ah, halasan! Tetep aja, berbuat baik yang utama itu ya berbuat baik ke yang ngasih segala ke kita tanpa minta imbalan sedikitpun. Eh, Doi minta imbalan sih, tapi ujung-ujungnya juga buat kita. Kalau itu udah lo laksanain, baru deh lo boleh ngapain aja, terserah!

Hmmm...

Emang lo doank yang bisa jealous? Doi apalagi... Udah ngasih apa aja yang terbaik buat lo, eh diduain! Siapa juga yang nggak jealous?

Then, gue meski ngapain, donk?

Ngapain? Berburu ke Zimbabwe!
Ya jelas lo jangan ngeluh kalau ada orang ke-tiga dalam kehodupan lo. Lo ngaca dulu dan taubatan nasuha. Minta ampun karena udah menduain Doi.

Udah?

Ya udin, gitu doank. Gampang, kan?

Baiklah baiklah baiklah..
Thanx nasihatnya. Bener-bener so nice (dari) so good ;-)

Sabtu, 12 November 2011

markilang... Mari kita ngebolang :-)

Istirahatkan Hati di Taman Cinta

Link

Istirahatkan Hati di Taman Cinta

Markonah: Mumuuuun... Beneran gue capek sangad hidup di Jakarta. Hiiiks :-(
Munaroh: Kenapa kenapa kenapa, wahai sodariku? Malem minggu kok ngeluh ajah? Santai kek di pantai lah. Syalala lala lala...
Markonah: Gimana bisa santai, Mun... Senin-Jumat gue nguli demi sesuap nasi. Sabtu ngebabu bersama tumpukan baju. Ahad kadang refreshing sih, tapi pulangnya udah capek lagih! Udah gituh, sampe sekarang gue masih nge-jomblo pula. Makin capek, Mun, hati gue! :-(
Munaroh: Yaella, Markooon Markoon... Sama kale kita. Lo capek, gue juga. Lo ngejomblo, gue apalagi. Syalala lala lala...
Markonah: Ah, elu mah syalala lala terus. Gue seriusan nih... Heran gue, lo tuh tiap sabtu-minggu keluar rumah terus. Tiap pulang juga heppiiii terus keliatannya. Punya gandengan lo ye?
Munaroh: Wooot? Nehi, nehi... Jaman udah modern masih gandengan (yang nggak halal)? Nggak gahol! Camen!
Makonah: Terus, apa yang lo kerjain selama ini tiap weekend sampe-sampe lo nggak pernah loyo?
Munaroh: Nggak ngapa-ngapain, kok... Syalala lala lala...
Markonah: Ah, impossible. Kasih tau dooonk... Gue kan juga mau kayak lo, Mun... Banyak berondongnya, kah?
Munaroh: Eheh... Emamg gue cewek apaan maennya sama berondong! Tapi Beneran lo mau ikutan?
Markonah: Beneran! Sule, eh suwer!
Munaroh: Aheeyyy! Yuk ikut gue ke Taman Cinta! ;-)

MPman MPwati... Ada yang tau apa dan di mana itu Taman Cinta? Inget, Taman Cinta! Bukan Taman impian jaya ancol, bukan taman kanak-kanak, bukan pula taman lawang. Ini Taman Cinta!

Menurut KBBK (Kamus Besar Bahasa Kongo), Taman Cinta terdiri dari dua kata: Taman dan Cinta (yaeyyalaaah! Anak baru lahir juga tewu!). Tapi dua kata itu bukan sembarang kata, karena tersusun dari deretan huruf T-A-M-A-N C-I-N-T-A. Huwahaha...

Sekarang serius. Taman cinta tuh actually cuma kiasan yang gue pakai (jadi, apakah si enje ini orang Kongo?) untuk menggambarkan sebuah tempat di mana terdapat aktivitas saling mencinta di antara para pecinta yang berada di dalamnya. Mereka saling berlomba dan menyemangati dalam mencinta sesuatu yang patut dicinta.

Ribet! Bertele-tele! Intinya?

Intinya, satukan hati bebaskan Palestina!
Hheee, sekarang beneran serius... Buat yang masih bernasib tragis seperti dua tokoh kita di atas (jadi kuli aka karyawan), kudu rajin-rajin tuh mampir ke taman cinta tiap pekannya. Nggak perlu lama-lama, dua jam aja cukup. Insya Allah hari-hari kerja lo bakal powerfull!

Kok gitu?

Karena setelah berjibaku dengan hingar bingar dunia kerja, hati kita pasti akan tercemar. Jadi cinta dunia. Cair! Dan hati yang tercemar wajib disterilkan demi sehatnya hati kita. Agar ia kembali mengental.

Dikentalinnya pake apa?

Pake sagu! Hheee, ngarang!
Pake obat yang khusus diciptakan buat hati-hati yang tercemar dan mencair. Dialah Al-Quranul karim. Yeeaaah!

Di Taman Cinta, kita mengobati hati dengan membacanya, menghafalnya, mempelajari cara membacanya yang sesuai kaidah, dan saling menasihati dengan ayat-ayatnya.

Beneran tokcer ini Taman Cinta. Terutama buat yang merasa hidup hanyalah perputaran rutinitas. Gitu-gitu aja!

Gue udah ngebuktiin. Mereka yang udah lama berkecimpung dalam Taman Cinta, bahkan udah naik pangkat jadi guru, kehidupan mereka bener-bener nggak ribet. Sederhana! Kadang gue iri beudh sama mereka. Ada keteduhan yang terpancar dari binar mata, ucapan, dan laku mereka.

Kalau gue lagi males gila, interaksi dengan Al-Quran bener-bener di titik nadir, sekedar duduk-duduk dalam satu lingkaran bersama mereka dan mendengar sepatah dua patah penyemangat dari lisan mereka, seketika semua kemalasan sirna. Yang ada cuma satu kata: SEMANGAT!

Melalui tulisan ini, gue menghimbau MPman MPwati untuk sekarang juga mencari Taman Cinta terdekat. InsyAllah nggak ada ruginya deeeh! XD




Jumat, 11 November 2011

Kadang kejeweran bahasa awam jauh lebih mengena ketimbang nasihat yang muluk [Ust. Salim]. Yeesss, i agreee! :-)

Diantara Ali dan Umar

Wahwahwah...
Hari ini beeran banjir orang nikahan, yeesss... Nggak cuma ustadz dan artis, rakyat biasapun menyengaja memilih hari ini untuk merubah status mereka. Amazing! *Tukul modeOn

Barakallahu lakum buat para manten baru. Mudah-mudahan pemilihan perubaan status di tanggal (yang katanya) cantik 11-11-11 ini jauh dari maksud-maksud menduakan Allah, yeesss... Dan gue berbaik sangka, pemilihan tanggal ini pasti lebih karena harinya yang baik. Yakni hari Jumat. Hari rayanya ummat Islam. Sebaik-baiknya hari yang paling diberkahi. Ya, kan, para manten baru? ;-)

Yang jodohnya beloman dateng... Nggak perlu mewek, pastikan aja Allah selalu membersamai dalam masa penatian ini (menghibur diri sendiri). Yayaya? ;-)

Dan satu lagi, biarpun hari ini kesannya cuma milik manten baru, tapi tenang aja. Karena ke-Maha Baik-an Allah, para jomblowan-wati juga pasti kebagian lah nikmat-nikmat-Nya di harii ini. Dari yang sepele sampai yang gede naujubilleee. Percaya deeeh!

Kalau gue sih percaya banget! Karena selain bernafas dan buang angin masih free of charge hingga saat ini, akhirnya gue menemukan Umar kembali dalam kehidupan gue today. Yeeaaah!

(ya Allah, mudah-mudahan teman kost gue waktu kuliah nggak ada yang punya akun MP. Tolong di-amin-in doooonk... Kalau nggak, gajah makan kawat... Gawaaat! Hheee)

Uhuk, uhuk, uhuk... Emang Umar yang mana sih, Nje? Prikitiiiiwww...!

Hheee, ada deh... Cuma becanda :-)
Kesannya cari sensasi n minta diciyeh-ciyehin banget yeesss, tapi kali ini beneran nggak bermaksud barang secuilpun cari sensasi. Ini emang bener tentang kembalinya Umar di kehidupan gue. Tepatnya karakter keras bak Umar ra yang udah lama sengaja dikubur rapat-rapat dari dalam diri seorang Enje.

Fyi, gue ini banyak nurun karakter Babeh yang lumayan keras. Motto gue dulu: Gue bener lo salah. Tapi setelah kenalan dengan Rohis, gue lebih memilih untuk menampakkan karakter ceria bak Ali ra aja. Mottonya: Kalau bisa dibawa ketawa-ketiwi, kenapa harus bertampang masam ria?

Gue paling suka membuat jejaring pertemanan baru di tempat-tempat umum, macam di bis, halte, sampai musholla. Intinya, gampang deket dengan orang baru. Tapi dipilih-pilih juga orangnya.

Kayak tadi sore ketika di MM 49 yang gue naikin, ujug-ujug dateng orang gila buat ngamen. Awalnya biasa-biasa aja. Tapi ketika tuh orgil berdiri persis di samping gue, bahkan nawarin gue rokok, tarraaa... Saat itu juga gue sukses membangun jejaring pertemanan baru dengan mbak di sebelah gue. Apalagi ketika tuh orgil makin deket dan orang-orang udah banyak yang turun di stasiun Manggarai. Kami berdua sepakat untuk turun juga dan berjalan kaki hinga ke terminal Manggarai. Di sepenjang jalan itulah gue tau kalau mbak yang dipanggil Miss Lov ini berprofesi sebagai guru di MTs Istiqlal...

Dan seperti yang gue bilang, malam tadi di MM69, mendadak si (karakter) bak Umar datang menghampiri. Padahal beberapa menit yang lalu masih ketawa-ketiwi sama beberapa penulis di acara #NBday, lho...

Tepatnya ketika lagi asoy-asoynya tidur-tidur ayam melepas lelah di deret belakang MM 69. Gue mendadak terbangun dengerin percakapan antara dua orang dewasa dan dua anak kecil yang jadi kenek bis kami.
D1: Ni anak pasti abis minum. Mulutnya bau tuwak! Wajar aja galak banget sama penumpang.
D2: Pasti, Bang... Anak Jakarta mah parah-parah!
D1: Lo abis minum, kan?
A1: Nggak, Bang...
D1: Ah, nggak mungkin. Pasti lo dikasih tuwak sama supir. Kalau nggak, nggak mungkin banget lo berani sama orang gede.
D2: Tau lo, jangan galak-galak sama orang tua. Kuwalat!

Gue sengaja banget curi denger percakapan mereka. Awalnya gue pikir lumayan, kali dapet inspirasi buat nulis tentang anak jalanan. Bahkan ada satu percakapan yang menggelitik gue.

D1: Di Senen tuh parah banget. Anak-anak jalanannya banyak yang ngelem. Abis itu mereka pada nongkrong-nongkrong di halte ngeliatin cewek-cewek. Mereka kan kalau abis ngelem HALuNISASI-nya tinggi banget tuh!

Hwkkk... Dalem hati gue ketawa ngakak. Halusinasi, kaleee! Bukan HALuNISASI!

Sampai di 3/4 percakapan mereka, tiba-tiba si Umar muncul tiba-tiba. Beraksi dengan gaharnya!

D1: Eh, lo mau gue kasi aibon? Gue kasih gratis. Setengah jam lo ngelem dah bareng-bareng...
A1: Saya mah udah nggak ngelem, Bang. Dia tuh...
A2: Emang ngelem apaan?
D1: Ngelem tuh pake aibon. Lo isep-isep dah tuh. Enak, berasa terbang! Mau nggak?

Beneran panas kuping gue dengernya. Sumpe deh nih orang... Sesat sat sat sat! Ngak tau dapet ilham dari mana, gue balik badan.
Gue: Heh, Mas... Anak kecil udah nggak bener malah diajarin nggak bener! Parah lo, Mas!
D2: Tuh dimarahin tuh, Bang..
D1: Heh, dimarahin gue...
Gue: Anak kecil kok diajarin nggak bener!

Nggak sampe di situ, di dalam hati lebih parah lagi. Abis gue maki-maki tuh orang.
Gue: Dasar nggak bener. Ngomong halusinasi aja masih nggak becus, ngerusakin anak orang! Blablabla... (catet: cuma di dalam hati!).

Sampe tuh orang turun, tiba-tiba si D2 ngajak ngobrol gue dari kursi tepat di belakang gue.
D2: Maklum, Mbak... Orang terminal! Nggak ada yang bener! Preman!

Wooot! Gue bentak-bentak preman? Astaghfirullah, untung nggak balik bentak tuh orang... Fyuuuh, thanx, Allah...

Sepanjang sisa perjalanan, gue merenungi semua kejadian di MM69. Kok bisa ya gue seberani itu? Gimana kalau tuh orang balik bentak gue di hadapan para penumpang lain? Bisa berabeee... Bakal menciut pastinya gue.

Then gue banyak bersukur dan berharap, mudah-mudahan tingkah sok keras gue terhadap tuh preman bukan karena emosi belaka, tapi lebih kepada ke-nggak rela-an dengan permasalahan ummat. Seperti Umar yang nggak pernah rela Islam dihina sedikitpun dan nggak pernah rela kezholiman merajalela. Aamiin, ya Allah. Mudah-mudahan, yeesss...

Eheheh... Kali ini beneran nggak nyambung abis antara pembuka dengan cerita yang sesungguhnya. Hheee, tolong jangan dimaki. XD



Kamis, 10 November 2011

Bersolih-solih Ria... Masih Jaman?

Jadi orang solih? Masih jaman, gituh?
Secara jaman udah modern, diktator Arab udah pada tumbang, Palestina nyaris menang, internetan udah gampang... Masih jadi orang solih? Ketinggalan jamaaan! Nggak gahol!

Tapi tolong, tolong... Ini bukan ajaran baru: Enjeisme, yang mengajak teman-teman sekalian untuk begajulan. Bukan, bukan... Gue masih waras, kok!

Buat para ketua atau mantan petinggi lembaga dakwah, anak atau isteri ustadz, anggota FPI, tolong jangan pecat gue sebagai teman MP kalian, Pliisss... Yayaya? Gue cuma mau meramaikan tulisan tentang Hari Pahlawan aja kok, yang lumayan hot di jagad sosial media.

Lagi-lagi dan semoga nggak bosan, judul di atas gue comot dari salah satu bagian di kata pengantarnya buku Ust. Salim: Agar Bidadari Cemburu Padamu. Tapi kali ini beneran nggak ada unsur galaunya. Hari Pahlawan, gitu looooh! Malu sama mereka-mereka yang hari ini khusus kita banggakan, duooonk!

Eh, tapi pahlawan kan juga manusia, yeesss... Pasti pernah n bisa galau. Cuma porsinya aja yang beda kali ya sama kita... Kalau mereka kebanyakan berjuangnya, kalau kita kebanyakan galaunya! *kita...? Elo aja kaleee, Nje! Hheee

Wokeh, mungkin ada yang bertanya-tanya tanya-bertanya, emang penting apa ya bahas tentang pahlawan? Terus, apa pula kaitannya sama udah nggak jaman bersolih-solih ria?

Gue jawab: emang sih, nggak penting banget ngomongin pahlawan. Indonesia udah merdeka. Belanda udah makmur sentosa di Eropa sana! Tapi... Ada kaitannya banget antara pahlawan dengan judul tulisan gue, lho...

Namun sebelumnya, maafkan dan ijinkanlah teman kalian yang doyan ngaco ini, untuk meluruskan judul dan paragrap lead tulisannya.

Seperti biasa, si Enje ini emang tukang cari sensasi! Kalau kripik dari salah seorang teman, tulisan pembuka gue 40 persen isinya hal-hal geje terus. Tapi nggak kenapa, buktinya yang memberi kripik masih setia nongkrongin tulisan gue kok (ngaku deh ngaku, siapakah orangnya? :-P). Hheee...

Balik lagi, jadi maksud gue janganlah cuma puas, bahkan berbangga jadi orang yang solih tok! Masuk sorga nggak ngajak-ngajak. Padahal sorga luasnya melebihi langit dan bumi. Nah, Cobain deh jadi orang yang muslih (bukan cuma mensolihkan diri sendiri, tapi juga mensolihkan orang lain). Nggak rela masuk surga sendiri, makanya ngajak-ngajak yang lain. Kalau bisa, semua yang di MP ini masuk surga bareng. Kita ramaikan surga dengan MPman MPwati. Ketawa-ketiwi bareng lagi di sana. Wuiiiih, senangnyaaa ;-).

Nah, nah... Udah clear, kan? Gue bukan MPwati yang sesat dan menyesatkan, kan? Noted: tolong dicatat baik-baik di memori kalian menggunakan long term memory, yak ;-)

Then, kaitan antara jangan jadi orang solih (namun kudu muslih), jelas...
Yang namanya pahlawan itu menurut gue adalah mereka-mereka yang muslih. Kalau konteksnya jaman perang dulu, mereka menjadi orang-orang yang bergerak paling depan. Mencontohkan pada yang lain betapa pentingnya berjuang bela negara. Keren, yeesss... Konkrit b-g-t!

Kalau konteksnya kekinian, apa doooonk?

Kalau sekarang, lebih banyak lagi yang bisa kita lakuin. Mulai dari hal-hal kecil, simpel, n yang di sekeliling kita aja dulu. Di dunia nyata misalnya, jadi guru ngaji. Gue yakin sangad deh, kita semua udah belajar ngaji dan belajar Islam dari sebelum TK. Bahkan udah ngelotok maybe. So, nggak ada salahnya (emang nggak salah) dan udah sepantasnya kita ngajar ngaji adik-adik dan orang di sekeliling. Oiya, bukan cuma ngajar ngaji baca Qur'an, lho... Tapi menyebarkan nilai-nilai Islam dalam keseharian kita dan mereka.

Kalau mau itung-itungan pahala nih yeesss, nggak ada ruginya banget lhoooo!

Kalau sholat sendiri dapat satu pahala. Ngajak orang lain sholat dan yang diajak mau, dapetin pahala mereka juga. Belom lagi kalau sholatnya jadi jamaahan sama tuh orang, 27 kali lipat kebaikannya. Belom lagi kalau tuh orang jadi insaf dan rajin sholat sejak kita ingetin... Waduh waduh, behubung gue udah muak sama apapun yang berbau angka (kecuali duit dan cek), jadi sila itung sendiri deh, yeesss... Berapa lipat-lipat investasi pahala yang kita dapat. Kalian pasti lebih jago ketimbang gue! :-)

Itu baru di dunia nyata. Belom lagi di dunia maya yang tiap hari kita tongkrongin terus pagi siang sore malam... Sekali update QN ataupun blog yang beraroma kebaikan, udah dapet satu pahala (asal niatnya bener, yeesss). Belom lagi kalau ada yang komen n doi melakukan kebaikan yang kita tuliskan, dapet lagu satu pahala insyAllah. Kalau yang ngelakuin hal itu 10 orang, dapet lagi pahala dari mereka. Belom lagi kalau tiap hari ngupdte satu tulisan macam itu. Sekali lagi, itung sendiri deh berapa pahala yang bakal didapat. Pusing gue, percaya aja dah sama janji-Nya dan kemampuan mencatat plus menghitung malaikat di kiri kanan kita.

Gimana, gimana, gimana...
Enak ya jadi orang muslih... Dapat pahala iya, dapat gelar pahlawanjuga iya tanpa kita minta. Walaupun di lingkup yang nggak besar.

Jadi keingetan sedikit ringkasan puisi yang gue tempel di pintu kamar:

Keluarlah keluarlah saudaraku
Darii keheningan masjidmu
Bawalah roh sajadahmu ke jalan-jalan...

Keluarlah keluarlah saudaraku
Dari nikmat kesendirianmu
Satukan kembali hati-hati yang berserakan ini...

Keluarlah keluarlah saudaraku
Berdirilah tegap di ujung jalan itu
Sebentar lagi sejarah kan lewat
Mencari aktor baru untuk drama kebenarannya

Sambut saja dia
Engkaulah yang dia cari...

Aheeyyy... Mantap beudh, yeesss?!
Ada yang tau, puisi siapakah ini?
Siapapun, yang jelas bukan gue. Beneran deeeh!

Last but not least, siapa yang ngaku anak gahol, mari, mari saling ngingatin untuk jadi orang yang muslih... ;-)

Hedeh, sok tewu banget ya gue...? Hheee, mohon dimaafkan kalau banyak ke-sotoy-an yang gue tuliskan.

Mudah-mudahan kata-kata Met Hari Pahlawan, terlanun juga buat kita di kemudian hari... XD


Rabu, 09 November 2011

di manapun tempatnya, RedPel jadi-jadian selalu beraksi. And I enjoy my work :D

Mekar di Kamar Cinta

Weeiiiit, ini judul minta diciye-ciyein banget, yeesss...
Bikin jari telunjuk gatel mau nge-klik dan berujar, "Pasti nyerempet-nyerempet ke arah pembicaraan orang dewasa dan sebagainya, deh. Pasti! Pasti! Pasti!"

Kalau kata aktivis: galau banget si lo!
Kalau kata yang sedang dalam masa penantian: asikasikasik... Nimba ilmu gratis!

Whatever persepsi MPman MPwati ngebaca judul di atas. Apapun itu, sah-sah aja lah... Tapi lebih baik selalu mulai dengan berprasangka baik dulu deh, yeesss... :-)

Actually judul kali ini gue comot dari salah satu bagian kata pengantar buku Ust. Salim A Fillah: Agar Bidadari Cemburu Padamu. Buku yang menurut sebagian orang isinya nggak jauh dari galau-menggalau, nikah-nikahan, dllsb yang begitu-begituan yang bukan bacaannya aktivis banget deh!

Biarin ah, yang penting bukan apa isi bukunya. Tapi kebaikan apa yang bisa gue sampaikan kembali pada orang lain setelah baca tuh Bukan begetoh?

Dan dari lubuk hati yang paling dalam, gue ingin mengakui kalau tulisan ini memang tentang cinta...

Tuh, kaaan...! Pasti! Pasti! Pasti! Apa gue bilang!

Tentang kamar cinta, yang masing-masing dari kita pasti deh udah pernah masuk ke dalamnya. Baik rela maupun karena terpaksa.

Ngomong apa sih lo, Nje?!

Okd, gue tanya... Perrnah nggak berada dalam satu kondisi bersama satu atau banyak orang dalam satu lingkungan apapun, saling mencinta dan menumbuhkan? Then, bersama mereka lo merasa pewe banget berada di dalamnya. Nggak mau pergi. Maunya berlama-lama. Hidupjadi lebih bergairah walaupun susah, makin mengenal kekurangan dan kelebihan diri, kalau lo salah ada yang nasehatin, kalau lo benar ada yang mendukung, dan suasana penuh cinta di tiap ruasnya. Pernah, pernah?

Buat yang pernah, gue ucapin selamat! Congrat! Lo udah menyicipi asiknya mekar di kamar Cinta. Aheeyyy!

Hmmm... Makan sayur asem pake ikan asin, kasiaaan deh lo, Nje! Galau akut! *JakaSembungDetected!

Whatever...
Berhubung gue agak doyan bercerita (sinonimnya banci ngomong!), dengan senang hati akan gue share pengalaman gue berada di kamar cinta dan mekar di dalamnya. Yang penasaran sila dibaca terus, tapi jangan ngiri, pliiiis. Yang nggak tertarik, makanya dibaca terus biar makin tertarik. Hhee, maksa.

Semua bemula ketika SMA, gue dipertemukan dengan Mbak Markonah. Doi ini yang pertama kali membawa gue ke depan gerbang kamar cinta, dengan cara yang agak maksa. "ikutan Rohis, yaaa...," katanya.

Oiya, doi ini orangnya baik banget. Keibuan dan tipikal istri solehah yang sedap dipandang matah. Sampe nggak tega gue bilang nggak waktu itu. Cuma bisa ngedumel dalam hati mendengar ajakannya. "Gue ikut Rohis? Nggak pernah mimpi sebelumnya!"

Satu tahun di sana, biasa aja tuh. Yang paling berkesan cuma pernah pulang sampe jam setengah sebelas malem demi terselenggaranya acara Muharram di sekolah. Rekor pertama jadi aktebel!

Baru di dua tahun berikutnya, tepatnya ketika di semester dua kelas tiga, sepertinya gue udah mulai masuk ke dalam kamar cinta. Walaupun baru sampe depan pintu kamarnya doank, tapi great! Yang tadinya biasa-biasa aja berbalik jadi ruarrr biasa! Hidup jadi penuh warna bersama orang-orang di dalamnya. Masa, gue yang nggak pernah berani tampil apalagi ngomong di depan orang banyak, perlahan jadi banci tampil. Masa, gue yang nggak seru n introvert dosis tinggi, Jadi extrovert n ratu sanguin. Anehnya lagi, gue yang nggak pinter-pinter banget, bisa tembus ui nggak pake tes. Can you imagine...? Very very very something deeeh! ;-)

Di bangku kuliah lebih ajaib lagi. Gue yang nggak pernah bermimpi jadi aktivis kampus, eh malah diamanahin megang amanah yang nggak boleh disebut namanya (kalau bahasa HarPot-nya: You Know What). Mimpi gue ikut lomba-lomba sampe tingkat nasional (walaupun nggak menang) alhamdulullah tercapai. Gue bisa bolak/ik kampus-SMA juga walau kantong pas-pasan. Beasiswa ngalir terus. Dan pastinya, gue yang nggak suka dengan ketenaran, malah mendadak tenar! *sumpe lo, Nje?!

Intinya, di bangku kuliah, gue makin dalam memasuki kamar cinta. Boleh dibilang mulai merasakan bagaimana tumbuh mekar di dalamnya bersama teman-teman. Seru, asik, amazing, apa lagi yeesss? Kayaknya nggak terlukis dengan kata-kata, deeeh..

Eh nggak sampai di situ aja dink! Setelah lulus dan bekerja kini pun gue alhamdulillah masih diijinkan berada di kamar cinta dan merekah di dalamnya. Bermesraan dalam kebaikan bersama penghuni lain. Masya Allah...

Nah, udah nangkep kan apa itu kamar cinta? Pasti MPman MPwati pernah merasakan nikmatnya mekar di kamar cinta walau sebentar, kan? Oiya, tolong diunderline, dibold, n diitalic, rumah cinta yang gue maksud bukan cuma Rohis seperti yang gue alami. Bisa apa aja bentuknya, yang intinya tempat berkumpulnya kebaikan dan membuat para penghuninya berubah menjadi lebih baik. Bisa aja lingkungan keluarga inti, komunitas pecinta alam, dan lainnya.

Buat yang belom pernah memasukinya, cari-cari deh kamar cinta di sekitar lo, dan rasakan sensasi tumbuh mekar di dalamnya. Okokok... :-P






Selasa, 08 November 2011

Baitii Jannatii

Hay hay hay...
Hollaaa, MP mania...
Aba kareba? :-)

Sudah beberapa hari ini nggak ngurusin "rumah Enjeklopedia", rasanya seperti ada bagian yang hilang di hati yang paling dalam. And you know... Efeknya jempol ini jadi lumyan kasar nggak nyentuh-nyentuh layar Smartphone (pamer lo ye!), otak jadi sering panas karena nggak menyalurkan haknya ke tempat yang semestinya, dan so pasti QN jadi lumayan menggunung. Nggak okeh banget deeeeh!

Eniwey, adakah yang kangen dengan gue? Eh, ralat, maksud kangen sama tulisan norak gue? Ixixixix, pede gilleee!

Baiklah baiklah baiklah... Demi menghaluskan kembali dua jempol ini, mendinginkan kembali otak ini, dan tentunnya demi meramaikan kembali kancah perMPan, gue mau sedikit mengklarifikasi nih, kenapa sih belakangan tulisan gue nggak meramaikan inbox kalian? Hheee, penting banget, yeesss?!

Jadi ceritanya temen minta tolong buat gantiin tugas nulis dia di salah satu media Islam online remaja yang keren abis: Annida-Online (maaf numpang promosi sembari membberkan fakta. Hhe). Gue terimalah tawaran yang sangat langka bin ajaib itu. Sampai-sampai membuat hidung ini kembang kempis lumayan lama saat doi menyampaikan hajatnya. *tolong banget jangan dibayangin*

Yah, maklum deh yeesss... Namanya juga blogger amatiran. Tersanjung sangad lah dimintain tolong nulis tulisan berat dengan syarat pake style tulisan gue di blog. Yang renyah tanpa hilang maknah, katanya. *fitnah banget dah lu, Nje!

Ringkas kata: gue terima itu tawaran>doi ngasih outline>gue mulai nulis>doi nagih>gue pusing>doi ngasih bantuan>gue berusaha nyelesaiin>doi nagih lagi> gue nyerahin>doi oke>tulisan diposting>gue happyyyyy!


Alhamdulillah-nggak pake sesuatu... Setelah beberapa hari browsing-browsing, baca-baca, nulis-nulis, dan pusing-pusing. Gue bisa bebas dari jeratan menulis tulisan yang pake mikir itu. Aheeyyy... Enje is back!

Beneran deh berasa banget bedanya. Nulis buat blog sendiri sama nulis tulisan pesanan yang diposting di web media lumayan besar sekelas Annida-Online, dan dibaca oleh pembaca setianya. Walaupun nulisnya pake style gue, tetep aja kayak ada beban yang menggelayut nggak mau pergi di pundak ini. Takut banget tulisan gue nggak sesuai harapan pembaca. Ujung-ujungnya jadi menurunkan pamor Annida-Online. Gawaaat! *berharap temen gue nggak nyesel minta tolong lagi*.

Kalau nulis di blog sendiri, mau nulis pake gaya kupu-kupu, katak, bebas, bahkan gaya batu juga fine fine aja. Punya banyak fans, alhamdulillah. Nggak punya, ya sudahlah...

Gara-gara tugas ini, kalau biasanya di bis gue gunain waktu buat update blog, kemarin-kemarin gue (sok-sokan) banyak mikir. Betapa selama ini gue nggak beryukur menjalani hidup sbagai seorang blogger. Udah punya blog, tapi ngupdate tulisan masih nggak sesering yang gue bisa. Udah punya blog, tapi isinya masih banyak unsur ketawa-ketiwinya dan minik hikmah. Udah punya blog, tapi kurang optimal menyebarkan kebaikan. Udah punya blog, tapi jarang komen sana-sini demi terus menjalin solaturahim. Huh, payah!

Dan segala sesuatu harus diambil pelajaran darinya kan, yeesss? Ok, melalui pengalaman nulis kemarin, gue akan bertekad untuk menjadi blogger yang pandai bersyukur.

Caranya?

Ya lawan kalimat yang gue sebut barusan...
InsyAllah bakal sein updte tulisan. InsyAllah bakal semakin menambah hikmah di tiap tulisan. InsyAllah bakal rajin komen. Dan insyAllah akan makin memposting tulisan-tulisan yang Enje banget deh (hheee, sok udah jadi blogger beken yan punya banyak fans). Ikan hiu makan penyu, yu' ya' yuuuuu'...

Pokoknya begitu deh intinya...

Terakhir, ambil cucian di rumah Desi... Cukup sekian dan terima kasiii.

^___^







Mulai malam ini, mari menjalani kehidupan seperti sedia kala. Pulang-pulang, ngeblog-ngeblog, baca-baca, komen-komen... Merdeka! :D

Berkorban Tanda Kesungguhan

http://www.annida-online.com/artikel-4358-Berkorban%20Tanda%20Kesungguhan.html
Alhamdulillah, aheeyyy!

Kelar juga tulisan yang nggak gue banget ini ^___^
Bener2 bikin tidur nggak nyenyak, makan nggak nafsu, ngupdate blog nggak sempet, hari-hari seperti lambat berlalu. Thanx udah dibantu nylesesain, ya Allah :D

Kamis, 03 November 2011

Memilih Jurusan Sesulit Memilih Pasangan

Ajegileee... Geje banget si Enje, malem-malem ngegalau tentang memilih pasangan! Ckckk.. Emang pernah? Mana nyanding-nyandingin sama memilih jurusan pula... Emang ada kaitannya apa ya? Jaka Sembung bawa gitar... Nggak nyambung, jreeeng! XD

Buat yang udah gatel mau menghinakan ke-geje-an gue, gue terima dengan lapang jidat... Tapi buat yang pernah ngalamin betapa nggak enaknya salah milih jurusan, mari-mari, mari kia rapatkan barisan. Bukan untuk meratapi kebodohan diri, bukan... Justru untuk meluruskan apa iya hidup kita jadi sengsara cuma gara-gara salah milih jurusan? Ow... Of kors not!

Ok, balik maneng ke judul...
Actually itu bukan perkataan gue. Cuma perkataan guru bimbelnya adek kelas yang menurut gue amat sangat super depay lebay! Much more banget! Masa sih sampe segitunya? Gue aja yang udah berpengalaman dalam hal salah milih jurusan, fine fine aja dah. Happy malah!

Kok bisa? Ya bisa-bisa ajah...

Jujur sejak milih bangku SMP sampe milih bangku universitas, gue masuk dalam mazhab manut-manut. Maksud, kalau kakak bilang di sini oke, gue ikut dan percaya aja. Toh mereka nggak bakalan memilih yang nggak oke buat adiknya, fikir gue dulu.

Tapi ternyata gue salah. Jalan hidup gue bukan di sini kayaknya. Dua tahun pertama di fkm ui bener-bener berasa lama banget. Beberapa pelajaran eksak ece-ece yang diulang terus dari SMP, nilainya nggak karuan. Kimia yang di SMA gue pernah jadi jawara, nggak bisa dibanggain lagi. Biologi yang dulu gue lumayan enjoy, mendadak ngejelimet. Apalagi fisika yang dari dulu nilai gue suram... Makin suram! Tidaaak, gue salah milih jurusan!

Untung gue ikut-ikutan Rohis, lomba-lomba di tingkat fakultas sampe nasional (pamer!) dan beberapa kali ikut siaran temen di radio UI. Empat tahun jadi lebih berwarna-warni. Mujarab sangat membuat ge lupa akan rangkaian rantai karbon nilai-nilai pelajaran yang berbau IPA. Hhee, disorientasi banget, yeesss...

Akhirnya ketika masa memilih jurusan tiba, gue bertekad nggak mau ngulang kesalahan yang sudah beranak pinak ini. I hate IPA. Cukup sampai di sini deh berIPa-IPA ria. Gue putuskan untuk mengambil jurusan yang minim mata kuliah IPA dan bertabur mata kuliah IPS. Untuk menghormati para dosen yang telah berjasa hingga gue menjadi seperti sekarang ini (emang udah jadi apa sih gue?), gue samarkan deh nama jurusannya. Bukan apa-apa, karena kala dibuat survey... Mungkin cuma 1/2 dari 10 oran yang tau atau minimal pernah denger nama jurusan gue. Mereka cuma tau gizi, k3, kesling, mrs, dll. Jurusan gue? "belom pernah denger, tuh! Emang ada ya?". Sedih!

Eiya, bukan cuma orang-orang yang gue temui yang bilang katak begitu. Kakak gue pun sama bingungnya dengan jurusan itu dan menyayangkan pilihan gue. Untungnya, setelah lobi beberapa hari doi pasrah. Terserah deh gue di jurusan apa juga, yang penting lulus jadi PNS. Eeaaa... Ini sih pinsipna kartu seluler jaman sekarang: sarat dan ketentuan berlaku!

Dua tahun belajar di jurusan yang nggak boleh disebut namanya ini, lumayan bikin otak seger. Nggak ada tuh yang namanya "udah ketentuan dari sononya", yang ada kita diskusi dan santai-santai. Hhee. Belajar komunikasi, sosiologi, psikologi, antropologi dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan tingkah laku manusia emang enak banget yeesss... Walaupun dikait-kaitin juga sama dunia kesehatan. *yaeyalaaa... Namanya aja FKM: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Bukan Fakultas Komunikasi Massa. Hhee.

Empat tahun gue tutup dengan husnul khotimah, alhamdulillah. Hanya saja, kakak gue masih inget dengan janji gue untuk jadi PNS. Mau nggak mau, dengan setengah hati gue ikut-ikutan hanyut dalam euphoria tes CPNS. Ada kali tiga tes gue ikutin, alhamdulillah lagi nggak ada satupun yang lolos. Aheeyyy! *maafkan adikmu yan satu ini, Kakak...*

Iseng-iseng gue mencoba menjalin cita-cita yang sempa terkubur dalam-dalam: jadi reporter teve atau penyiar radio. Gue jajal ngelamar di sebuah majalah sambil terus istikhoroh dan berdoa: ya Allah, mudh-mudan ini adalah jalan yang terbaik buat hamba dan orang-orang sekitar. Kalau Kau ridho, permudahkan jalannya, ya Allah. Kalau Kau nggak ridho, pilihkan jalan lain, tapi masih jadi reporter juga ya, ya Allah. *doa yang maksa*

Dan tarraaa... Gue dipanggil! Apakah ini berarti Allah ridho? Insya Allah yang terbaik lah yeess, karena Kan ritual minta ridho-Nya lumayan kenceng.

Sampe sekarang alhamdulillah enjoy-enjoy aja. Kecuali satu: gelar "karyawan" yang masih nempel nggak mau pergi. Sebagai manusia biasa yang doyan berkeluh kesah, kadang nggak mensyukuri juga sih. Tapi gue punya jurus ampuh biar makin bersyukur.

Gelar Jurnalis yang melekat pasti dalam diri sepertinya membanggakan juga. Apalagi punya kartu sakti mandraguna: kartu pers, yang memungkinkan gue buat memasuki hotel-hotel berbintang dan tempat-tempat high class lain yang nggak semua orang bisa ke sana. Bisa icip-icip kuliner dari luar juga tanpa perlu pusing-pusing mikirin gimana bayarnya. Bisa refreshing seing-sering kalau lagi pusing. Bisa ketemu, ngobrol, dan foto-foto mereka sampe eneg. Dan lain-lain enaknya jadi jurnalis.

Tapi kok dari tadi curcolin perjalanan pendidikan dan kerjaan gue terus, yeesss? Mana curcolan tentang memilih pasangan-nya? Apa yang mau dihubungin n dibandingin, coba?

Hhee, jelas aja ada hubungannya, dooonk!
Gue mau menyangkal statement super duper lebay: Memilih Jurusan Sesulit Memilih Pasangan". Gue udah buktiin tuh, biar kata salah milih tempat belajar, gue happy-happy aja di dunia kerja! Apanya yang sesulit milih pasangan?

Jelas-jelas keduanya beda jalur. Beda mazhab. Beda aliran. Beda dunia! Yang satu jelas rumitnya, karena buat seumur hidup. Salah milih bisa bernasib tragis seperti hampir 80% artis Indonesia, yang doyannya kawin cerai. Makanya kudu bener-bener biar nggak salah pilih. Lidiniha dulu baru yang lain (Limaliha, Lijamaliha, Linasabiha *bener nggak tuh bahasa Zimbabwenya?). Kalau Lidiniha-nya nol besar, tanggung sendiri akibatnya!

Nah kalau yang satu lagi, rumit bin sulit juga sih... Tapi masih lebih lentur. Kalau terlanjur salah milih jurusan, kan bisa banting setir milih kerjaan yang kita senangi. Bukan beg beg begetoh?

Ya nggak gitu, dooonk... Masa kuliah mahal-mahal, kerjanya nggak nyambung dengan yang dipelajarin di kampus? Meding nggak usah kuliah aja sekalian kalau gitu. Kursus lebih murah!

Itu dia masalahnya. Banyak dari kita yang masih menjadikan pendidikan sebagai batu sandungan ketimbang batu loncatan. Bukan kata gue nih, lagi-lagi kata orang, dan orangnya adalah milyuner wanita Indonesia: Merry Riana.

Maksud, kalo kuliah di jurusan X, kerja juga kudu di ladang X. Dalihnya, udah ngelotok ilmunya, empat tahun belajar di kampus. Walaupun setengah hati juga jalaninnya.

Beda kalau orang yang menjadikan pendidikan sebagai batu loncatan. Kuliah di kampus Y, kerja di mana aja, yang penting sesuai passion! Nggak peduli meski kudu baning setir.

Lagian, nyari kerja sekarang kan susah buanget! Mending kalau jurusan yang kita ambil sesuai dengan passion kita, lah kalau kasusnya kayak gue (disetir keluarga) atau baru nyadar di tengah jalan kala ternyata jurusan yang diambil bukan kita banget, atau jurusan yang kita ambil banyak peminatnya hingga peluang bekerjanya sedikit, giimana dooonk?

Mau tetap ngoyo kerja sesuai jurusan yang kita ambil? Wah, itu si nambah susah hidup yan udah makin susah! Mempersempit celah rejeki juga!

Gue yakin banget dah sampe sekarang, kalau passion itu di atas seglanya. Mau gaji guede banget tapi nggak sesuai passion, cuma jadi robot! Nggak kan langgeng biasanya (itu sih gue, yeess). Sbaliknya, gaji pas-pasan tapi sesuai passion, hidup terasa bergelora. Hhee, apa dah?! Ya intinya, paling enak melakukan hal yang kita senangi dan dibayar pula.

Kalau sesuai passion, mau kuliah di jurusan A, kerja meleset jauh di jurusan Z. No problemo sangato, deeeh! Right?

Eniwey, dari tadi gue koar-koar tentang passion terus, yeesss... Apa sih artinya?

Gue jawab: Silakan cari di kamus bahasa Zimbabwe! XD

Lagi nulis tentang memilih pasangan. Hheee, sok banget kan gue? :-P

Rabu, 02 November 2011

Hiyaiiiiks, Gue Dikejar Artis!

Percaya nggak percaya, suka nggak suka, yang nggak percaya dan nggak suka jangan baca, but thats the fact. Gue yang baru beberapa tahun lagi akan mencapai kesuksesannya (yang ngaminin, gue doain balik biar enteng rejeki dan jodoh), dikejar-kejar oleh salah satu artis KCB (KaEnje Caem Buanget). Hheee, film besutan siapa tuh? Yang jelas bukan Tenung Baramantyo!

Oiya... Kalau boleh milih, act maunya sih dikejar-kejar Khairul Azzam Markojim, tapi apa mau dikata dikata mau apa kalau Allah belum mengijinkan? Yaudang, mungkin someday nggak tahu kapan kali yeesss...

Bersyukur aja deh seorang gue yang (sekali lagi gue tekankan) beberapa tahun lagi akan mencapai kesuksesannya, dikejar lawan mainnya Markojim: Markonah yang cantik jelita (bukan nama sebenarnya). Karena belom tentu orang lain bisa seberuntung gue pernah dikejar artis. Apalagi artis sesolehah Markonah. Right?

*Prok prok prok... Enje makin dewasa, nggak sih? Kata-katanya itu lho, very very something! Hhee!*

Beneran Nggak ada maksud berbangga hati atau pamer atau apalah menceritakan kejadian kemarin maghrib. Hanya ingin dipuji! *apa bedanya coba?!* Nggak lah, gue agak kurang suka pujian, actually. Sukanya sate padang berpiing-piring!

Orek... Melalui tulisan ini, justru gue ingin mengungkapkan betapa jernihnya hati si Markon. Nggak kurang nggak lebih.

Semua bermula setelah gue meminta ijin doi buat diwawancarain (biar gini-gini, gue jurnalis lho! Dari majalah ada deeeh *tebak-tebak buah gohok!). Ketika doi udah oke, kita pun berjalan menuju tempat wawancara yang udah disepakatin bareng. Doi jalan d depan, gue jalan di belakang bersama para fansnya yang bejubel pengen berfoto ria bareng doi.

Awalnya gue fikir everyhings gonna be OK lah. Akan lebih baiikan dan nggak serusuh ketika berlomba dengan kawan seprofesi gue saat mewawancarain artis. But oh but... Tettooot, i was wrong! Nyatanya, para fans Markonah lebih barbar dari teman-teman seprofesi yang pernah gue temui. Really-really tired, deeeh!

Can u imagine... ? Gue yang tadinya berjalan tepat di belakang si Markon, perlahan tergeser ke belakang. Para fans dari arah kanan sukses mencegat kami-kami yang sudah mengikuti Markon dari depan panggung.

Hingga puncaknya terjadi ketika sampai di pintu yang jalannya mulai mengecil, mereka yang di belakang mendorong-dorong paksa gue dan orang-orang di depan gue demi mengejar satu titik di barisan paling depan: Markonah sang pujaan!

Hampir aja gue putus asa dan memutuskan keluar dari barisan. Gue fikir, bisa aja Markonah lupa akan janjinya saking betenya dikejar-kejar fans yang bak Bonek di Surabaya dan Hooligan di Inggris. Ndesooo!

Dan owowow... Ternyata gue salah lagi! Diantara lautan jilbab warna/i di depan gue, dengan jelas gue liat si Markon membalikkan badan. Menyisir satu persatu kepala di depannya seperti mencari seseorang.

Ahhaaa... Pasti, pasti doi nyari-nyari gue! Langsung aja gue panggil-panggil namanya sambil melambai-lambai ke arahnya: Markon, Markoon, Markooon... Gue di sini!

Yeesss... Doi ngeliat gue! Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah lobi untuk memulai wawancara. Aheeyy, kumpulan manusia di depan belakang kiri kanan seperti lenyap seketika. Gue bakal mewawancarainya! Ya olooooh, mimpi apa emak gue semalem? Sesuatu!

Tapi MPman MPwati, senang yang berlebihan emang nggak baik yeesss... Allah bisa aja dengan mudah membalikkan rasa senang yang kita rasakan menjadi hal-hal yang ngak kita sukai, saat itu juga. Begitu juga dengan kesedihan yang berlebihan. Sama nggak baiknya deh.

Gue pun harus membayar mahal atas kesenengan berlebihan yang walau cuma beberapa detik tadi. Poses wawancara nggak semulus yang gue bayangin, lagi-lagi gegara ulah Para Markonah Lovers. Selama beberapa menit gue ngerasain kalau diri gue dan Markonah bak pinang dibelah kampak. Sama-sama berusaha menenangkan para fans-nya demi memulai wawancara. "Sebentar ya Kakak, kita mau wawancara nih, Kakak... Tenang sedikiit yaaa, Kakaaak..."


Lagi dan lagi dan lagi, mereka sulit diatur. Mngerubungi gue dan Markonah yang hanya berjarak lima puluh meteran. Mengacuhkan tugas dan profesi gue sebagai seorang Jurnalis! Semena-mena ey ey! BerUntung Markonah tetap okeh di depan handycam. Keren, kayak nggak ada kejadian apa-apa di sekeliling doi. Tenang tralala gituh...

Tapi dari kejadian gila itu gue banyak bekaca dan bertanya pada diri sendiri. Pernah nggak ya gue mengagumi seseorang sampe segitunya? Jujur... Pernah si sekali, waktu itu gue minta foto bareng Mas Ippho bada seminarnya. Tapi itu juga pas doi lagi berdiri sendiri di samping panggung, nggak norak deh caranya.

MPman MPwati juga gue yakin nggak ada yang segila mereka pastinya yeesss. Selain ngerugiin si artis, pasti ada pihak lain yang merasa dirugikan dari tingkah yang seperti itu deh. Ngak usah jauh-jauh cari siapa, karena gue salah satu korbannya. Hixxx, kasihanilah temanmu ini... o_O

alhamdulillah, selain hujan air, Utan Kayu juga hujan seperangkat komputer baru di meja gue :) terima kasih, ya Allah... selamat tinggal Lola (Loading lama)... :D

Tips Pintar Menulis Ala Oki Setiana Dewi

http://www.annida-online.com/artikel-4316-Tips%20Pintar%20Menulis%20Ala%20Oki%20Setiana%20Dewi.html
wawancara antara kakak kelas dengan kakak kelas :)

buat yang lagi lesu nulis, mudah2an bisa memompa semangatnya. Ayo nulis! :D

Selasa, 01 November 2011

Kejahatan di Atas Angkutan Umum Kembali Terjadi!

Tragis! Selasa sore, 1-11-2011, beneran menjadi sore kelabu sepanjang 23 tahun gue hidup di bumi indonesia.

Roda emang nggak pernah berhenti berputar, yeesss... Sorenya gue baru aja memandangi dan mewawancarai artis muslimah KW1 pemeran utama wanita film Ketika Tasbih Bercinta (KTB), Markonah (bukan nama sebenarnya). Eh, bada maghrib menjelang isya, ketika terjebak dalam macet sepanjang Tanjung Barat-Ranco, pemandangan betapa cantik, anggun dan solehahnya Markonah yang masih terbayang-bayang di pelupuk mata, ternodai dengan pemandangan paling porno dan jorok yang pernah gue lihat. Fyuuuuh, seandainya kemarin naik mobil pribadi (emang punya?!) pasti gue bakal teriak dengan tenaga paling dalam yang gue punya, "Enyahlah kalian dari depan mata gueee e e e!". Yah, berhubung masih setia dengan angkutan umum, tenaga dalam yang hampir keluar itu akhirnya hanya bisa gue telan sendiri dan gue keluarkan lewat lubang paling bawah. Ah, legaaa!

Gubuk derita emang pas disematkan kepada para pengguna angkutan umum di Jakarta. Selain menjadi pengguna jalan kelas tiga, lumutan bin jamuran tiap hari berurusan dengan kemacetan, juga sangat berrisiko menjadi korban kejahatan. Dan seorang Enje pun tak keinggalan menjadi korbannya!

Bayangin... Gue udah memilih tempat duduk yang menurut gue paling aman, yakni di bangku depan samping supir. Tapi ternyata gue salah. Di samping supir pun kejahatan dapat terjadi, tepatnya dari mobil di depan atau samping angkot yang gue naiki.

Jadi ceritanya, waktu lagi bete-bete ah bergumul dengan macet, dari mobil bak di arah jam 11 dari posisi duduk gue saat itu, terlihat pemandangan bentuk tubuh dari pinggul ke bawah tanpa busana selembar pun! Untuk menjaga gengsi, gue pun berpura-pura nggak liat. Bahkan gue usahain untuk merem-merem ayam biar bisa tertidur.

Tapi berhubung mata ini nggak mau diajak kompromi, gue pun sesekali melek-melem ikan untuk melihat kondisi sekitar dan memastikan bahwa pemandangan itu sudah hilang diberangus Satpol PP. Dan ah, harapan tinggal harapan, bukannya menghilang, pemandangan itu makin menja-jadi, Sodara/i. Bahkan stu diantara pelaku menggerak-gerakkan kakinya! Apa coba maksud mereka? Biar gue makin ngeh gitu dengan polah kelewaan mereka? Ingin kuteriak... Diriku melarang...

Lima menit, pemandangan masih sama juga. Bahkan kali ini lebih parah. Mereka yang tadinya di posisi jam11, berpindah tepat ke arah jam12. Dan itu berarti, mereka berdiri tepat di depan pelupuk mata gue!

Srooot... Srooot.. Srooot!

Ah, apa itu?

Siaaaal! Beberapa kali mereka buang hajat di depan mata gue. Keji... Mereka anggap apa muka gue? Jamban, kah?

Antara mau muntah, nangis dan teriak karena merasa telah menjadi korban kejahatan di atas angkutan umum, berkumpul jadi satu dalam hati ini. Huwaaaa, tangis gue dalam hati akhirnya.

Dalam tangis, Gue terheran-heran, masa iya sih supir di sebelah gue nggak ngeliat pemandangan melecehkan di depan matanya? Apa dia sudah terbiasa melihat kejahatan di atas angkutan umum, hingga hatinya tak tergerak untuk menolong gue menyingkirkan pemandanan itu? Ya Allah, ampuni segala dosanya, lancarkan rejekinya, karuniakan kesehatan pada anak isterinya dan.... Karuniakan aku jodoh yang soleh, ya Allah. (hheee, dosa orang terzolimi kan diijabah, yeesss?)

Akhirnya, setelah Bosan berprasangka dan mengharap bantuan Satpol PP yang tak kunjung datang, gue pun nyerah! Sepertinya emang sudah ditakdrkan untuk menghadapi ini semua dengan lapang dada. Gue tarik nafas panjang sambil menegakkan kembali posisi duduk yang agak tertekuk saking lemasnya sejak awal kejahatan ini.

Satu menit...
Dua menit...
Lima menit...
Tunggu, ada yang aneh dengan pemandangan di depan gue. Kasian banget, sungguh merupakan kejahatan abad modern! Kepala itu, kepala mereka, kepala pelaku kejahatan di depan gue, terikat ke bawah! Terlihat jelas dari celah kaki mereka. Apalagi mereka berempat yang berbadan lumayan bohai berhimpit-himpitan dalam mobil bak berukuran kecil itu. OwEnJe... Poor them!

Semua perasaan terlecehkan dan terzolimi yang tadi membara lumayan lama, mendadak berubah menjadi rasa iba pada diri mereka. Kali ini gue yakin banget, apa yang mereka lakukan tadi adalah untuk menunjukkan kepada gue, betapa mnderita dan tersiksanya diri mereka. Nggak berprikemanusiaannya supir yang mengangkut mereka! Ckckck...

Ya Allah, apa yang bisa gue lakukan? Hingga mobil kami berpisah pun gue nggak melakukan apa-apa terhadap empat mereka. Hanya belas kasih yang bisa gue berikan. Mohon maaf, Kawan...

*Tulisan ini spesial gue tulis buat kalian, empat sapi di atas mobil bak depan angkot T19 yang gue naiki. Mungkin umur kalian tinggal menghitung hari. Tapi penderitaan kalian akan terus gue kenang dan menjadi pelajaran paling mahal dalam hidup gue. Gue berjanji... Kalau Allah memberi kesempatan gue untuk berbisnis hewan kurban di tahun-tahun mendatang, gue akan memperlakukan anak cucu kalian dengan sebaik-baiknya, insyaAllah.