Kamis, 29 Desember 2011
Rabu, 28 Desember 2011
Bumi Cinta vs Galaksi Cinta
MPmania... pernah merasakan gimana Beda asyiknya mencinta di Bumi Cinta dan Galaksi Cinta? Ah, no no no, harusnya pertanyaan pertamanya adalah: tahu atau pernah dengar istilah Bumi Cinta dan Galaksi Cinta?
Kalau ada yang bilang pernah, ah, ngibul banget tuh orang! Secara, dua istilah (di blog) ini gue yang buat. So, udah pasti nggak ada yang tahu atau pernah dengar dua istilah di atas. Gue jamin! #sok!
Halah, berbelit-belit, nggak to the point!
Baiklah baiklah baiklah... Awalan, Tepatnya setelah menyelami dunia cinta Ajuj dan Kinanthi dalam novel keren bin oke maha karya Mas Tasaro GK yang nggak baca bakal nyesel tujuh turunan delapan tanjakan (lebeh tapi fakta), gue pun mendapat impress tersendiri dari judul yang doi aangkat: Galaksi Kinanthi. Mantafff!
Emang dahsyat dah aktivitas membaca. Dari novel itu, dua istilah berkaitan dengan mencinta, berkelebat gelisah dalam benak gue bermalam-malam. Eit, jangan salah kira, minta dituliskan, maksudnya. Hheee...
Satu bisikan aneh terus terngiang membisik sampai mengganggu tidur gue: duhai, Enje... mencintalah siapa saja. Tapi.... Mencintalah di Galaksi Cinta, jangan di Bumi Cinta!
Dan selalu aja, tiap gue mendongakkan kepala dan bertanya 'kenapa begitu?', BLAST! Bisikan itu seperti hilang terbawa angin lalu. Yaaahhh...
Finally, beberapa malam gue pikir pikir dan timbang timbang, dapatlah itu jawaban yang gue karang sendiri pake jurus sakti mandraguna: kirologi! (baca: ilmu yang mempelajari tentang kira-kira)
Mau tau mau tau mau tau, jawabannya? *pakai gaya Ust. Maulana :-P
Begini jawabannya...
Pertama, mari kita bandingkan dari segi ukuran dan besarnya. Yang namanya galaksi (bima sakti), kan lebih lebih luas dari bumi, yeesss? Secara, bumi aja, kan, hanyalah satu di antara sekian juta biintang di galaksi (bima sakti). Jadi, kesimpulan gue: mencinta di Galaksi Cinta, itu konteksnya selalu lebih luas dibanding mencinta di Bumi Cinta.
Mungkin ini ada hubungannya juga sama kondisi kekinian di mana di mana di mana banyak muda mudi yang memaknai kata cinta sebatas hubungan laki-laki perempuan. Gue cinta elo, selesai! Cuma melibatkan dua insan, dibatasin syarat-syarat fisik pula. Kalau bahasa gue: cuma mencinta di Bumi Cinta. Sempit banget jangkauannya!
Beda kalau mencinta di Galaksi Cinta. Widiiih... Makna cinta yang bersemi di sana luas b-g-t. Luas seluasnya! Ada gue, elo, dia, mereka, kita semua yang saling mencinta tanpa dibatasin syarat-syarat fisik yang sering bikin sirik. Gue cinta nyak babeh gue. Elo cinta guru, ustadzah, n dosen lo. Mereka yang kaya cinta yang miskin. Dan kita semua cinta sodara-i seiman di Palestina, Afgan, Bosnia, Pattani, Myanmar, n di belahan bumi lainnya. Wow, this is it! The biggest love in Galaksi Cinta. Aheeyyy!
Then, Alasan kedua kenapa kudu mencinta di Galaksi Cinta ketimbang Bumi Cinta (noted: masih memakai ilmu kirologi, lho, yeesss!), mari kita bandingkan dari sisi hingar bingar yang terjadi di dalam keduanya. Kerumitannya masing-masing.
Semua sepakat kalau di belahan bumi manapun, selalu ada hingar bingar. Mau itu berupa KDRT, perploncoan dalam ospek mahasiswa, tawuran ala pelajar camen, human trafficking, big hole antara si kaya dan si miskin, gunung meletus, banjir bandang, pembalakan hutan, dllsb.
Intinya, di bumi itu terjadi hingar bingar. Tapi di galaksi (bima sakti) yang jauh lebih luas dan besar, hingar bingarnya lebih lebih. Gue nggak ngerti-ngerti amat, actually. Tapi yang gue tahu, di sana sangatlah rusuh. Nggak beraturan. Tiap waktu terjadi tumbukan, tabrakan antara satu bintang dengan bintang lain. Dhuaaarrr, jelegaarrr, pletaaarrr! So busy! *Hheee, sorry, cuma itu yang gue tangkap dari novel Galaksi Kinanthy XD.
Gue cuma mau bilang, kalau kita mencinta di Galaksi Bumi, hingar bingarnya, gesekan-gesekannya, kalah jauh sama kalau kita mencinta di Galaksi Cinta.
Di Bumi Cinta, hingar bingarnya palingan cuma berkisar antara fisik lo sudah nggak bohay lagi, atau sudah ada yang kebohayan fisiknya melebihi lo, atau ortu gue sudah memilihkan yang lain (halasan!), atau bahkan dompet lo udah makin tiris! Hheee.
Tapi di Galaksi Cinta, hingar bingarnya... Beuwh... Banyak ujiannya! Bisa karena ortu kita sudah semakin uzur hingga membutuhkan kesabaran n kecintaan yang lebih lebih, bisa karena ustadzah kita pingin bacaan Quran muridnya lebih bagus lagi makanya nggak kunjung dilulusin, bisa karena banyak yang jadi orang kayanya instan bin simsalabim sampai lupa sama mereka yang kondisinya sama kayak kondisi dia dulu, bisa juga karena ada super power zolim di tingkat dunia sampai keadilan di depan matanya sirna. Intinya, rumit banget. Complicated kalau kata Avril Lavigne ;-) .
Tapi eh tapi... Kerumitan dan hingar bingarnya yang super dahsyat itu lah yang membuat mencinta di Galaksi Cinta lebih berasa keabadiannya. Bukan cuma sebatas riak riak rasa, tapi sampai ke ombak rasa. Jangan coba-coba ganggu ortu, ustadzah, si miskin, dan sodara seiman gue. Kalau nggak... Byuuurrr! *bunyi ombak
Hheee... Agak seriusan n sulit dicerna, yak? Lagi lagi, begini nih dahsyatnya sebuah buku bacaan. Bisa menggoda mazhab kepenulisan yang selama ini kita anut!
Last but not least...
Mari, mari sama-sama belajar mencinta di Galaksi Cinta... XD
[tulisan paling sotoy si Enje ;-) ]
Kalau ada yang bilang pernah, ah, ngibul banget tuh orang! Secara, dua istilah (di blog) ini gue yang buat. So, udah pasti nggak ada yang tahu atau pernah dengar dua istilah di atas. Gue jamin! #sok!
Halah, berbelit-belit, nggak to the point!
Baiklah baiklah baiklah... Awalan, Tepatnya setelah menyelami dunia cinta Ajuj dan Kinanthi dalam novel keren bin oke maha karya Mas Tasaro GK yang nggak baca bakal nyesel tujuh turunan delapan tanjakan (lebeh tapi fakta), gue pun mendapat impress tersendiri dari judul yang doi aangkat: Galaksi Kinanthi. Mantafff!
Emang dahsyat dah aktivitas membaca. Dari novel itu, dua istilah berkaitan dengan mencinta, berkelebat gelisah dalam benak gue bermalam-malam. Eit, jangan salah kira, minta dituliskan, maksudnya. Hheee...
Satu bisikan aneh terus terngiang membisik sampai mengganggu tidur gue: duhai, Enje... mencintalah siapa saja. Tapi.... Mencintalah di Galaksi Cinta, jangan di Bumi Cinta!
Dan selalu aja, tiap gue mendongakkan kepala dan bertanya 'kenapa begitu?', BLAST! Bisikan itu seperti hilang terbawa angin lalu. Yaaahhh...
Finally, beberapa malam gue pikir pikir dan timbang timbang, dapatlah itu jawaban yang gue karang sendiri pake jurus sakti mandraguna: kirologi! (baca: ilmu yang mempelajari tentang kira-kira)
Mau tau mau tau mau tau, jawabannya? *pakai gaya Ust. Maulana :-P
Begini jawabannya...
Pertama, mari kita bandingkan dari segi ukuran dan besarnya. Yang namanya galaksi (bima sakti), kan lebih lebih luas dari bumi, yeesss? Secara, bumi aja, kan, hanyalah satu di antara sekian juta biintang di galaksi (bima sakti). Jadi, kesimpulan gue: mencinta di Galaksi Cinta, itu konteksnya selalu lebih luas dibanding mencinta di Bumi Cinta.
Mungkin ini ada hubungannya juga sama kondisi kekinian di mana di mana di mana banyak muda mudi yang memaknai kata cinta sebatas hubungan laki-laki perempuan. Gue cinta elo, selesai! Cuma melibatkan dua insan, dibatasin syarat-syarat fisik pula. Kalau bahasa gue: cuma mencinta di Bumi Cinta. Sempit banget jangkauannya!
Beda kalau mencinta di Galaksi Cinta. Widiiih... Makna cinta yang bersemi di sana luas b-g-t. Luas seluasnya! Ada gue, elo, dia, mereka, kita semua yang saling mencinta tanpa dibatasin syarat-syarat fisik yang sering bikin sirik. Gue cinta nyak babeh gue. Elo cinta guru, ustadzah, n dosen lo. Mereka yang kaya cinta yang miskin. Dan kita semua cinta sodara-i seiman di Palestina, Afgan, Bosnia, Pattani, Myanmar, n di belahan bumi lainnya. Wow, this is it! The biggest love in Galaksi Cinta. Aheeyyy!
Then, Alasan kedua kenapa kudu mencinta di Galaksi Cinta ketimbang Bumi Cinta (noted: masih memakai ilmu kirologi, lho, yeesss!), mari kita bandingkan dari sisi hingar bingar yang terjadi di dalam keduanya. Kerumitannya masing-masing.
Semua sepakat kalau di belahan bumi manapun, selalu ada hingar bingar. Mau itu berupa KDRT, perploncoan dalam ospek mahasiswa, tawuran ala pelajar camen, human trafficking, big hole antara si kaya dan si miskin, gunung meletus, banjir bandang, pembalakan hutan, dllsb.
Intinya, di bumi itu terjadi hingar bingar. Tapi di galaksi (bima sakti) yang jauh lebih luas dan besar, hingar bingarnya lebih lebih. Gue nggak ngerti-ngerti amat, actually. Tapi yang gue tahu, di sana sangatlah rusuh. Nggak beraturan. Tiap waktu terjadi tumbukan, tabrakan antara satu bintang dengan bintang lain. Dhuaaarrr, jelegaarrr, pletaaarrr! So busy! *Hheee, sorry, cuma itu yang gue tangkap dari novel Galaksi Kinanthy XD.
Gue cuma mau bilang, kalau kita mencinta di Galaksi Bumi, hingar bingarnya, gesekan-gesekannya, kalah jauh sama kalau kita mencinta di Galaksi Cinta.
Di Bumi Cinta, hingar bingarnya palingan cuma berkisar antara fisik lo sudah nggak bohay lagi, atau sudah ada yang kebohayan fisiknya melebihi lo, atau ortu gue sudah memilihkan yang lain (halasan!), atau bahkan dompet lo udah makin tiris! Hheee.
Tapi di Galaksi Cinta, hingar bingarnya... Beuwh... Banyak ujiannya! Bisa karena ortu kita sudah semakin uzur hingga membutuhkan kesabaran n kecintaan yang lebih lebih, bisa karena ustadzah kita pingin bacaan Quran muridnya lebih bagus lagi makanya nggak kunjung dilulusin, bisa karena banyak yang jadi orang kayanya instan bin simsalabim sampai lupa sama mereka yang kondisinya sama kayak kondisi dia dulu, bisa juga karena ada super power zolim di tingkat dunia sampai keadilan di depan matanya sirna. Intinya, rumit banget. Complicated kalau kata Avril Lavigne ;-) .
Tapi eh tapi... Kerumitan dan hingar bingarnya yang super dahsyat itu lah yang membuat mencinta di Galaksi Cinta lebih berasa keabadiannya. Bukan cuma sebatas riak riak rasa, tapi sampai ke ombak rasa. Jangan coba-coba ganggu ortu, ustadzah, si miskin, dan sodara seiman gue. Kalau nggak... Byuuurrr! *bunyi ombak
Hheee... Agak seriusan n sulit dicerna, yak? Lagi lagi, begini nih dahsyatnya sebuah buku bacaan. Bisa menggoda mazhab kepenulisan yang selama ini kita anut!
Last but not least...
Mari, mari sama-sama belajar mencinta di Galaksi Cinta... XD
[tulisan paling sotoy si Enje ;-) ]
Selasa, 27 Desember 2011
Flickr: Enjeklopedia's Photostream
http://www.flickr.com/photos/enjeklopedia/
tarraaa... ini dia sekolah paling keren se-Blok M, Mahakam (ya eyalah... secara cuma satu sekolah di Mahakam. Ixixix). Yuk mampir2 menikmati suasana hijau yg dipadu padan dengan arsitektur minimalis... :D
tarraaa... ini dia sekolah paling keren se-Blok M, Mahakam (ya eyalah... secara cuma satu sekolah di Mahakam. Ixixix). Yuk mampir2 menikmati suasana hijau yg dipadu padan dengan arsitektur minimalis... :D
Senin, 26 Desember 2011
Nyanyian Akhir Bulan
Hampa Dompetmu
By: Ungu feat Iis Kembang Tujuh Rupa
Pernahkah kau merasa...
Pernahkah kau merasa...
Cukup sudah kuhabiskan uangku
Cukup sudah kugerogoti tabunganku
Mati sudah hidup ini tanpanya (uang)
Mati sudah hasrat ingin menghamburkannya (uang)
Pernahkah kau merasa dompetmu hampa
Pernahkah kau merasa tabunganmu kosong
Buang saja semua kata borosku
Buang saja semua keinginan ngutangku
Hancur sudah hati ini tanpanya (uang)
Hancur sudah hasrat ingin menghamburkannya (uang)
Pernahkah, pernahkah kau merasa
Di kala siang datang terasa gelap gulita
Tiada uang hanya penyesalan dan utang
Tak ada lagi suka tak ada foya foya
Pernahkah, pernahkah pernahkah pernahkah pernahkah, pernahkah kau merasa
Di saat kantong hampa
Meski keinginan belanja kian beradu saling mengadu
Kau tetap terlelap dalam tidurmu
Dangdut:
Maafkan aku dompetku
Bukan maksud menghabisimu, mengurasmu
Ampuni aku tabunganku
Cukup katakan aku tak lagi menarikmu
Pernahkah kau merasa
Pernahkah kau merasa
Pernahkah kau merasa...
#Kidding XD
By: Ungu feat Iis Kembang Tujuh Rupa
Pernahkah kau merasa...
Pernahkah kau merasa...
Cukup sudah kuhabiskan uangku
Cukup sudah kugerogoti tabunganku
Mati sudah hidup ini tanpanya (uang)
Mati sudah hasrat ingin menghamburkannya (uang)
Pernahkah kau merasa dompetmu hampa
Pernahkah kau merasa tabunganmu kosong
Buang saja semua kata borosku
Buang saja semua keinginan ngutangku
Hancur sudah hati ini tanpanya (uang)
Hancur sudah hasrat ingin menghamburkannya (uang)
Pernahkah, pernahkah kau merasa
Di kala siang datang terasa gelap gulita
Tiada uang hanya penyesalan dan utang
Tak ada lagi suka tak ada foya foya
Pernahkah, pernahkah pernahkah pernahkah pernahkah, pernahkah kau merasa
Di saat kantong hampa
Meski keinginan belanja kian beradu saling mengadu
Kau tetap terlelap dalam tidurmu
Dangdut:
Maafkan aku dompetku
Bukan maksud menghabisimu, mengurasmu
Ampuni aku tabunganku
Cukup katakan aku tak lagi menarikmu
Pernahkah kau merasa
Pernahkah kau merasa
Pernahkah kau merasa...
#Kidding XD
Minggu, 25 Desember 2011
Flickr: Enjeklopedia's Photostream
http://www.flickr.com/photos/enjeklopedia/?saved=1
yang beloman pernah ke Taman Matahari, Puncak, mampir2 di mari, yuuuuk :)
yang beloman pernah ke Taman Matahari, Puncak, mampir2 di mari, yuuuuk :)
Jumat, 23 Desember 2011
Rabu, 21 Desember 2011
Senin, 19 Desember 2011
Zombie!
Mentemen pernah dengar lagu Zombie? Pernah, pernah? Itu lho, lagu dangdut yang booming di era 2010, dinyanyiin sama Trio Macan... Eh, itu mah Kucing Garong, ding! Huwahaha, garink tuwenan! Yang benar, itu salah satu lagu The Cranberries yang beken di awal-awal 90an.
Kalau boleh cerita, jujur gue punya pengalaman tersendiri dengan lagu satu ini dulu dan sekarang. Seinget gue, lagu bahasa inggris perta ma (kira-kira pas gue kelas 1 MI) yang gue tau n yang pede gue nyanyiin (pas bagian ekornya doank sih) dengan suara lantang, ya lagu Zombie ini. Waktu itu murni sering gue nyanyiin karena suka dengerin kakak ngulang-ngulang lagu ini di dalam rumah. So, bener bener kayak burung beo, nggak tau apa artinya!
Belakangan gue lumayan suka dengerin lagi nih lagu. Bedanya udah ada upaya cari tau lah, apa n siapa sih yang dimaksud dengan zombie? dan Seiring waktu gue nyanyiin lagu ini, kok ada hubungannya ya sama keseharian gue? Eng ing eng... Tarraaa... Sim salabim... Gue seperti berubah jadi zombie, dah!
Emang nggak seperti zombie yang dimaksud penyanyinya: penjahat perang tingkat dunia yang menurut gue cocok disematkan untuk zionis Israel yang selonong boy nyaplok tanah orang n dengan tega tingkat advance ngebunuhin si empunya tanah. 7 kata buat mereka: Hoooy, go to hell, kalian para zion!
Gue nggak memerangi orang baik secara lisan maupun fisik (mudah mudahan bener adanya). Sumpedeee enggak! Tapi faktanya gue berubah menjadi zombie, yang walaupun secara fisik hidup, namun nggak secara jiwa. Dan ini berakibat fatal terhadap pencapaian gue di dunia blogger di penghujung 2011 ini. Aarrgghh!
Targetnya, akhir tahun ini gue harus genap nulis 100 postingan di MP. detik detik penghabisan, pas udah tinggal 20 postingan lagi, eh gue mendadak jadi zombie! Hidup sih, beraktivitas sih, berinteraksi sih... Tapi semua seakan nggak nyata. Hikmah yang selalu gue yakini terserak di sekeliling, seakan pergi menjauh sejauhnyah dari segala sisi kehidupan gue. Akibatnya, ide buat nulis pun nol besar!
Noted: bukan hikmah yang salah, emang dasar guenya a ja yang dudul! Usut punya usut, selidik punya selidik, setelah beberapa kali gue kaji kenapa kenapa kenapanya, Akhirnya fix gue temukan musababnya. Yoy, interaksi gue dengan Quran yang minim kemarin kemarin (wanita punya urusan).
Waktu ada pelatihan yang salah satu pesertanya ustadz di kantor gue, amat sangat terkejut gue dengan kenyataan bahwa beliau mampu merekam ilmu yang disampaikan si trainer dengan sangat baiknya. Ini terbukti waktu para peserta diminta untuk berpendapat dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Padahal usia beliau sudah hampir kepala lima, lho!
Itu baru satu bukti kedahsyatan Quran bagi yang dekat dekat dengannya. Ada lagi pengalaman gue digodain mereka yang berasal dari dunia lain waktu interaksi dengan Quran kurang, sedang interaksi dengan dunia begitu erat. Beuwh, nyeselnya sampai ke ubun ubun, bow! Ini kali pertama gue digodain mereka yang namanya nggak boleh disebut di siang lobong.
Emang deh, nggak pernah nyesel orang yang selalu menjaga interaksinya dengan Quran, pun cuma sekedar membacanya. Di dunia mulia, di akhirat lebih lebih...!
Apalagi buat yang sering ngerasain mau rajin update tulisan di blog, tapi bingung apa yang mau ditulis. Harus mulai dari mana. Tulisan macem apa yang seru tapi tetep sarat manfaat buat pembaca.
Ini nasehatin diri gue sendiri, sih... Tapi kali ada yang mau numpang nguping. Hheee... Yuk deh, kita jaga kedekatan seluruh jiwa dan raga dengan al-Quran yang mulia. Nyanyi boleh-boleh aja, asal jangan kebanyakan! Okokok... ^___^b
Kalau boleh cerita, jujur gue punya pengalaman tersendiri dengan lagu satu ini dulu dan sekarang. Seinget gue, lagu bahasa inggris perta ma (kira-kira pas gue kelas 1 MI) yang gue tau n yang pede gue nyanyiin (pas bagian ekornya doank sih) dengan suara lantang, ya lagu Zombie ini. Waktu itu murni sering gue nyanyiin karena suka dengerin kakak ngulang-ngulang lagu ini di dalam rumah. So, bener bener kayak burung beo, nggak tau apa artinya!
Belakangan gue lumayan suka dengerin lagi nih lagu. Bedanya udah ada upaya cari tau lah, apa n siapa sih yang dimaksud dengan zombie? dan Seiring waktu gue nyanyiin lagu ini, kok ada hubungannya ya sama keseharian gue? Eng ing eng... Tarraaa... Sim salabim... Gue seperti berubah jadi zombie, dah!
Emang nggak seperti zombie yang dimaksud penyanyinya: penjahat perang tingkat dunia yang menurut gue cocok disematkan untuk zionis Israel yang selonong boy nyaplok tanah orang n dengan tega tingkat advance ngebunuhin si empunya tanah. 7 kata buat mereka: Hoooy, go to hell, kalian para zion!
Gue nggak memerangi orang baik secara lisan maupun fisik (mudah mudahan bener adanya). Sumpedeee enggak! Tapi faktanya gue berubah menjadi zombie, yang walaupun secara fisik hidup, namun nggak secara jiwa. Dan ini berakibat fatal terhadap pencapaian gue di dunia blogger di penghujung 2011 ini. Aarrgghh!
Targetnya, akhir tahun ini gue harus genap nulis 100 postingan di MP. detik detik penghabisan, pas udah tinggal 20 postingan lagi, eh gue mendadak jadi zombie! Hidup sih, beraktivitas sih, berinteraksi sih... Tapi semua seakan nggak nyata. Hikmah yang selalu gue yakini terserak di sekeliling, seakan pergi menjauh sejauhnyah dari segala sisi kehidupan gue. Akibatnya, ide buat nulis pun nol besar!
Noted: bukan hikmah yang salah, emang dasar guenya a ja yang dudul! Usut punya usut, selidik punya selidik, setelah beberapa kali gue kaji kenapa kenapa kenapanya, Akhirnya fix gue temukan musababnya. Yoy, interaksi gue dengan Quran yang minim kemarin kemarin (wanita punya urusan).
Waktu ada pelatihan yang salah satu pesertanya ustadz di kantor gue, amat sangat terkejut gue dengan kenyataan bahwa beliau mampu merekam ilmu yang disampaikan si trainer dengan sangat baiknya. Ini terbukti waktu para peserta diminta untuk berpendapat dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Padahal usia beliau sudah hampir kepala lima, lho!
Itu baru satu bukti kedahsyatan Quran bagi yang dekat dekat dengannya. Ada lagi pengalaman gue digodain mereka yang berasal dari dunia lain waktu interaksi dengan Quran kurang, sedang interaksi dengan dunia begitu erat. Beuwh, nyeselnya sampai ke ubun ubun, bow! Ini kali pertama gue digodain mereka yang namanya nggak boleh disebut di siang lobong.
Emang deh, nggak pernah nyesel orang yang selalu menjaga interaksinya dengan Quran, pun cuma sekedar membacanya. Di dunia mulia, di akhirat lebih lebih...!
Apalagi buat yang sering ngerasain mau rajin update tulisan di blog, tapi bingung apa yang mau ditulis. Harus mulai dari mana. Tulisan macem apa yang seru tapi tetep sarat manfaat buat pembaca.
Ini nasehatin diri gue sendiri, sih... Tapi kali ada yang mau numpang nguping. Hheee... Yuk deh, kita jaga kedekatan seluruh jiwa dan raga dengan al-Quran yang mulia. Nyanyi boleh-boleh aja, asal jangan kebanyakan! Okokok... ^___^b
Minggu, 18 Desember 2011
Jumat, 16 Desember 2011
Panggilan Mak
http://www.annida-online.com/artikel-4660-Panggilan%20Mak.html
Cerpen yang bikin gue nggak jadi berangkat ngaji bulanan. Huh, untung aja ini cerpen bagus bin bermutu! Kalau nggak... *ngedumel
Tapi beneran bagus, Mamen! Mengahru birruuu! :D
Cerpen yang bikin gue nggak jadi berangkat ngaji bulanan. Huh, untung aja ini cerpen bagus bin bermutu! Kalau nggak... *ngedumel
Tapi beneran bagus, Mamen! Mengahru birruuu! :D
Rabu, 14 Desember 2011
Cadasss... Ciledug Meledug!
Setelah Mesir, Libya dan beberapa negara Timur Tengah, kini giliran Ciledug yang meledug, eh bergejolak. Yeah, Rock Ciledugers!
Malam ini (14/12/11) akan menjadi saksi sejarah bagaimana keberanian rakyat Ciledug melawan kesewenang-wenangan pihak Metro Mini 69 terhadap para penumpangnya.
Bayangin... Setelah mereka capek-capek berjibaku seharian dengan aktivitas Jakarta dan berharap dapat menyandarkan tubuh barang sejenak dalam besi orange (MM69), di setengah perjalanan (Cipulir sampai Kreo) dengan semena-mena ey ey, para supir dan kenek MM69 zolim itu menyuruh para penumpangnya turun dan pindah ke angkutan lain.
Mending kalau angkutan lainnya itu kosong, lah kalau penuh... Mereka pun harus berdiri mau nggak mau. Belum lagi kalau macet tak kunjung usai, semakin berlipatlipatlah kecapekan mereka. And you know... Kejadian ini berlangsung hampir tiap hari!
Ini pastinya akumulasi kekecewaan mereka terhadap super duper buruknya pelayanan yang diberikan. Setelah selama ini mereka hanya dapat ngedumel baik secara munfarid maupun berjamaah, dumelan itupun akhirnya meledug juga.
Antara sedih dan bahagia gue melihat kenyataan ini. Bahagia karena akhirnya kesewenangan MM69 dapat terkalahkan. Sedih karena saat kejadian gue hanya berada di posisi penonton. Aaargh!
Padahal, pernah satu dua kali gue memimpin pergerakan ini. Waktu itu gue jadi korban penurunan secara paksa bersama belasan penumpang lain. Sebelum semua penumpang menurut turun dengan setengah hati, gue berdiri mendahului sambil (sok) berkoar memprovokasi di depan pintu depan, ngajak penumpang lain untuk nggak menuruti pekataan si kenek.
"Jangan mau pindah, Bapak-bapak Ibu-ibu. Tadi bilangnya sampe Ciledug, sekarang malah kita disuruh turun di tengah jalan. Seenaknya aja mereka!"
Alamdulillah waktu itu ada satu dua yang dukung aksi (sok) jagoan gue, sebenarnya.
"Iya, jangan mau, Pak Bu!"
"Tau nih, kebiasaan. Kurang ajar mereka! Duduk lagi aja, jangan mau turun!"
Tapi apa lacur, biar kata pada nggak suka dengan penindasan dan kesewenang-wenanan ini, kebanyakan penumpang masih juga nurut (apa takut?) dengan gertakan khas supir dan kenek MM69.
"Kosong itu, Pak Bu, bis yang belakang. Ayo cepat turun! Kita mau muter balik kejar setoran!"
"Bah, nyebelin! Liat aja pembalasan gue!" dumel gue dalam hati, kala itu.
Dan tarraaa...
Kini kedongkolan gue terbayarkan sudah. Di depan mata kepala gue, belasan penumpang yang terdiri dari beberapa elemen (ibu-ibu, bapak-bapak, om-om, anak muda) bersatu padu melawan kesongongan kenek bis yang mereka naikin (bis di depan bis gue).
Tiga kata buat mereka: Amazing! Great! Cool!
Di tengah jalan, tanpa dikomandoi mereka membagi tugas perlawanan malam tadi. Beberapa Bapak meladeni adu mulut dengan sang kenek songong hingga nyaris terjadi adu fisik. Beberapa Bapak dan ibu ada yang membuat panas suasana hingga menyulut emosi penumpang di dalam bis yang gue naikin. Beberapa ibu lagi teriak-teriak heroik memarahi supir bis yang gue naikin agar nggak ngangkut mereka.
Dan sukses ses ses! Bis yang sudah muter balik ke arah blok M, itu muter kembali ke arah Ciledug. Yeaaahhh! Prok prok prok!
Baru kali ini gue ngeliat lunturnya kepongahan supir n bis MM69. Kalau biasa mereka membentak dan memperlakukan penumpang layaknya anak-anak yang bisa dimarahi seenak udelnya, kini mereka diam seribu bahasa dengan tampang kalahnya.
Bukan hanya supir n kenek bis di depan gue, tapi juga supir n kenek di bis yang gue taiki. Sepanjang Cipulir-Kreo, tak henti-hentinya kami mengomentari peristiwa pemberontakan itu.
"Rasain! Emang harus digituin sekali kali. Biar nggak nurunin penumpang lagi seenaknya!"
"Haha... Emang enak! Pelajaran buat supir-supir yang lain. Jangan semena-mena sama penumpang! Dikira kita nggak bisa ngelawan?!"
Dll koor makian dari bibir penumpang MM69 yang gue naikin. Dan supirnya... Manyun, Sodara-sodara!"
*curcolan malam pengguna MM69 yang sering dizolimi XD
Malam ini (14/12/11) akan menjadi saksi sejarah bagaimana keberanian rakyat Ciledug melawan kesewenang-wenangan pihak Metro Mini 69 terhadap para penumpangnya.
Bayangin... Setelah mereka capek-capek berjibaku seharian dengan aktivitas Jakarta dan berharap dapat menyandarkan tubuh barang sejenak dalam besi orange (MM69), di setengah perjalanan (Cipulir sampai Kreo) dengan semena-mena ey ey, para supir dan kenek MM69 zolim itu menyuruh para penumpangnya turun dan pindah ke angkutan lain.
Mending kalau angkutan lainnya itu kosong, lah kalau penuh... Mereka pun harus berdiri mau nggak mau. Belum lagi kalau macet tak kunjung usai, semakin berlipatlipatlah kecapekan mereka. And you know... Kejadian ini berlangsung hampir tiap hari!
Ini pastinya akumulasi kekecewaan mereka terhadap super duper buruknya pelayanan yang diberikan. Setelah selama ini mereka hanya dapat ngedumel baik secara munfarid maupun berjamaah, dumelan itupun akhirnya meledug juga.
Antara sedih dan bahagia gue melihat kenyataan ini. Bahagia karena akhirnya kesewenangan MM69 dapat terkalahkan. Sedih karena saat kejadian gue hanya berada di posisi penonton. Aaargh!
Padahal, pernah satu dua kali gue memimpin pergerakan ini. Waktu itu gue jadi korban penurunan secara paksa bersama belasan penumpang lain. Sebelum semua penumpang menurut turun dengan setengah hati, gue berdiri mendahului sambil (sok) berkoar memprovokasi di depan pintu depan, ngajak penumpang lain untuk nggak menuruti pekataan si kenek.
"Jangan mau pindah, Bapak-bapak Ibu-ibu. Tadi bilangnya sampe Ciledug, sekarang malah kita disuruh turun di tengah jalan. Seenaknya aja mereka!"
Alamdulillah waktu itu ada satu dua yang dukung aksi (sok) jagoan gue, sebenarnya.
"Iya, jangan mau, Pak Bu!"
"Tau nih, kebiasaan. Kurang ajar mereka! Duduk lagi aja, jangan mau turun!"
Tapi apa lacur, biar kata pada nggak suka dengan penindasan dan kesewenang-wenanan ini, kebanyakan penumpang masih juga nurut (apa takut?) dengan gertakan khas supir dan kenek MM69.
"Kosong itu, Pak Bu, bis yang belakang. Ayo cepat turun! Kita mau muter balik kejar setoran!"
"Bah, nyebelin! Liat aja pembalasan gue!" dumel gue dalam hati, kala itu.
Dan tarraaa...
Kini kedongkolan gue terbayarkan sudah. Di depan mata kepala gue, belasan penumpang yang terdiri dari beberapa elemen (ibu-ibu, bapak-bapak, om-om, anak muda) bersatu padu melawan kesongongan kenek bis yang mereka naikin (bis di depan bis gue).
Tiga kata buat mereka: Amazing! Great! Cool!
Di tengah jalan, tanpa dikomandoi mereka membagi tugas perlawanan malam tadi. Beberapa Bapak meladeni adu mulut dengan sang kenek songong hingga nyaris terjadi adu fisik. Beberapa Bapak dan ibu ada yang membuat panas suasana hingga menyulut emosi penumpang di dalam bis yang gue naikin. Beberapa ibu lagi teriak-teriak heroik memarahi supir bis yang gue naikin agar nggak ngangkut mereka.
Dan sukses ses ses! Bis yang sudah muter balik ke arah blok M, itu muter kembali ke arah Ciledug. Yeaaahhh! Prok prok prok!
Baru kali ini gue ngeliat lunturnya kepongahan supir n bis MM69. Kalau biasa mereka membentak dan memperlakukan penumpang layaknya anak-anak yang bisa dimarahi seenak udelnya, kini mereka diam seribu bahasa dengan tampang kalahnya.
Bukan hanya supir n kenek bis di depan gue, tapi juga supir n kenek di bis yang gue taiki. Sepanjang Cipulir-Kreo, tak henti-hentinya kami mengomentari peristiwa pemberontakan itu.
"Rasain! Emang harus digituin sekali kali. Biar nggak nurunin penumpang lagi seenaknya!"
"Haha... Emang enak! Pelajaran buat supir-supir yang lain. Jangan semena-mena sama penumpang! Dikira kita nggak bisa ngelawan?!"
Dll koor makian dari bibir penumpang MM69 yang gue naikin. Dan supirnya... Manyun, Sodara-sodara!"
*curcolan malam pengguna MM69 yang sering dizolimi XD
Senin, 12 Desember 2011
cranberries [the] - linger [acoustic].mp3 - 4shared.com - online file sharing and storage - download
http://www.4shared.com/audio/Fc8_rGbd/cranberries_the_-_linger_acous.htm
kayak-kayaknya sih lagu orang patah hati. Tapi enak nada n suara vokalisnya :D
*yang lagi patah hati jangan dengerin, ntar nambah parah nggak gue tanggung, lho! :P
kayak-kayaknya sih lagu orang patah hati. Tapi enak nada n suara vokalisnya :D
*yang lagi patah hati jangan dengerin, ntar nambah parah nggak gue tanggung, lho! :P
Minggu, 11 Desember 2011
Jumat, 09 Desember 2011
Blogger Kudu Jago Goyang Gayung
Hollaaa, MPman MPwati... Siapa yang nggak bisa goyang gayung? Ada, ada, ada? :-P
Duh, feeling gue mengatakan kok banyak yang nggak bisa, yeesss? Gimana ini, kalah sama keponakan gue yang baru kelas 1 SD n keponakan teman gue yang baru dua tahun, masa... Kalau ada iklan goyang gayung, mereka pasti bakal beraksi angkat tangan kanan sambil megang gayung n joget muter-muter. Beuwh, dahsyat dah anak jaman sekarang! -,-"
Eniwey, tahukah kalian bahwa goyang gayung itu sangad penting dikuasai oleh seorang blogger? Sound so ngaco bin ngawur, sih... Tapi beneran deh!
Menurut (bukan pakar sosial media) Enjewati, sedikitnya ada dua korelasi antara goyang gayung dengan dunia per-blog-an.
Pertama, buat yang udah melihat iklan goyang gayung (yang belom pernah mah kebangetan!), pasti tau gimana proses sang pencetus goyangan ini (Oji) mendadak kesohor. Yep, karena ada tetangganya yang mengendap-endap memvideokan aksi Oji di sumur belakang rumahnya n mengunggahnya ke Youtube. So, korelasi pertamanya adalah... Menulislah DI MANA AJA KAPAN AJA sesuai dengan PASSION kita. Mau lagi di bis, di atas tempat tidur, di atas kereta, pas lagi makan siang, menjelang tidur, nulis aja! Kali-kali gituh ada orang nggak kita kenal, tertarik sangad dengan tulisan kita dan menyerahkannya ke penerbit major. Hidung siapa, kan?!
Selain itu, menuruti perintah orang tua (terutama ibu) emang penting banget. Seandainya si Oji nggak nurutin perintah ibunya buat mandi, pasti nggak akan ada Oji di jagad hiburan tanah air. Kan kan kan?
Korelasi keduanya dengan blogger? Ya jelas, kalau lagi ngeblog ortu kita nyuruh sesuatu, kudu diturutin (ngingetin diri sendiri). Nah, di sela-sela ngelaksanain perintahnya, lanjutin lagi deh ngeblognya. Hheee.
Then, apa bedanya antara goyang gayungnya Oji, goyang ngebornya Inul, goyang ngecornya Uut Permatasari, dan goyang gergajinya Dewi Persik? Yep, jelas beda jenis kelaminnya. Bayangin, ketika bertahun-tahun dunia goyang ngaco identik dengan perempuan, si Oji menggebraknya! Menjelang akhir tahun 2011, "lahirlah" seorang laki-laki dengan goyangan ngaco khas-nya. Ckckck, no komen!
Tapi ada satu persamaan, dink, antara goyang gayung dengan goyang ngebor. Yakni keduanya menjadi pencetus goyang-goyang ngaco tanah air! Super sekali ngaconya. Hheee.
Terus, korelasinya apaan, donk, sama blogger?!
Ow, jelas ada korelasinya. DP, Uut, Trio Macan mungkin bisa goyang ngaco. Tapi mereka hanyalah follower yang goyangannya terinspirasi oleh goyang ngaco pendulunya: Inul. Sedang Inul dan Oji adalah para tren setter yang beken berkat kreatifitasnya menciptakan hal ngaco yang baru.
Sama. Semua orang bisa menulis, tapi nggak semua bisa menulis hal-hal ngaco, eh beda. Dan inilah korelasi ketiganya. Hheee...
Kalau ilmu yang gue dapet dari teman yang juga penulis dan redaksi satu majalah online terkemuka (baca: Annida-Online XD), salah satu tulisan yang bakal dilirik redaksi adalah tulisan yang temanya beda dari yang lain dan paragrap lead-nya nampol!
Mungkin paragrap lead gue bisa ditiru, tuh! Biar kata sering ngaco, tapi lumayan nurutin saran doi, lho. Hheee...
Okd, mulai sekarang... Mari kita mulai belajar dari goyang gayung. Noted: bukan belajar goyangannya, lho... Tapi belajar gimana caranya blog kita bisa booming di kancah per-blog-an layaknya Oji si Goyang Gayung. Okokok?! :-P
*dapet inspirasi dari perjalanan silaturahim ke Tambun :-D
Duh, feeling gue mengatakan kok banyak yang nggak bisa, yeesss? Gimana ini, kalah sama keponakan gue yang baru kelas 1 SD n keponakan teman gue yang baru dua tahun, masa... Kalau ada iklan goyang gayung, mereka pasti bakal beraksi angkat tangan kanan sambil megang gayung n joget muter-muter. Beuwh, dahsyat dah anak jaman sekarang! -,-"
Eniwey, tahukah kalian bahwa goyang gayung itu sangad penting dikuasai oleh seorang blogger? Sound so ngaco bin ngawur, sih... Tapi beneran deh!
Menurut (bukan pakar sosial media) Enjewati, sedikitnya ada dua korelasi antara goyang gayung dengan dunia per-blog-an.
Pertama, buat yang udah melihat iklan goyang gayung (yang belom pernah mah kebangetan!), pasti tau gimana proses sang pencetus goyangan ini (Oji) mendadak kesohor. Yep, karena ada tetangganya yang mengendap-endap memvideokan aksi Oji di sumur belakang rumahnya n mengunggahnya ke Youtube. So, korelasi pertamanya adalah... Menulislah DI MANA AJA KAPAN AJA sesuai dengan PASSION kita. Mau lagi di bis, di atas tempat tidur, di atas kereta, pas lagi makan siang, menjelang tidur, nulis aja! Kali-kali gituh ada orang nggak kita kenal, tertarik sangad dengan tulisan kita dan menyerahkannya ke penerbit major. Hidung siapa, kan?!
Selain itu, menuruti perintah orang tua (terutama ibu) emang penting banget. Seandainya si Oji nggak nurutin perintah ibunya buat mandi, pasti nggak akan ada Oji di jagad hiburan tanah air. Kan kan kan?
Korelasi keduanya dengan blogger? Ya jelas, kalau lagi ngeblog ortu kita nyuruh sesuatu, kudu diturutin (ngingetin diri sendiri). Nah, di sela-sela ngelaksanain perintahnya, lanjutin lagi deh ngeblognya. Hheee.
Then, apa bedanya antara goyang gayungnya Oji, goyang ngebornya Inul, goyang ngecornya Uut Permatasari, dan goyang gergajinya Dewi Persik? Yep, jelas beda jenis kelaminnya. Bayangin, ketika bertahun-tahun dunia goyang ngaco identik dengan perempuan, si Oji menggebraknya! Menjelang akhir tahun 2011, "lahirlah" seorang laki-laki dengan goyangan ngaco khas-nya. Ckckck, no komen!
Tapi ada satu persamaan, dink, antara goyang gayung dengan goyang ngebor. Yakni keduanya menjadi pencetus goyang-goyang ngaco tanah air! Super sekali ngaconya. Hheee.
Terus, korelasinya apaan, donk, sama blogger?!
Ow, jelas ada korelasinya. DP, Uut, Trio Macan mungkin bisa goyang ngaco. Tapi mereka hanyalah follower yang goyangannya terinspirasi oleh goyang ngaco pendulunya: Inul. Sedang Inul dan Oji adalah para tren setter yang beken berkat kreatifitasnya menciptakan hal ngaco yang baru.
Sama. Semua orang bisa menulis, tapi nggak semua bisa menulis hal-hal ngaco, eh beda. Dan inilah korelasi ketiganya. Hheee...
Kalau ilmu yang gue dapet dari teman yang juga penulis dan redaksi satu majalah online terkemuka (baca: Annida-Online XD), salah satu tulisan yang bakal dilirik redaksi adalah tulisan yang temanya beda dari yang lain dan paragrap lead-nya nampol!
Mungkin paragrap lead gue bisa ditiru, tuh! Biar kata sering ngaco, tapi lumayan nurutin saran doi, lho. Hheee...
Okd, mulai sekarang... Mari kita mulai belajar dari goyang gayung. Noted: bukan belajar goyangannya, lho... Tapi belajar gimana caranya blog kita bisa booming di kancah per-blog-an layaknya Oji si Goyang Gayung. Okokok?! :-P
*dapet inspirasi dari perjalanan silaturahim ke Tambun :-D
Kamis, 08 Desember 2011
Rabu, 07 Desember 2011
Suwit-suwit... Cewek, Godain Kita, Duooonk!
Bukan maksud hati mau ikut Raja Gombal. Beneran, nggak deh. Cuma mau ikut Ratu Gombal! Ixixixix... Sama aja itu mah, yeesss!
Tapi sekali lagi gue mau menegaskan bahwa tulisan ini nggak bermaksud mengajarkan MPman MPwati untuk bergombal gombal riaaa. Masih jaman? *gaya
Tulisan kali ini, tak lain dan tak bukan cuma pembunuh kemacetan malam di terminal blok M. Melihat para wanita di sekeliling yang alahaaay bodinya! Kalau gue laki-laki nggak waras, pengen banget ngegodain dengan judul di atas: Suwit-suwit... Cewek, godain kita, duooonk!
Dan dua hari yang lalu di sini juga (terminal Blok M), waktu mau naik bus Transjakarta ke Kota Toea sama keponakan, obrolan pun terjadi antara gue dan keponakan yang notabene masih kelas 6 SD. Fyi, kalau lagi sama beberapa keponakan, buat menanamkan nilai-nilai, gue lebih suka kasih contoh yang dekat dengan dunia mereka, then didiskusiin baik buruknya.
Misalnya aja waktu di MM 69, waktu ini bis ngetem di Petukangan, ada beberapa anak muda yang lagi nongkrong-nongkrong sambil nyanyi-nyanyi pake gitar. Gue tunjukkin pemandangan itu ke keponakan.
"Liat tuh, Bang... Mau kayak gitu kalau udah gede?"
Doi ngeliat ke arah mereka (kayaknya sih) sambil mikir.
"Masih muda cuma nongkrong sambil ngamen aja kerjaannya. Diremehin orang orang, Bang. Mau?"
Doi senyum-senyum (kayaknya) sambil mikir, "Nggak mau," katanya.
"Nah, kalau nggak mau, belajar yang bener dari sekarang. Kan katanya mau masuk Gontor. Ok?! Orang pinter dihargain banyak orang, Bang."
Itu di MM 69. Di terminal ada lagi obrolan kita berdua. waktu gue liat ada seorang ABG wanita bercelana super duper pendek jalan di depan gue dan keponakan, satu kesempatan untuk nyekokin nilai-nilai, muncul lagi.
"Liat tuh anak cewek di depan. Sopan nggak pakaiannya?"
Doi ngeliat ke arah tuh cewek.
"Liat mata cowok di depannya, ngeliatin apaan? Pahanya kemana-mana diumbar. Sopan nggak?"
Doi keliatannya mikir lagi.
""Mau nggak kalau Dedek Yuta yang digituin sama anak cowok? Dipelototin pahanya?"
"Nggak mau lah! Tau tuh... Celana anak-anak dipake! Mana ada tattoo-nya lagi!"
Woooot? Apaaaa? Ini bocah... Gue aja nggak merhatiin banget banget o_O.
"Masa sih, Bang? Di sebelah mana?" (ini pertanyaan paling bodoh seorang tante kepada keponakannya yang masih SD. Dont try this at home, para tante!)
"Itu di sebelah kanan pahanya. Warna ijo tattoo-nya."
Eeaaa... Bener-bener dah anak cowok mah. Jeli banget sama yang gitu-gituan!
MPmania... Kepikiran nggak, gimana kalau seandainya yang ngomong kayak begitu adalah anak cowok yang sudah baligh dan daya khayalnya sudah membumbung tinggi? Beuuuwh, kalau gue sih serem aja buat ngebayanginnya. Dan amit amit jabang beybeh, bangun bangun makan nasi pake garem, jangan sampe itu kejadian sama gue dan keponakan-keponakan gue. Hiiiyyy!
Kalau nonton berita macam Patroli, Buser, Bang Napi, dllsb yang nayangin berita pemorkasaan pada abg, nggak tau kenapa kuping gue kayak udah kebal. Hati gue lebih lebih. Nggak kasian sama korbannya. Kecuali kalau korbannya nenek-nenek berumur, bocah di bawah umur, n wanita yang udah berusaha menutup rapat tubuhnya. Kalau masih jadi sasaran juga, darah gue bakal mendidih hingga 200 derajat celcius. Mau ngunyeng ngunyeng tuh pelaku, rasanya. Huh... Sungguh ter-la-lu!
Walaupun kadang juga gue masih suka berpihak kepada mereka (laki laki). Gimana nggak, sebagai mahluk yang dari sononya dikaruniai daya khayal tinggi, tiap hari dipertontonkan aurat yang harusnya tertutup secara cuma-cuma, cowok normal mana yang nggak berkhayal macem macem? Mau nikah duit nggak mencukupi!
Buat para MPwati, yuk deh lebih aware sama pakaian kita. Selain fungsinya ngelindungin tubuh dari sengatan matahari yang kian menyengat, pakaian juga punya fungsi sosial, lho... Okeh kita lupakan otaknya laki laki yang *** (sensor), tapi otaknya bocah laki laki, gimana coba? Kasihanilah mereka dengan memberikan pemandangan yang indah indah aja. Biarkan otak mereka tumbuh sebagaimana mestinya dan sesuai umurnya.
Sebagai tante yang baik hati sama keponakan, gue sering banget waswas dengan pakaian abg jaman sekarang. Gue takut keponakan yang masih piyik jadi korban anak laki laki di bawah umur, yang nafsu binatangnya nggak terbndung karena pakaian para perempuan di sekelilingnya. Ujung ujungnya, yang jadi pelampiasan ya yang lebih lemah dari mereka: anak kecil perempuan. Nggak salah kayaknya nanya ke diri sendiri: apakah pakaian gue menjadi biang kriminal di sekitar?
Na'udzubillah...
Emang Islam itu keren banget, yeesss... Ketika peradaban Barat sampai detik ini masih memandang wanita sebagai objek yang cuma dinilai dari fisiknya n dibuang begitu aja ketika fisiknya udah nggak okeh, Islam sejak 14 abad yang lalu udah memuliakan para wanitanya dengan pakaian taqwa. Selain demi para wania itu lebih mudah dikenali, lebih aman dari gangguan laki laki bejad, juga menyelamatkan pandangan laki laki soleh. Para pelaku dan korban pemerkosaan di bawah umur pun nggak akan ada. Masya Allah, banyak banget yang terselamatkan ya karena baju taqwa para wanita. Bukan begetoh? ;-)
Tapi sekali lagi gue mau menegaskan bahwa tulisan ini nggak bermaksud mengajarkan MPman MPwati untuk bergombal gombal riaaa. Masih jaman? *gaya
Tulisan kali ini, tak lain dan tak bukan cuma pembunuh kemacetan malam di terminal blok M. Melihat para wanita di sekeliling yang alahaaay bodinya! Kalau gue laki-laki nggak waras, pengen banget ngegodain dengan judul di atas: Suwit-suwit... Cewek, godain kita, duooonk!
Dan dua hari yang lalu di sini juga (terminal Blok M), waktu mau naik bus Transjakarta ke Kota Toea sama keponakan, obrolan pun terjadi antara gue dan keponakan yang notabene masih kelas 6 SD. Fyi, kalau lagi sama beberapa keponakan, buat menanamkan nilai-nilai, gue lebih suka kasih contoh yang dekat dengan dunia mereka, then didiskusiin baik buruknya.
Misalnya aja waktu di MM 69, waktu ini bis ngetem di Petukangan, ada beberapa anak muda yang lagi nongkrong-nongkrong sambil nyanyi-nyanyi pake gitar. Gue tunjukkin pemandangan itu ke keponakan.
"Liat tuh, Bang... Mau kayak gitu kalau udah gede?"
Doi ngeliat ke arah mereka (kayaknya sih) sambil mikir.
"Masih muda cuma nongkrong sambil ngamen aja kerjaannya. Diremehin orang orang, Bang. Mau?"
Doi senyum-senyum (kayaknya) sambil mikir, "Nggak mau," katanya.
"Nah, kalau nggak mau, belajar yang bener dari sekarang. Kan katanya mau masuk Gontor. Ok?! Orang pinter dihargain banyak orang, Bang."
Itu di MM 69. Di terminal ada lagi obrolan kita berdua. waktu gue liat ada seorang ABG wanita bercelana super duper pendek jalan di depan gue dan keponakan, satu kesempatan untuk nyekokin nilai-nilai, muncul lagi.
"Liat tuh anak cewek di depan. Sopan nggak pakaiannya?"
Doi ngeliat ke arah tuh cewek.
"Liat mata cowok di depannya, ngeliatin apaan? Pahanya kemana-mana diumbar. Sopan nggak?"
Doi keliatannya mikir lagi.
""Mau nggak kalau Dedek Yuta yang digituin sama anak cowok? Dipelototin pahanya?"
"Nggak mau lah! Tau tuh... Celana anak-anak dipake! Mana ada tattoo-nya lagi!"
Woooot? Apaaaa? Ini bocah... Gue aja nggak merhatiin banget banget o_O.
"Masa sih, Bang? Di sebelah mana?" (ini pertanyaan paling bodoh seorang tante kepada keponakannya yang masih SD. Dont try this at home, para tante!)
"Itu di sebelah kanan pahanya. Warna ijo tattoo-nya."
Eeaaa... Bener-bener dah anak cowok mah. Jeli banget sama yang gitu-gituan!
MPmania... Kepikiran nggak, gimana kalau seandainya yang ngomong kayak begitu adalah anak cowok yang sudah baligh dan daya khayalnya sudah membumbung tinggi? Beuuuwh, kalau gue sih serem aja buat ngebayanginnya. Dan amit amit jabang beybeh, bangun bangun makan nasi pake garem, jangan sampe itu kejadian sama gue dan keponakan-keponakan gue. Hiiiyyy!
Kalau nonton berita macam Patroli, Buser, Bang Napi, dllsb yang nayangin berita pemorkasaan pada abg, nggak tau kenapa kuping gue kayak udah kebal. Hati gue lebih lebih. Nggak kasian sama korbannya. Kecuali kalau korbannya nenek-nenek berumur, bocah di bawah umur, n wanita yang udah berusaha menutup rapat tubuhnya. Kalau masih jadi sasaran juga, darah gue bakal mendidih hingga 200 derajat celcius. Mau ngunyeng ngunyeng tuh pelaku, rasanya. Huh... Sungguh ter-la-lu!
Walaupun kadang juga gue masih suka berpihak kepada mereka (laki laki). Gimana nggak, sebagai mahluk yang dari sononya dikaruniai daya khayal tinggi, tiap hari dipertontonkan aurat yang harusnya tertutup secara cuma-cuma, cowok normal mana yang nggak berkhayal macem macem? Mau nikah duit nggak mencukupi!
Buat para MPwati, yuk deh lebih aware sama pakaian kita. Selain fungsinya ngelindungin tubuh dari sengatan matahari yang kian menyengat, pakaian juga punya fungsi sosial, lho... Okeh kita lupakan otaknya laki laki yang *** (sensor), tapi otaknya bocah laki laki, gimana coba? Kasihanilah mereka dengan memberikan pemandangan yang indah indah aja. Biarkan otak mereka tumbuh sebagaimana mestinya dan sesuai umurnya.
Sebagai tante yang baik hati sama keponakan, gue sering banget waswas dengan pakaian abg jaman sekarang. Gue takut keponakan yang masih piyik jadi korban anak laki laki di bawah umur, yang nafsu binatangnya nggak terbndung karena pakaian para perempuan di sekelilingnya. Ujung ujungnya, yang jadi pelampiasan ya yang lebih lemah dari mereka: anak kecil perempuan. Nggak salah kayaknya nanya ke diri sendiri: apakah pakaian gue menjadi biang kriminal di sekitar?
Na'udzubillah...
Emang Islam itu keren banget, yeesss... Ketika peradaban Barat sampai detik ini masih memandang wanita sebagai objek yang cuma dinilai dari fisiknya n dibuang begitu aja ketika fisiknya udah nggak okeh, Islam sejak 14 abad yang lalu udah memuliakan para wanitanya dengan pakaian taqwa. Selain demi para wania itu lebih mudah dikenali, lebih aman dari gangguan laki laki bejad, juga menyelamatkan pandangan laki laki soleh. Para pelaku dan korban pemerkosaan di bawah umur pun nggak akan ada. Masya Allah, banyak banget yang terselamatkan ya karena baju taqwa para wanita. Bukan begetoh? ;-)
The Cranberries - Stars (Unplugged at SWR3).mp3 - 4shared.com - online file sharing and storage - download
http://www.4shared.com/audio/eNoLQ1uz/The_Cranberries_-_Stars__Unplu.htm
whew, ini versi unplugged-nya. mantafff dah! emang suara asli vokalisnya jernih beudh! :)
whew, ini versi unplugged-nya. mantafff dah! emang suara asli vokalisnya jernih beudh! :)
Selasa, 06 Desember 2011
Buat yang Terus "Dibalap"
Bagi sebagian wanita, kehidupan pasca SMA atau kampus boleh dibilang menjadi ajang balapan termasyhur laiknya MotoGP. Seperti si bau kencur The Doctor waktu kali pertama bertengger di podium teratas ngalahin seniornya sekelas Max Biagi dan Gerry Mc Coy. Beuwh...
Bagi seniornya, kehadiran bocah ajaib itu so pasti membawa petaka. Posisi mereka bakal terancam! Tapi dalam pertandingan manapun, faktor U nggak selamanya menjamin kemenangan. Yang mampu menuju level puncak lebih dulu, pasti doi yang bakal jadi pemenangnya. Meskipun anak ingusan sekalipun.
Sama... Dalam dunia wanita juga begitu. Siapa yang jodohnya dateng duluan, meskipun secara persiapan masih pas-pasan, ya harus menyambut jodohnya. Mau dia umurnya masih 19 tahun atau baru lulus bangku SMA, hajar, bleh! Sebaliknya, mau udah siap kayak apapun, kalau jodohnya beloman dateng, apa mau dikata? Dikata mau apa? Mau apa dikata? Hheee...
Mungkin bedanya sama MotoGP, dalak hal ini yang duluan beloman tentu dialah pemenangnya. Yang duluan, nggak selamanya yang terbaik. Bisa jadi Allah ngasih jalan Si A buat nikah muda biar jadi pelajaran bagi teman-teman di sekelilingnya. Bahwa nikah bukan perkara sudah berapa buku tentang pernikahan yang sudah habis ilahap. Bahwa nikah nggak melulu soal suka cita, tapijuga duka lara. Bahwa nikah bukan perkara dua manusia, tapi juga dua keluarga. Intinya, nikah itu seperti permen yang rasanya manis asam asin. So, nggak perlu ngiri atau apalah namanya sama mereka yang ngebalap. Justru bersyukur karena ada satu lagi objek observasi kecil-kecilan kita buat bekal berkeluarga nanti. Hheee...
Persis kayak yang terjadi sama Markonah beberapa minggu kemarin. Sebagai seorang wanita biasa seperti kita-kita, doi juga ngalamin giimana rasanya dibalap sama teman-teman yang usianya di bawah doi. Padahal kalau dipikir-pikir, doi hampir nggak ada beda dengan mereka. Eh, kecuali satu ding: rupa Markonah yang pas-pasan! (Mudah-mudaan orangnya nggak baca ini, ya Allah...) Maklum, kata salah satu teman Markonah, cowok waras bin soleh jaman sekarang, tetep aja numero uno-nya ya rupa. Noted: ini yang ngomong cowok waras, lho!
Waktu si Markon curhat ke gue, doi bilang, "Gimana ya, Nje, kiri kanan udah pada nikah. Adek kelas udah pada maju satu demi satu. Lah gue? Wajar donk kalo gue juga pengen mempersegerekan?! Secara umur juga udah waktunya!"
O ow, sebagai teman sebayanya, gue mengerti sangad lah gimana perasaan doi. Karena gue juga hampir mengalami hal serupa. Tapi untungnya, sesuatu deh! Sebelum masa itu tiba, Allah mempertemukan gue dengan temen yang sudah berkeluarga dan mewasiatkani ini, "Gue juga melakukan proses lebih dari lima kali dalam kurun waktu tiga tahun. Waktu itu temen kampus udah pada nikah semua. Keluarga juga udah bantu ikhtiar. Tapi mau gimana lagi Kalau belom ada yang jodoh?! Prinsip gue waktu itu cuma satu: gue ga bakalan mempercepat nikah cuma gegara teman-teman sudah banyak yang nikah! Yang penting gue deketin Allah terus biar Doi selalu menyertai masa penantian ini."
Beuwh... Mantagff kan temen gue? Emang bener yak! Sering kita ngelakuin sesuatu diniatinnya demi orang lain. Mau lanjut study ke luar negeri karena yang lain udah pada duluan ke sana. Atau nggak, lulus kuliah harus langsung kerja di kantoran sesuai bidangnya. Dan yang paling parah ya itu tadi: harus cepet-cepet nikah karena kiri kanan depan belakang udah pada nikah. Ckckck... Fatal banget! Bisa-bisa nekad lewat jalur belakang itu!
Nah, mulai sekarang...
Buat Markonah Rangers yang enantiasa "dibalap", mari rapatkan barisan dan senandungkan, "buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya...". Isi hari-hari dengan segala sesuatu yang terus meningkatkan kapasitas diri. Sepakat?! ;-)
*maaf ya, Markon... Ssekali lagi maafknlah... InsyAllah identitasmu nggak kan terbongkar :-)
*Tulisan yang kelupaan diposting XD
Bagi seniornya, kehadiran bocah ajaib itu so pasti membawa petaka. Posisi mereka bakal terancam! Tapi dalam pertandingan manapun, faktor U nggak selamanya menjamin kemenangan. Yang mampu menuju level puncak lebih dulu, pasti doi yang bakal jadi pemenangnya. Meskipun anak ingusan sekalipun.
Sama... Dalam dunia wanita juga begitu. Siapa yang jodohnya dateng duluan, meskipun secara persiapan masih pas-pasan, ya harus menyambut jodohnya. Mau dia umurnya masih 19 tahun atau baru lulus bangku SMA, hajar, bleh! Sebaliknya, mau udah siap kayak apapun, kalau jodohnya beloman dateng, apa mau dikata? Dikata mau apa? Mau apa dikata? Hheee...
Mungkin bedanya sama MotoGP, dalak hal ini yang duluan beloman tentu dialah pemenangnya. Yang duluan, nggak selamanya yang terbaik. Bisa jadi Allah ngasih jalan Si A buat nikah muda biar jadi pelajaran bagi teman-teman di sekelilingnya. Bahwa nikah bukan perkara sudah berapa buku tentang pernikahan yang sudah habis ilahap. Bahwa nikah nggak melulu soal suka cita, tapijuga duka lara. Bahwa nikah bukan perkara dua manusia, tapi juga dua keluarga. Intinya, nikah itu seperti permen yang rasanya manis asam asin. So, nggak perlu ngiri atau apalah namanya sama mereka yang ngebalap. Justru bersyukur karena ada satu lagi objek observasi kecil-kecilan kita buat bekal berkeluarga nanti. Hheee...
Persis kayak yang terjadi sama Markonah beberapa minggu kemarin. Sebagai seorang wanita biasa seperti kita-kita, doi juga ngalamin giimana rasanya dibalap sama teman-teman yang usianya di bawah doi. Padahal kalau dipikir-pikir, doi hampir nggak ada beda dengan mereka. Eh, kecuali satu ding: rupa Markonah yang pas-pasan! (Mudah-mudaan orangnya nggak baca ini, ya Allah...) Maklum, kata salah satu teman Markonah, cowok waras bin soleh jaman sekarang, tetep aja numero uno-nya ya rupa. Noted: ini yang ngomong cowok waras, lho!
Waktu si Markon curhat ke gue, doi bilang, "Gimana ya, Nje, kiri kanan udah pada nikah. Adek kelas udah pada maju satu demi satu. Lah gue? Wajar donk kalo gue juga pengen mempersegerekan?! Secara umur juga udah waktunya!"
O ow, sebagai teman sebayanya, gue mengerti sangad lah gimana perasaan doi. Karena gue juga hampir mengalami hal serupa. Tapi untungnya, sesuatu deh! Sebelum masa itu tiba, Allah mempertemukan gue dengan temen yang sudah berkeluarga dan mewasiatkani ini, "Gue juga melakukan proses lebih dari lima kali dalam kurun waktu tiga tahun. Waktu itu temen kampus udah pada nikah semua. Keluarga juga udah bantu ikhtiar. Tapi mau gimana lagi Kalau belom ada yang jodoh?! Prinsip gue waktu itu cuma satu: gue ga bakalan mempercepat nikah cuma gegara teman-teman sudah banyak yang nikah! Yang penting gue deketin Allah terus biar Doi selalu menyertai masa penantian ini."
Beuwh... Mantagff kan temen gue? Emang bener yak! Sering kita ngelakuin sesuatu diniatinnya demi orang lain. Mau lanjut study ke luar negeri karena yang lain udah pada duluan ke sana. Atau nggak, lulus kuliah harus langsung kerja di kantoran sesuai bidangnya. Dan yang paling parah ya itu tadi: harus cepet-cepet nikah karena kiri kanan depan belakang udah pada nikah. Ckckck... Fatal banget! Bisa-bisa nekad lewat jalur belakang itu!
Nah, mulai sekarang...
Buat Markonah Rangers yang enantiasa "dibalap", mari rapatkan barisan dan senandungkan, "buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya...". Isi hari-hari dengan segala sesuatu yang terus meningkatkan kapasitas diri. Sepakat?! ;-)
*maaf ya, Markon... Ssekali lagi maafknlah... InsyAllah identitasmu nggak kan terbongkar :-)
*Tulisan yang kelupaan diposting XD
Senin, 05 Desember 2011
Minggu, 04 Desember 2011
Kamis, 01 Desember 2011
Belajar Dari Kotaro Minami
Alahaaay, lagi-lagi ini buat generasi 80an yang tumbuh di era 90an... Masih ingat dengan tokoh Kotaro Minami? Ingat, ingat, ingat? Kalau nggak ingat, mari kita bernostalgila bersama ;-).
Di era 90an, seinget gue lumayan banyak pahlawan anak-anak dalam film. Ada Go go Power Rangers, ada juga Jiban Jiban pembela kebenaran, ada juga kini kudatang Saraz pahlawan kebajikan, ada juga ingin kukatakan irama hatiku kabulkan Wedding Peach, ada juga Sailor Moon.
Tapi yang paling gue inget ya si Kotaro Minami ini, yang tiap beraksi menjadi Ksatria Baja Hitam. Bahkan saking ngefans-nya, dulu gue pernah punya dua baju lebaran yang ada sablonan gambar doi bareng si Belalang Tempur, kendaraan setianya.
*Buat generasi 2000, maap maap nih kalau rooming :-P*
Satu kata sakti Kotaro Minami yang paling gue inget sampai sekarang:
Berubaaaah...!
Dan satu kata ini kini tengiang lagi dalam benak gue. Teparnya kemarin ketika ada dua kejadian tentang perubahan di sekeliling gue.
Kejadian pertama saat gue merasakan sendiri gimana proses uji coba hari pertama jalur kereta Jabodetabek. Intinya sih jadi hampir mirip sama Busway: transit-transitan tanpa harus beli tiket (selama masih di jalur dalam).
Mendadak semua orang ingin bersuara. Mulai dari cuma ngedumel sampai marah-marahin petugas KAI. Beloman lagi mendadak terjadi penumpukan penumpang di stasiun Tana Abang. Beloman lagi jadwal kereta yang ngaret banget n kelamaan berhenti di beberapa stasiun. Riweh sangad, euy!
Actually gue juga sempat ikutan "bicara" sih... Secara perjalanan gue jadi nambah setengah jam dari biasanya, gitu loch! Tapi "bicara" gue nggak separah yang lain, kok... Cuma ngedumel dalam hati n dibawa-bawa sampai ke dunia maya :-P. Tapi eh api, pas ada kesempatan ngobrol ringan sama dua petugasnya di stasiun Mangarai... Eyalah, ternyata kebijakan perubahan rute ini nggak selamanya nggak bagus, kok! Bahkan lumayan menguntungkan bagi gue. Selain jadi lebih murah sedikit, nggak perlu lagi tuh lari-lari ke lantai dua stasiun Tana Abang demi beli karcis lagi ke Manggarai. Hheee...
Tapi gue heran, sampai pagi ini kok masih ada aja penumpang yang ngedumelin sistem baru ini. Kalau gue sih, namanya juga masih uji coba. Wajar aja kalau masih banyak "nggak beres"nya.
Jadi, pelajaran apa yang kita dapat dari pengalaman pertama gue? Yep, berubaaaah!
Yang kedua juga terjadinya kemarin. Ketika gue ke kantor dengan model jilbab yang lagi tren sekarang sekarang. Itu loch, yang daleman arab-nya keliatan sampe jidad, jarum pentulnya ditarik sampai ke samping pipi (biasanya kan di bawah dagu). Ada yang bilang, "kalau gue sih jadi diri sendiri aja. Pake jilbab sebagaimana mestinya para akhwat". Ada juga yang bilang, "duilleee... Sekarang jadi anak Hijabers, nih ye, Nj...."
Terus gue mikir... Lah, emangnya kalau make jilbab kayak gini tuh nggak jadi diri sendiri, apa ya? Bukan akhwat, gituh? Then, kenapa juga kalau ngikutin gayanya anak Hijabers? Dosa apa, yeesss?
Bukannya yang penting masih menjulur sampai menutup yang harus ditutup, longgar hingga nggak membentuk lekuk tubuh, masih pake jilbab dalaman walaupun luarnya pake jilbab "saringan tahu", dan nggak mencolok, yeesss?
Kalau menurut gue sih... Noted: MENURUT GUE. Nggak masalah deh make jilbab sambil ngikutin mode yang sesuai dengan jaman kita tinggal di dalamnya. Yang penting bener niat dan sesuai syariat, right? Pake jilbab ya karena emang nurut perintah Allah, bukan karena lagi in atau ikut ikut orang sekitar. So, kalau niatnya benar, insyAllah ngikut syariat deh!
Lagian, kalau seandainya model jilbab kita sesuai dengan jamannya, mudah-mudahan bisa memperkecil jarak antara mereka yang disebut sebgai Jilbabers (jilbab gondrong) dan mereka yang menamakan diri sebagai Hijabers (jilbaban tapi tetap modis). Iya nggak sih? Hheee, cuma pendapat gue aja sih...
Jadi, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari cerita kedua ini? Yep, lagi-lagi tentang Berubaaaah!
Emang berat yeesss buat melakukan satu perubahan (ke arah yang lebih baik). Secara perubahan identik dengan mendobrak rutinitas dan kebiasaan. Apalagi mengubah satu hal yang udah mendarah daging. Beuuuwh, butuh usaha ekstra! Gue juga masih sering berat menerima atau melakukan satu perubahan. Terutama waktu pertama kali banget memutuskan untuk berubah. Ibarat dijodohin sama orang yang nggak kita kenal asal usulnya. Hheee, emang pernah ngerasain? Yah, gitu deh intinya.
Eniwey, dari tadi gue ngemeng aja dah. Terus, apa nyambungnya sama Kotaro Minami?
Ya jelas aja ada, Mameeen! Nih ya, Kotaro Minami itu kan selalu siap siaga berubah menjadi Ksatria Baja Hitam kala doi dibutuhkan. Kala penduuk bumi diusik oleh mahluk jahat. Ya kan, kan?
Nah, harusnya kita bisa mencontoh kesiapan doi untuk beubah kapanpun dan di manapun. Eit, bukan berubah jadi Ksatria Baja Hitam dan semacamnya, yeesss... Tapi berubah ke arah yang lebih baik! *ini ngingetin diri sendiri sebenarnya.
Emang agak aneh sih analoginya. Ya, paling enggak kita bernostalgila lagi lah ke masa kanak kanak di era 90an, yang kualitas film maupun lagunya lumayan mendidik ketimbang era 2000an. Mana film anak-anaknya banyak yang kurang menddik, lagu anak-anaknya pun udah langka. Hidup era 90an! :-D
*foto: Google
Di era 90an, seinget gue lumayan banyak pahlawan anak-anak dalam film. Ada Go go Power Rangers, ada juga Jiban Jiban pembela kebenaran, ada juga kini kudatang Saraz pahlawan kebajikan, ada juga ingin kukatakan irama hatiku kabulkan Wedding Peach, ada juga Sailor Moon.
Tapi yang paling gue inget ya si Kotaro Minami ini, yang tiap beraksi menjadi Ksatria Baja Hitam. Bahkan saking ngefans-nya, dulu gue pernah punya dua baju lebaran yang ada sablonan gambar doi bareng si Belalang Tempur, kendaraan setianya.
*Buat generasi 2000, maap maap nih kalau rooming :-P*
Satu kata sakti Kotaro Minami yang paling gue inget sampai sekarang:
Berubaaaah...!
Dan satu kata ini kini tengiang lagi dalam benak gue. Teparnya kemarin ketika ada dua kejadian tentang perubahan di sekeliling gue.
Kejadian pertama saat gue merasakan sendiri gimana proses uji coba hari pertama jalur kereta Jabodetabek. Intinya sih jadi hampir mirip sama Busway: transit-transitan tanpa harus beli tiket (selama masih di jalur dalam).
Mendadak semua orang ingin bersuara. Mulai dari cuma ngedumel sampai marah-marahin petugas KAI. Beloman lagi mendadak terjadi penumpukan penumpang di stasiun Tana Abang. Beloman lagi jadwal kereta yang ngaret banget n kelamaan berhenti di beberapa stasiun. Riweh sangad, euy!
Actually gue juga sempat ikutan "bicara" sih... Secara perjalanan gue jadi nambah setengah jam dari biasanya, gitu loch! Tapi "bicara" gue nggak separah yang lain, kok... Cuma ngedumel dalam hati n dibawa-bawa sampai ke dunia maya :-P. Tapi eh api, pas ada kesempatan ngobrol ringan sama dua petugasnya di stasiun Mangarai... Eyalah, ternyata kebijakan perubahan rute ini nggak selamanya nggak bagus, kok! Bahkan lumayan menguntungkan bagi gue. Selain jadi lebih murah sedikit, nggak perlu lagi tuh lari-lari ke lantai dua stasiun Tana Abang demi beli karcis lagi ke Manggarai. Hheee...
Tapi gue heran, sampai pagi ini kok masih ada aja penumpang yang ngedumelin sistem baru ini. Kalau gue sih, namanya juga masih uji coba. Wajar aja kalau masih banyak "nggak beres"nya.
Jadi, pelajaran apa yang kita dapat dari pengalaman pertama gue? Yep, berubaaaah!
Yang kedua juga terjadinya kemarin. Ketika gue ke kantor dengan model jilbab yang lagi tren sekarang sekarang. Itu loch, yang daleman arab-nya keliatan sampe jidad, jarum pentulnya ditarik sampai ke samping pipi (biasanya kan di bawah dagu). Ada yang bilang, "kalau gue sih jadi diri sendiri aja. Pake jilbab sebagaimana mestinya para akhwat". Ada juga yang bilang, "duilleee... Sekarang jadi anak Hijabers, nih ye, Nj...."
Terus gue mikir... Lah, emangnya kalau make jilbab kayak gini tuh nggak jadi diri sendiri, apa ya? Bukan akhwat, gituh? Then, kenapa juga kalau ngikutin gayanya anak Hijabers? Dosa apa, yeesss?
Bukannya yang penting masih menjulur sampai menutup yang harus ditutup, longgar hingga nggak membentuk lekuk tubuh, masih pake jilbab dalaman walaupun luarnya pake jilbab "saringan tahu", dan nggak mencolok, yeesss?
Kalau menurut gue sih... Noted: MENURUT GUE. Nggak masalah deh make jilbab sambil ngikutin mode yang sesuai dengan jaman kita tinggal di dalamnya. Yang penting bener niat dan sesuai syariat, right? Pake jilbab ya karena emang nurut perintah Allah, bukan karena lagi in atau ikut ikut orang sekitar. So, kalau niatnya benar, insyAllah ngikut syariat deh!
Lagian, kalau seandainya model jilbab kita sesuai dengan jamannya, mudah-mudahan bisa memperkecil jarak antara mereka yang disebut sebgai Jilbabers (jilbab gondrong) dan mereka yang menamakan diri sebagai Hijabers (jilbaban tapi tetap modis). Iya nggak sih? Hheee, cuma pendapat gue aja sih...
Jadi, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari cerita kedua ini? Yep, lagi-lagi tentang Berubaaaah!
Emang berat yeesss buat melakukan satu perubahan (ke arah yang lebih baik). Secara perubahan identik dengan mendobrak rutinitas dan kebiasaan. Apalagi mengubah satu hal yang udah mendarah daging. Beuuuwh, butuh usaha ekstra! Gue juga masih sering berat menerima atau melakukan satu perubahan. Terutama waktu pertama kali banget memutuskan untuk berubah. Ibarat dijodohin sama orang yang nggak kita kenal asal usulnya. Hheee, emang pernah ngerasain? Yah, gitu deh intinya.
Eniwey, dari tadi gue ngemeng aja dah. Terus, apa nyambungnya sama Kotaro Minami?
Ya jelas aja ada, Mameeen! Nih ya, Kotaro Minami itu kan selalu siap siaga berubah menjadi Ksatria Baja Hitam kala doi dibutuhkan. Kala penduuk bumi diusik oleh mahluk jahat. Ya kan, kan?
Nah, harusnya kita bisa mencontoh kesiapan doi untuk beubah kapanpun dan di manapun. Eit, bukan berubah jadi Ksatria Baja Hitam dan semacamnya, yeesss... Tapi berubah ke arah yang lebih baik! *ini ngingetin diri sendiri sebenarnya.
Emang agak aneh sih analoginya. Ya, paling enggak kita bernostalgila lagi lah ke masa kanak kanak di era 90an, yang kualitas film maupun lagunya lumayan mendidik ketimbang era 2000an. Mana film anak-anaknya banyak yang kurang menddik, lagu anak-anaknya pun udah langka. Hidup era 90an! :-D
*foto: Google
Rabu, 30 November 2011
Internet Membuat Gue "XLangkah Lebih Maju" Menjadi Reporter dan Blogger
Apa jadinya, ya, kalau abad 21 seperti sekarang ini nggak ada yang namanya internet? Pliiis, tolong jangan dibayangin... Tolong, tolong jangan dibayangin!Nggak bisa melihat wajah imut plus suara emas JB secara cuma-cuma tiap hari via Youtube...
Nggak ada yang namanya Briptu Norman di kancah musik tanah air...
Nggak ada aksi sosial galang suara menegakkan keadilan via FB dan Twitter (baca: kasus Prita Mulya Sari dan kasus Bibit Chandra)...
Dan pastinya, nggak bisa ikut-ikutan kuis gratis via sosial media. Huwehehe...
Anyway, sebagai seorang reporter debutan majalah online (www.annida-online.com), anugerah Tuhan berupa internet, ini benar-benar membuat karir gue "XLangkah lebih maju", Meeen!
Anyway, sebagai seorang reporter debutan majalah online (www.annida-online.com), anugerah Tuhan berupa internet, ini benar-benar membuat karir gue "XLangkah lebih maju", Meeen!
Berkat internet, berita hasil liputan bisa langsung dikirim ke redaktur, saat itu juga tanpa tunggu beberapa jam kemudian atau besok-besok.
Berkat internet, arus perputaran informasi suatu acara (sharing info acara sesama reporter dari media massa lain), berjalan mulus tanpa hambatan. Gue pun jadi lebih rajin liputan sana-sini, booow!
Berkat internet, proses wawancara narasumber yang super sibuk, bisa dilakukan via chat YM ataupun FB.
Dan berkat internet pula, tepatnya berkat jejaring sosial, media tempat gue bekerja makin ng-eksis dari hari ke hari. Prok pok proook! Go Annida-Online Go!
Fyi: Ini buktinya: http://www.annida-online.com/artikel-4117-jelang-konser-silaturahim--maher-zain-2011.html
Eh satu lagu, ding... Kalau di video ini, ada foto gue dan dua teman lainnya yang lagi foto bergaya bareng Masbro Maher Zain, selesai wawancara eksklusif di Hotel Oriental. Mantafff! :)
Weleh, ruaaarrr biasa berkali-kali! Sekarang apa-apa emang butuh internet, yeesss... o_O
Dan satu lagi berkah internet bagi seorang reporter yang biasa ketemu tokoh atau orang beken... Biasanya, setelah ketemu atau mewawancarai mereka, kan, ada impres tersendiri yang nggak semua bisa ditulis dalam berita hasil liputan, tuh... Daripada dibiarin mengendap gitu aja, mending dituangin dalam sebuah blog, right?
So, sejak jadi reporter yang hampir tiap detik nggak pernah jauh-jauh dari internet, perlahan gue mulai mendeklarasikan diri sebagai seorang blogger aktif. Yeeaaah! Thanks, internet... "Dirimu" membuat semangat gue sebagai seorang blogger "XLangkah lebih maju". Yeaaah, lagi!
Yah, biar kata ini blog isinya kebanyakan curcolan sepanjang perjalanan dari satu tempat ke tempat lain sebagai seorang reporter, tapi banyak pelajaran yang gue selipin walauupun sedikit. Kata beberapa teman, sih, blog ini kayak permen jadul: manis asam asin, ramai rasanya!
And you know... Di sepanjang perjalanan pulang pergi ngantor lah gue biasa menghabiskan waktu bersama internet. Cari-cari inspirasi bahan tulisan dan ngupdate blog hampir tiap hari. Oh, indahnya hidup ini!
Beneran deh, internet makin membuat gue "XLangkah lebih maju" sebagai seorang reporter dan blogger. Terima kasih bertubi-tubi, interneeeet! :-D
*ditulis dalam perjalanan menuju liputan ke Depok ;-)
And you know... Di sepanjang perjalanan pulang pergi ngantor lah gue biasa menghabiskan waktu bersama internet. Cari-cari inspirasi bahan tulisan dan ngupdate blog hampir tiap hari. Oh, indahnya hidup ini!
Beneran deh, internet makin membuat gue "XLangkah lebih maju" sebagai seorang reporter dan blogger. Terima kasih bertubi-tubi, interneeeet! :-D
*ditulis dalam perjalanan menuju liputan ke Depok ;-)
Selasa, 29 November 2011
(Berasa) Naik Kapal Titanic!
PROLOG:
Hallohaaa, MP Mania... Bener-bener kanggen kalian semua deeeh! Do you? ;-)
Kalau ada yang rajin merhatiin, pasti bertanya-tanya... "Kok belakangan si Nj kurang aktif nge-blog, sih? Notes noraknya itu lho... Jarang berseliweran di inbox gue!" atau jangan-jangan ada yang H2C menanti postingan notes gue? Hayooo, ngaku hayooo...! *minta digeplak ya lo, Nje?!
Orek, dengan segala kerendahan hati gue mau mengungkapkan fakta knapa kenapa kenapanya deh buat kalian semua teman-temanku tercintah!
Kira-kira satu minggu menjelang tanggal muda, itu berarti kala itu masih tanggal tua... Jederrr! Pulsa paket internean gue yang ngakunya unlimited, itu habis, Sodara-i! And you know, betapa hampa hari-hari gue tanpa barang yang satu ini. Ibarat koboy yang punya senapan laras panjang (baca: Smartphone) tanpa peluru di dalamnya (baca: pulsa internet). Sediiih? Buanget! Ngenes, tepatnya...
Apalagi sepanjang perjalanan rumah-kantor kantor-rumah yang lamanya biasanya sama dengan satu notes gue... bener-bener mati gaya! Fyuuuh...
Kok nggak pake laptop n disave di flash disk, then diposting pake fasilitas internet kantor sembari kerja?
Duh, buat apa gue punya smartphone kalau ujung-ujungnya pake internet kantor? Lagian, enakan nulis sekali duduk langsung posting! Adrenalin kayak berpacu dengan tiap putaran roda bis yang gue tumpangi. Sampe rumah udah harus posting. Ihiiiyyy!
Nah, begitu kurang lebih prolog tulisan kali ini. Mudah-mudahan sedikit menghibur kekecewaan kalian terhadap diri gue ini. And... Ada yang jauh lebih penting dari prolog ini (masalahnya, adakah yang mengatakan bahwa prolog di atas penting atau bahkan lumayan penting? o_O), yakni pengalaman pertama gue (berasa) naik kapal Titanic. Bener-bener amazing deh... Penderitannya! :-P
Eniwey... Kalau gue sebut kata Titanic, kata apa yang berseliweran di benak kalian? Kapal raksasa, Ros, Jack, atau kaum bangsawan?
Yep, nggak ada yang salah. Cuma ada satu hal yang harusnya nggak boleh terlupa: ditempatkannya orang miskin nan papa di tempat paling bawah kapal dalam jumlah yang banyak pula. Bak ikan teri yang ditaro dalam satu ember. Ckckck...
Nah, itu dia yang bakal gue share di tulisan kali ini. Tepatnya pengalaman gue naik gerbong pertama kereta ekonomi non AC jurusan Pdk Ranji-Tanah Abang, yang suasananya persis seperti lantai paling dasar kapal Titanic. Bejubel n nggak manusiawi! Yang ngebedain mungkin cuma satu: nggak adanya sosok bertampang Jack, sepanjang mata ini memandang. *Hiks... Nje kurang beruntung!
Lazimnya, sebobrok-bobroknya kereta di negeri kita, kan masih ada bangku, yeesss? Tapi dalam gerbong kereta yang gue juluki kereta Takpanik, bangkunya bener-bener NIHIL, booow! Yang ada hanyalah hamparan manusia yang duduk ngedeprok beralaskan koran bekas. Hanya di depan pintu yang tak berpintu aja yang nggak ada orang duduknya.
Udah gitu, bukan hanya hampara manusia duduk aja. Aneka barang dagangan pun tumplek jadi satu di dalamnya. Ada rambutan, opak yang segede-gede gaban, empek empek, cabe merh keriting, bawang putih, payung, sampai sapu lidi! Belum lagi para pedagang asongan yang maksain hilir mudik di antara para penumpang yang duduk.
Gue yang memutuskan nggak ikut-ikutan duduk dan tetap berdiri di dekat pintulah yang sepertinya paling merana. Selain harus rela berbagi jalan dengan para pedagang, menghirup asap rokok dari para mahluk paling oon sejagad raya, gue juga harus menyeimbangkan badan kala belokan atau jungglengan menghampiri. Satu-satunya jalan agar seimbang, mau nggak mau ya harus memegang bahu orang di depan gue. Huwaaa... Ampuni hambaMu ini, ya Allah o_O.
Tapi overall, gue melihat kehiupan lain Jakarta di tempat ini. Merekalah orang-orang pinggiran Jakarta yang gigih mencari rejeki sejak pagi. Walaupun hanya menjual barang-barang atau makanan orang kecil, tapi semangatnya kudu diacungin dua jempolll!
Belom lagi banyolan khas orang pinggiran yang sebenarnya menurut gue nggak lucu lucu banget, tapi suasana yang membuat bibir ini mesem mesem ngedengernya. Misal: waktu gue baru aja masuk ke gerbong itu, beberapa orang udah "menyambut" dengan sok SKSD-nya:
"Masuk, Teteh... Mau beli apa? Semua ada di sini. Cabe merah, ada. Bawang putih, ada. Empek empek, ada. Payung juga ada... Dipile dipile dipile..."
Eeaaa, ini kereta apa pasar, sih? (batin gue)
Eiya, gebong ini juga lebih humanis ketimbang busway yqng tiap malam gue naiki. Kalau di busway, hampir seluruh penumpangnya doyannya nunduk memandangi dan sok sibuk sama BB masing-masing. Kalau di sini... Orang-orangnya kayak udah akrab satu sama lain. Ngobrol sampai terbahak-bahak, saling "menggoda" alias ceng-cengan, sampai mencipta permainan layaknya anak SD: saling lempar koran bekas alas duduk yang dibuntel-buntel jadi bola-bola kertas. Yang keimpuk nggak ada tuh yqng cemberut. Semua happy happy aja ketawa ketiwi. Hhiii, kayaknya gue mau ikutan main aja dah. Keliatannya seru banget!
Buat yang udah sumpek sama rutinitas kehidupan Jakarta, kayaknya penting buat sekedar refreshing sekaligus memuhasabahi diri betapa masih beruntungnya kehidupan kita. Apalagi buat yang bercita-cita mau jadi pemimpin, rasain deh kehidupan rakyat kecil di tempat-tempat kayak begini.
Cuma satu yang gue sesalkan sampai kereta berhenti di stasiun Tanah Abang... Bener-bener nggak ada sosok bertampang Jack di mari! :-P
Hallohaaa, MP Mania... Bener-bener kanggen kalian semua deeeh! Do you? ;-)
Kalau ada yang rajin merhatiin, pasti bertanya-tanya... "Kok belakangan si Nj kurang aktif nge-blog, sih? Notes noraknya itu lho... Jarang berseliweran di inbox gue!" atau jangan-jangan ada yang H2C menanti postingan notes gue? Hayooo, ngaku hayooo...! *minta digeplak ya lo, Nje?!
Orek, dengan segala kerendahan hati gue mau mengungkapkan fakta knapa kenapa kenapanya deh buat kalian semua teman-temanku tercintah!
Kira-kira satu minggu menjelang tanggal muda, itu berarti kala itu masih tanggal tua... Jederrr! Pulsa paket internean gue yang ngakunya unlimited, itu habis, Sodara-i! And you know, betapa hampa hari-hari gue tanpa barang yang satu ini. Ibarat koboy yang punya senapan laras panjang (baca: Smartphone) tanpa peluru di dalamnya (baca: pulsa internet). Sediiih? Buanget! Ngenes, tepatnya...
Apalagi sepanjang perjalanan rumah-kantor kantor-rumah yang lamanya biasanya sama dengan satu notes gue... bener-bener mati gaya! Fyuuuh...
Kok nggak pake laptop n disave di flash disk, then diposting pake fasilitas internet kantor sembari kerja?
Duh, buat apa gue punya smartphone kalau ujung-ujungnya pake internet kantor? Lagian, enakan nulis sekali duduk langsung posting! Adrenalin kayak berpacu dengan tiap putaran roda bis yang gue tumpangi. Sampe rumah udah harus posting. Ihiiiyyy!
Nah, begitu kurang lebih prolog tulisan kali ini. Mudah-mudahan sedikit menghibur kekecewaan kalian terhadap diri gue ini. And... Ada yang jauh lebih penting dari prolog ini (masalahnya, adakah yang mengatakan bahwa prolog di atas penting atau bahkan lumayan penting? o_O), yakni pengalaman pertama gue (berasa) naik kapal Titanic. Bener-bener amazing deh... Penderitannya! :-P
Eniwey... Kalau gue sebut kata Titanic, kata apa yang berseliweran di benak kalian? Kapal raksasa, Ros, Jack, atau kaum bangsawan?
Yep, nggak ada yang salah. Cuma ada satu hal yang harusnya nggak boleh terlupa: ditempatkannya orang miskin nan papa di tempat paling bawah kapal dalam jumlah yang banyak pula. Bak ikan teri yang ditaro dalam satu ember. Ckckck...
Nah, itu dia yang bakal gue share di tulisan kali ini. Tepatnya pengalaman gue naik gerbong pertama kereta ekonomi non AC jurusan Pdk Ranji-Tanah Abang, yang suasananya persis seperti lantai paling dasar kapal Titanic. Bejubel n nggak manusiawi! Yang ngebedain mungkin cuma satu: nggak adanya sosok bertampang Jack, sepanjang mata ini memandang. *Hiks... Nje kurang beruntung!
Lazimnya, sebobrok-bobroknya kereta di negeri kita, kan masih ada bangku, yeesss? Tapi dalam gerbong kereta yang gue juluki kereta Takpanik, bangkunya bener-bener NIHIL, booow! Yang ada hanyalah hamparan manusia yang duduk ngedeprok beralaskan koran bekas. Hanya di depan pintu yang tak berpintu aja yang nggak ada orang duduknya.
Udah gitu, bukan hanya hampara manusia duduk aja. Aneka barang dagangan pun tumplek jadi satu di dalamnya. Ada rambutan, opak yang segede-gede gaban, empek empek, cabe merh keriting, bawang putih, payung, sampai sapu lidi! Belum lagi para pedagang asongan yang maksain hilir mudik di antara para penumpang yang duduk.
Gue yang memutuskan nggak ikut-ikutan duduk dan tetap berdiri di dekat pintulah yang sepertinya paling merana. Selain harus rela berbagi jalan dengan para pedagang, menghirup asap rokok dari para mahluk paling oon sejagad raya, gue juga harus menyeimbangkan badan kala belokan atau jungglengan menghampiri. Satu-satunya jalan agar seimbang, mau nggak mau ya harus memegang bahu orang di depan gue. Huwaaa... Ampuni hambaMu ini, ya Allah o_O.
Tapi overall, gue melihat kehiupan lain Jakarta di tempat ini. Merekalah orang-orang pinggiran Jakarta yang gigih mencari rejeki sejak pagi. Walaupun hanya menjual barang-barang atau makanan orang kecil, tapi semangatnya kudu diacungin dua jempolll!
Belom lagi banyolan khas orang pinggiran yang sebenarnya menurut gue nggak lucu lucu banget, tapi suasana yang membuat bibir ini mesem mesem ngedengernya. Misal: waktu gue baru aja masuk ke gerbong itu, beberapa orang udah "menyambut" dengan sok SKSD-nya:
"Masuk, Teteh... Mau beli apa? Semua ada di sini. Cabe merah, ada. Bawang putih, ada. Empek empek, ada. Payung juga ada... Dipile dipile dipile..."
Eeaaa, ini kereta apa pasar, sih? (batin gue)
Eiya, gebong ini juga lebih humanis ketimbang busway yqng tiap malam gue naiki. Kalau di busway, hampir seluruh penumpangnya doyannya nunduk memandangi dan sok sibuk sama BB masing-masing. Kalau di sini... Orang-orangnya kayak udah akrab satu sama lain. Ngobrol sampai terbahak-bahak, saling "menggoda" alias ceng-cengan, sampai mencipta permainan layaknya anak SD: saling lempar koran bekas alas duduk yang dibuntel-buntel jadi bola-bola kertas. Yang keimpuk nggak ada tuh yqng cemberut. Semua happy happy aja ketawa ketiwi. Hhiii, kayaknya gue mau ikutan main aja dah. Keliatannya seru banget!
Buat yang udah sumpek sama rutinitas kehidupan Jakarta, kayaknya penting buat sekedar refreshing sekaligus memuhasabahi diri betapa masih beruntungnya kehidupan kita. Apalagi buat yang bercita-cita mau jadi pemimpin, rasain deh kehidupan rakyat kecil di tempat-tempat kayak begini.
Cuma satu yang gue sesalkan sampai kereta berhenti di stasiun Tanah Abang... Bener-bener nggak ada sosok bertampang Jack di mari! :-P
Minggu, 27 November 2011
Jumat, 25 November 2011
Rabu, 23 November 2011
Jamaah Ki Patkai…
Generasi 80-90 pasti kenal beudh dengan salah satu tokoh utama dalam film Kera Sakti: Ki Patkai. Panglima Tian Fang nan rupawan yang berreinkarnasi (atau dikutuk, yah?) menjadi mahluk setengah manusia setengah (maaf) babi. Beruntungnya, walaupun ditakdirkan berburuk rupa, doi ini menjadi orang pilihan yang ditugaskan menemani Tong Sam Cong mengambil kitab suci ke Barat. Buntungnya, doi divonis akan mengalami kegagalan cinta higga akhir hayatnya. Hmmm, kasian kasian kasian…!
Ah, actually nggak penting banget ngomongin Ki Patkai. Karena biar bagaimanapun, doi ini hanyalah tokoh fiktif belaka, menurut gue. Yang paling penting justru walaupun hanya tokoh fiktif, doi ini punya banyak banget jamaah di Negari gue tercinta. Noted: bukan fans atau penggemar, melainkan jamaah. Amazing!
Nah, nah, nah… siapa sih yang dimaksud dengan Jamaah Ki Patkai? Apakah kumpulan orang buruk rupa seperti doi? Atau orang yang kegantengan dan kedudukannya telah sirna sabab kesombongannya? Atau mereka-mereka yang memuja daging (maaf) babi secara berlebihan?
Baiklah baiklah baiklah, untuk menjawab semua rasa penasaran MPman MPwati, akan sedikit gue paparkan tentang Jamaah Ki Patkai, yang kehadirannya nggak kalah meresahkan dari jamaah Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya. (lebay lo, Nje!)
Jamaah Ki Patkai sebenarnya hanyalah satu istilah yang disematkan kepada mereka-mereka yang terjangkiti “Sindrom Ki Patkai” atau SKP. Satu sindrom terbaru yang dialami kebanyakan muda-mudi Indonesia, dengan motto:
"Dari dulu, beginilah cinta… Deritanya tiada akhir…”
Beeuuuh, ngenes sangad, yeesss…
Tapi inilah motto yang mereka junjung bersama, yang sadar atau nggak, mungkin kadang kita juga menjadi bagian dalam jamaah ini. Kalau kalian nggak mau mengakui, orek… gue ngaku deh, gue emang pernah terjangkiti SKP.
Eniwey, sudah mulai mudeng kah dengan pembahasan Jamaah Ki Patkai? Intinya sih, cinta selalu membawa derita ketika sedikit saja bagian dari keping cinta tak sesuai dengan yang mereka harapkan. Sebaliknya, cinta bukanlah derita kala ia cocok dengan yang dimau.
Misal: ketika baru aja mau memulai proses perkenalan, cinta kita ditolak oleh pujaan hati yang sudah lama dinanti dan selalu hadir dalam mimpi. Buat para jamaah ini, saat itu juga dunia seakan runtuh. Matahari nggak akan pernah muncul lagi mulai besok. Tuhan sudah nggak sayang sama kita, karena nggak memberi apa yang kita pinta. Parahnya, sampai muncul statement: Elo-Gue-End… Gue benci elo!
Ada juga yang menyatakan sudah siap untuk memulai proses perkenalan dengan siapa saja, katanya. Tapi ketika yang diberi nggak sesuai dengan kriteria dari lubuk hati… Tidaaak! Mimpi apa gue semalem? Gue ini lelaki solih, masa dijodohin sama wanita begajulan kayak nih orang?! Casing doang muslimah, kelakuan mah musibah! Eiya, ini putus asa dan merasa bisa hidup dengan kaki sendiri (sudah mapan), akhirnya memutuskan untuk hidup menyendiri selamanya aja. Na’udzubillah…
Menurut (bukan) dokter yang (sok-sokan) meneliti fenomena ini, Enjewati, ketika kita membicarakan SKP, maka muaranya adalah persepsi salah para pemuda-pemudi tentang cinta. Contohnya kecilnya dari penggunaan kata ‘jatuh cinta’ saja. Walaupun keliatannya sepele, tapi jelas sangat berpengaruh dalam laku kita tentang cintaAda pengharapan berlebih kepada si objek cinta kita di dalamnya. Dan ketika pengharapan itu jauh dari angan dan bayangan kita, hukumnya selalu sama: kita akan jatuh terperosok dalam nelangsa cinta.
Apalagi ditambah dengan makin maraknya lagu cengeng seputar ‘patah hati’ di kancah musik tanah air. Seperti: Dewi kaulah hidupku, aku cinta padamu sampai mati. Oh Dewi belahlah dadaku… Atau lagu Terlalu sadis caramu… Makin menjadi-jadi lah nelangsa cinta dalam hidup kita. *Huh, lebai banget nggak seeeh?
Maka dari itu, masih menurut (bukan) dokter Enjewati, sudah saatnya kita mengganti kata ‘jatuh cinta’ dengan ‘bangun cinta’ kala hati terpaut dengan someone. Insya Allah, ketika ‘bangun cinta’ yang ada, nggak akan pernah ada lagi rumus jatuh terperosok dalam nelangsa cinta. Yang ada justru terbang mengangkasa di langit cinta. Yeeaaah!
Karena kita terus mengupayakan membangun kualitas diri demi memantaskan mendapatkan cinta yang terbaik menurut-Nya. Dan ketika cinta itu tak berbalas, yaudin… yang penting kita akan selalu bangun dalam suasana cinta.
Cinta ditolak oleh pujaan hati? Yakini dengan pasti, bahwa ada pengganti yang lebih-lebih dari doi.
Dihadapkan kepada yang nggak sesuai dengan kriteria hati, awalnya mungkin kita anggap ujian. But, hidung siapa (baca: who knows?) kalau ternyata ada happy ending di mengakhiri?
Dan hapus kata kapok dalam melakukan proses perkenalan saking seringnya gagal. Karena cinta itu misteri. Akan indahnya pada masanya pasti. Yang penting terus aja bangun cinta dalam diri!
Bukan begituh?
Hheee… hanya tulisan ngelindur menjelang tidur ^___^
Ah, actually nggak penting banget ngomongin Ki Patkai. Karena biar bagaimanapun, doi ini hanyalah tokoh fiktif belaka, menurut gue. Yang paling penting justru walaupun hanya tokoh fiktif, doi ini punya banyak banget jamaah di Negari gue tercinta. Noted: bukan fans atau penggemar, melainkan jamaah. Amazing!
Nah, nah, nah… siapa sih yang dimaksud dengan Jamaah Ki Patkai? Apakah kumpulan orang buruk rupa seperti doi? Atau orang yang kegantengan dan kedudukannya telah sirna sabab kesombongannya? Atau mereka-mereka yang memuja daging (maaf) babi secara berlebihan?
Baiklah baiklah baiklah, untuk menjawab semua rasa penasaran MPman MPwati, akan sedikit gue paparkan tentang Jamaah Ki Patkai, yang kehadirannya nggak kalah meresahkan dari jamaah Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya. (lebay lo, Nje!)
Jamaah Ki Patkai sebenarnya hanyalah satu istilah yang disematkan kepada mereka-mereka yang terjangkiti “Sindrom Ki Patkai” atau SKP. Satu sindrom terbaru yang dialami kebanyakan muda-mudi Indonesia, dengan motto:
"Dari dulu, beginilah cinta… Deritanya tiada akhir…”
Beeuuuh, ngenes sangad, yeesss…
Tapi inilah motto yang mereka junjung bersama, yang sadar atau nggak, mungkin kadang kita juga menjadi bagian dalam jamaah ini. Kalau kalian nggak mau mengakui, orek… gue ngaku deh, gue emang pernah terjangkiti SKP.
Eniwey, sudah mulai mudeng kah dengan pembahasan Jamaah Ki Patkai? Intinya sih, cinta selalu membawa derita ketika sedikit saja bagian dari keping cinta tak sesuai dengan yang mereka harapkan. Sebaliknya, cinta bukanlah derita kala ia cocok dengan yang dimau.
Misal: ketika baru aja mau memulai proses perkenalan, cinta kita ditolak oleh pujaan hati yang sudah lama dinanti dan selalu hadir dalam mimpi. Buat para jamaah ini, saat itu juga dunia seakan runtuh. Matahari nggak akan pernah muncul lagi mulai besok. Tuhan sudah nggak sayang sama kita, karena nggak memberi apa yang kita pinta. Parahnya, sampai muncul statement: Elo-Gue-End… Gue benci elo!
Ada juga yang menyatakan sudah siap untuk memulai proses perkenalan dengan siapa saja, katanya. Tapi ketika yang diberi nggak sesuai dengan kriteria dari lubuk hati… Tidaaak! Mimpi apa gue semalem? Gue ini lelaki solih, masa dijodohin sama wanita begajulan kayak nih orang?! Casing doang muslimah, kelakuan mah musibah! Eiya, ini putus asa dan merasa bisa hidup dengan kaki sendiri (sudah mapan), akhirnya memutuskan untuk hidup menyendiri selamanya aja. Na’udzubillah…
Menurut (bukan) dokter yang (sok-sokan) meneliti fenomena ini, Enjewati, ketika kita membicarakan SKP, maka muaranya adalah persepsi salah para pemuda-pemudi tentang cinta. Contohnya kecilnya dari penggunaan kata ‘jatuh cinta’ saja. Walaupun keliatannya sepele, tapi jelas sangat berpengaruh dalam laku kita tentang cintaAda pengharapan berlebih kepada si objek cinta kita di dalamnya. Dan ketika pengharapan itu jauh dari angan dan bayangan kita, hukumnya selalu sama: kita akan jatuh terperosok dalam nelangsa cinta.
Apalagi ditambah dengan makin maraknya lagu cengeng seputar ‘patah hati’ di kancah musik tanah air. Seperti: Dewi kaulah hidupku, aku cinta padamu sampai mati. Oh Dewi belahlah dadaku… Atau lagu Terlalu sadis caramu… Makin menjadi-jadi lah nelangsa cinta dalam hidup kita. *Huh, lebai banget nggak seeeh?
Maka dari itu, masih menurut (bukan) dokter Enjewati, sudah saatnya kita mengganti kata ‘jatuh cinta’ dengan ‘bangun cinta’ kala hati terpaut dengan someone. Insya Allah, ketika ‘bangun cinta’ yang ada, nggak akan pernah ada lagi rumus jatuh terperosok dalam nelangsa cinta. Yang ada justru terbang mengangkasa di langit cinta. Yeeaaah!
Karena kita terus mengupayakan membangun kualitas diri demi memantaskan mendapatkan cinta yang terbaik menurut-Nya. Dan ketika cinta itu tak berbalas, yaudin… yang penting kita akan selalu bangun dalam suasana cinta.
Cinta ditolak oleh pujaan hati? Yakini dengan pasti, bahwa ada pengganti yang lebih-lebih dari doi.
Dihadapkan kepada yang nggak sesuai dengan kriteria hati, awalnya mungkin kita anggap ujian. But, hidung siapa (baca: who knows?) kalau ternyata ada happy ending di mengakhiri?
Dan hapus kata kapok dalam melakukan proses perkenalan saking seringnya gagal. Karena cinta itu misteri. Akan indahnya pada masanya pasti. Yang penting terus aja bangun cinta dalam diri!
Bukan begituh?
Hheee… hanya tulisan ngelindur menjelang tidur ^___^
Selasa, 22 November 2011
Minggu, 20 November 2011
Sabtu, 19 November 2011
Jumat, 18 November 2011
Aji Mumpung
"Ah, aji mumpung banget tuh Rapih Amat dkk di BBB. Artis mah artis aja, pake merambah dunia tairik tambang, eh tarik suara segala! Beruntung aja mereka punya tampang kece. Padahal mah suara pas-pasan! Masih mending suara gue deeeh!"
"Itu liat tuh si Ogah Saputra... Semua stasiun teve dibabat sama doi. Ngelawak, nge-mc, eh nyanyi juga!"
"Si Markonah Guratno juga sama. Main film sih pinter, eh sok-sokan nulis buku pula. Mending kalo ditulis sendiri. Lah ini pake ghost writer! Jual nama doank..."
Pernah ngeluarin statement dengan nada sejenis?
Gue sih yakin sangat MPman MPwati yang baik hati nggak pernah lah yeesss... Ini mungkin statement orang-orang di pedalaman Zimbabwe sono yang gue pernah mendengarnya. Mungkin.
Beberapa dari mereka mencibir orang-orang sukses di bidang tertentu (biasanya sih artis) yang mencoba bidang lain yang bukan bidangnya. Segala cercaan sinis terlempar dari mulut mereka. Dan yang paling diuntungkan dalam kasus ini adalah si Aji! Inget: bukan Aji Massaid, karena harom ngomongin orang yang udah meninggal. Ini Aji Mumpung, yang disebut-sebuuut terus namanya. Eh tapi doi dirugikan juga dink. Nama baiknya tercoreng gegara diidentikkan dengan hal-hal yang keduniawian terus. Kalau doi bisa ngomong, mungkin bakal berujar: Wooot wrong meee (baca: apa salah gueee)? *Cup cup, sabar ya, Aji...
Padahal juga, kalau dipikir-pikir, so lo gitu what? Hidup juga hidup mereka. Sukses nggaknya nggak ada urusan juga sama yang ngomongin. Yang ada kebagian makan bangkai mereka, kaleee! (You know what I mean?). Lagian, gue piki-pikir, si Aji mumpung nggak selamanya salah deh...
Bikooos... Kadang bahkan sering kita juga kudu meniru rumus jitu Aji Mumpung ala artis Indonesia. Tapi eh tapi, noted: bukan yang sifatnya duniawi, lho...! Biar ada bedanya dengan mereka, mending kita pake rumus Aji Pangestu, eh Aji Mumpung buat hal-hal yang sifatnya investasi menuju Jannah-Nya yang pasti. Yeeaaah! *uhuk3, bahasanya berat beudh!
Kamsudnyah, pernah nggak berada di masa-masa iman lagi turun? Ibadah berat banget. Boro-boro yang sunnah, yang wajib aja keteteran! Pernah, pernah, pernah?
Kalau pernah, alhamdulillah lo beneran manusia. Kalau nggak, alias imannya senantiasa bertengger di poool position, gue jadi bingung... Itu orang apa mahluk ghoib, sih? *malaikat ya maksudnya...
Oiya, yang ngaku manusia sejati, pernah juga pastinya merasakan betapa enyaknya kala iman membuncah di dada. Ibadah berasa enteng bin lezat. Tiap zikir bada sholat, bawaannya mau muhasabah terus. Dhuha delapan rokaat mah gampil! Sholat wajib juga jangan tanya deh. Kalau shubuh boleh 8 rakaat, dijabanin dah... *eh?!* Dll yang mengindikasi iman lagi oke punya.
Nah nah nah, gimana rasanya? Enak buanget, yeesss... Sesuatu, berasa sorga di depan mata!
Di sini nih rumus Aji Mumpung kudu kita pakai. Mumpung lagi semangat holat dhuha, semangat nambah kuantitasnya aaah. Mumpung lagi semangat baca Qur'an, kenapa nggak sekalian ngafalin juga? Mumpung lagi rajin puasa Senin-Kamis, minggu depan belajar puasa Dawud, aaaah. Mumpung lagi semangat nge-blog, kenapa engak nyelipin kebaikan di dalamnya walau cuma stu kata? Tujuannya jelas, biar iman nggak cepet-cepet balik ke posisi buncit, gituuuh!
Dan dahsyatnya, kalau pake rumus Aji Mumpung buat hal-hal kayak beginian, selain tiket ke surga makin nyata di depan mata, biasanya kita jadi muslim punya selera, lho! Misal, kalau keimanan Markonah dan Munaroh lagi meluncur ke bawah, cuma kuat beribadah yang wajib-wajib aja. Sunnah mah nyerah dah! Sedang kita yang biasa ber-Aji Mumpung ria ketika iman lgi naik-naiknya, giliran keimanan turun, ibadah sunnah mah no problem, tuh! Palingan kuantitasnya aja yang sedikit meluncur.
So, masih mau mencibir si Aji Mumpung?
Ya enggak lah yeesss...
Buat yang Imannya lagi poool, cobain dh pake rumus Aji Mumpung... Dijamin yahud! Dan buat yan imannya lagi ngerangkak-rangkak, buruan bangun n cicipi sedikit aja rumus ini. Nggak sesulit fisika, kok... Percaya deh! ;-)
"Itu liat tuh si Ogah Saputra... Semua stasiun teve dibabat sama doi. Ngelawak, nge-mc, eh nyanyi juga!"
"Si Markonah Guratno juga sama. Main film sih pinter, eh sok-sokan nulis buku pula. Mending kalo ditulis sendiri. Lah ini pake ghost writer! Jual nama doank..."
Pernah ngeluarin statement dengan nada sejenis?
Gue sih yakin sangat MPman MPwati yang baik hati nggak pernah lah yeesss... Ini mungkin statement orang-orang di pedalaman Zimbabwe sono yang gue pernah mendengarnya. Mungkin.
Beberapa dari mereka mencibir orang-orang sukses di bidang tertentu (biasanya sih artis) yang mencoba bidang lain yang bukan bidangnya. Segala cercaan sinis terlempar dari mulut mereka. Dan yang paling diuntungkan dalam kasus ini adalah si Aji! Inget: bukan Aji Massaid, karena harom ngomongin orang yang udah meninggal. Ini Aji Mumpung, yang disebut-sebuuut terus namanya. Eh tapi doi dirugikan juga dink. Nama baiknya tercoreng gegara diidentikkan dengan hal-hal yang keduniawian terus. Kalau doi bisa ngomong, mungkin bakal berujar: Wooot wrong meee (baca: apa salah gueee)? *Cup cup, sabar ya, Aji...
Padahal juga, kalau dipikir-pikir, so lo gitu what? Hidup juga hidup mereka. Sukses nggaknya nggak ada urusan juga sama yang ngomongin. Yang ada kebagian makan bangkai mereka, kaleee! (You know what I mean?). Lagian, gue piki-pikir, si Aji mumpung nggak selamanya salah deh...
Bikooos... Kadang bahkan sering kita juga kudu meniru rumus jitu Aji Mumpung ala artis Indonesia. Tapi eh tapi, noted: bukan yang sifatnya duniawi, lho...! Biar ada bedanya dengan mereka, mending kita pake rumus Aji Pangestu, eh Aji Mumpung buat hal-hal yang sifatnya investasi menuju Jannah-Nya yang pasti. Yeeaaah! *uhuk3, bahasanya berat beudh!
Kamsudnyah, pernah nggak berada di masa-masa iman lagi turun? Ibadah berat banget. Boro-boro yang sunnah, yang wajib aja keteteran! Pernah, pernah, pernah?
Kalau pernah, alhamdulillah lo beneran manusia. Kalau nggak, alias imannya senantiasa bertengger di poool position, gue jadi bingung... Itu orang apa mahluk ghoib, sih? *malaikat ya maksudnya...
Oiya, yang ngaku manusia sejati, pernah juga pastinya merasakan betapa enyaknya kala iman membuncah di dada. Ibadah berasa enteng bin lezat. Tiap zikir bada sholat, bawaannya mau muhasabah terus. Dhuha delapan rokaat mah gampil! Sholat wajib juga jangan tanya deh. Kalau shubuh boleh 8 rakaat, dijabanin dah... *eh?!* Dll yang mengindikasi iman lagi oke punya.
Nah nah nah, gimana rasanya? Enak buanget, yeesss... Sesuatu, berasa sorga di depan mata!
Di sini nih rumus Aji Mumpung kudu kita pakai. Mumpung lagi semangat holat dhuha, semangat nambah kuantitasnya aaah. Mumpung lagi semangat baca Qur'an, kenapa nggak sekalian ngafalin juga? Mumpung lagi rajin puasa Senin-Kamis, minggu depan belajar puasa Dawud, aaaah. Mumpung lagi semangat nge-blog, kenapa engak nyelipin kebaikan di dalamnya walau cuma stu kata? Tujuannya jelas, biar iman nggak cepet-cepet balik ke posisi buncit, gituuuh!
Dan dahsyatnya, kalau pake rumus Aji Mumpung buat hal-hal kayak beginian, selain tiket ke surga makin nyata di depan mata, biasanya kita jadi muslim punya selera, lho! Misal, kalau keimanan Markonah dan Munaroh lagi meluncur ke bawah, cuma kuat beribadah yang wajib-wajib aja. Sunnah mah nyerah dah! Sedang kita yang biasa ber-Aji Mumpung ria ketika iman lgi naik-naiknya, giliran keimanan turun, ibadah sunnah mah no problem, tuh! Palingan kuantitasnya aja yang sedikit meluncur.
So, masih mau mencibir si Aji Mumpung?
Ya enggak lah yeesss...
Buat yang Imannya lagi poool, cobain dh pake rumus Aji Mumpung... Dijamin yahud! Dan buat yan imannya lagi ngerangkak-rangkak, buruan bangun n cicipi sedikit aja rumus ini. Nggak sesulit fisika, kok... Percaya deh! ;-)
Selasa, 15 November 2011
Kalau Bisa 2, Kenapa Meski 1?
MPwati: Apaaa? Si Enje menyetujui poligami? Gile-gile-gile...
Emang paling enak ngomongin begituan kalau beloman nikah. Tapi kalau udah tau gimana rasanya memiliki dan dimiliki,,, poligami? Nehi-nehi!
MPwati (yang lain): Atau jangan-jangan lo menyetujui program pembumihangusan ummat Islam secara terselubung ala orba aka KB? Ckckck... Nyebut, Nje, nyebuuuut!
Gue: Tenang, Mameeen! Gue ini masih waras ras ras ras.
Setuju sama poligami? Hheee, nokomen! *DesiRatnaSari mode0n
Setuju dengan KB? Apalagi! Ya enggak lah... Prinsip gue nanti, kalau bisa 9, kenapa harus 2? *eh?!
Ini melebihi poligami dan KB, kepentingan pembahasannya, Mameeen!
Karena ini menyangkut hajat hidup orang buaaanyak. Individu per individu. Wa bil khusus buat yang sering bilang "Capedeee... Udah sering doa masih nggak dikabulin apa yang gue minta!". Ataupun yang pernah bilang gini, "Heran deh, kok doa gue nggak kunjung terjawab yah? Kurang apa coba... Doa udah, ibadah juga makin kenceng, eh masih nggak ada jawaban juga!".
Pernah berujar statement di atas? Kalau pernah, postingan kalu ini beneran penting buat nyadarin keluhan lo itu. Kalau gue sih jujur pernah berada dalam kondisi kayak begitu. Tapi harap maklum, pliiisss... Namanya juga manusia: gudangnya keluh kesah!
Ngomongin doa yang nggak kunjung terjawab, gue punya dua cerita yang mudah-mudahan bisa menjadi pelipur lara buat gue, elo, kita semua yang lagi H2C menunggu jawaban doa kita.
Cerita pertama waktu beberapa hari lalu gue bincang santai dengan salah satu teman kantor, yang beruntung dapetin tiket umroh gratis dari kantor. Selain karena emang lama kerja, loyalitas n disipli ternyata ada faktor X yang menurut doi menjadi sabab utama keberangkatannya ke tanah suci beberapa bulan lalu.
Cerita punya cerita, ternyata si bapak ini punya cara unik dalam berdoa. Kalau sebagian kita mungkin berdoa mati-matian kayak gini: "ya Allah, wahai Dzat yang Maha Kaya, lancarkan rejeki dan pekerjaanku... Karuniakan aku rejeki agar dapat mengunjungi rumahMu... Percepat jodohku, pliiisss, ya Rabb.. Dllsb yang inti doanya ke-aku-an banget. Nggak usah jauh-jauh, gue juga suka gitu soalnya.
Kalau temen gue ini, doi beda banget!
"Saya paling seneng kalau denger ada orang yang mau berangkat haji atau umroh. Pasti langsung saya doain biar perjalananya mulus dan ibadahnya di sana lancar. Di jalan juga kalau ngeliat bis rombongan haji, hati saya bergetar banget. Kadang jadi nangis sendiri sambil doain mereka di atas motor, walaupun saya nggak kenal..."
Beuuuh, merhatiin nggak... kok malah doain orang terus ya? Kapan minta buat diri doi sendiri, dooonk?
Cerita ke-dua datang dari seseorang yang nggak mau disebut namanya. So, mari kita panggil dia dengan sebutan Markonah. Agak miris bin tragis sebenarnya cerita Markonah ini. Namun hati doi ini manteb buat dicontoh.
Belum lama, menurut penuturan Markonah ke gue, teman seruangan yang umurnya lebih muda dari doi, ngebagiin undangan nikahnya. Sebagai seorang wanita yang punya rasa punya hati n nggak bisa disamakan denga pisau belati, si Markon ini mendadak panas ngelihat undangan itu. Apalagi teman cowok di ruangannya menyindir-nyindir halus ke rah Markon. Makin jadilah api cembokur di dadanya. Dua lubang di kuping n hidungnya hampir Mengeluarkan asap pertandahati yang bengap.
Namun berhubung doi teman yang baik, rajin nabung n nggak sombong, hanya lantunan doa yang keluar dari mulutnya (fyi: katanya pagi itu sedang hujan sederas-derasnya). Dengan penuh keikhlasan dan jauh dari iri dengki, Markon berdoa setelah dhuha empat rakaat.
"ya Tuhanku... Karuniakan kesehatan kepada temanku dan calonnya hingga hari H. Mudah-mudahan proses menuju hari H nggak ada rintangan suatu apa. Acara hari H-nya pun berjalan lancar. Mudah-mudahan mereka memang jodoh dunia akhirat. Keluarganya nanti kau jadikan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aamiin"
Walaupun perih dilangkahin terus oleh teman-teman sekitar, tapi ia tetap menampakkan wajah ceria di hadapan mereka. Dan taukah, MPman MPwati... Paginya doi berdoa seperti itu, siangnya... Jengjeng, tarraaa, degdeg degdeg degdeg... Teman kampusnya menelpon menawarkan Markon untuk melakukan proses taaruf dengan kenalannya. Masya Allah, sesuatu yeeaaah!
Nah, nenek dan kakek kita, bayi baru berojol, hingga rumput yang bergoyang pun tau ya kesamaan kisah dua orang teman gue itu. Sama-sama menginginkan sesuatu dan sama-sama menjemputnya dengan mendoakan orang lain terlebih dulu. Nggak pelit doa. Paham betul kalau ada seorang hamba mendoakan saudaranya dan yang bersangkutan nggak mengetahui sedang didoakan, maka malaikat mengamini dengan mngatakan, "doa yang sama untukmu, wahai Fulan".
Great! Amazing! Mantafff! Kalau doain orang lain akan berakibat dikabulkannya doa yang didoain dan yang ngedoain, masih mikir untuk pelit doa alias doa buat diri sendiri aja? Wa wa wa waduuuh... Sayang baeudh!
Eniwey, hari ini udah doain siapa aja kah? ;-)
Emang paling enak ngomongin begituan kalau beloman nikah. Tapi kalau udah tau gimana rasanya memiliki dan dimiliki,,, poligami? Nehi-nehi!
MPwati (yang lain): Atau jangan-jangan lo menyetujui program pembumihangusan ummat Islam secara terselubung ala orba aka KB? Ckckck... Nyebut, Nje, nyebuuuut!
Gue: Tenang, Mameeen! Gue ini masih waras ras ras ras.
Setuju sama poligami? Hheee, nokomen! *DesiRatnaSari mode0n
Setuju dengan KB? Apalagi! Ya enggak lah... Prinsip gue nanti, kalau bisa 9, kenapa harus 2? *eh?!
Ini melebihi poligami dan KB, kepentingan pembahasannya, Mameeen!
Karena ini menyangkut hajat hidup orang buaaanyak. Individu per individu. Wa bil khusus buat yang sering bilang "Capedeee... Udah sering doa masih nggak dikabulin apa yang gue minta!". Ataupun yang pernah bilang gini, "Heran deh, kok doa gue nggak kunjung terjawab yah? Kurang apa coba... Doa udah, ibadah juga makin kenceng, eh masih nggak ada jawaban juga!".
Pernah berujar statement di atas? Kalau pernah, postingan kalu ini beneran penting buat nyadarin keluhan lo itu. Kalau gue sih jujur pernah berada dalam kondisi kayak begitu. Tapi harap maklum, pliiisss... Namanya juga manusia: gudangnya keluh kesah!
Ngomongin doa yang nggak kunjung terjawab, gue punya dua cerita yang mudah-mudahan bisa menjadi pelipur lara buat gue, elo, kita semua yang lagi H2C menunggu jawaban doa kita.
Cerita pertama waktu beberapa hari lalu gue bincang santai dengan salah satu teman kantor, yang beruntung dapetin tiket umroh gratis dari kantor. Selain karena emang lama kerja, loyalitas n disipli ternyata ada faktor X yang menurut doi menjadi sabab utama keberangkatannya ke tanah suci beberapa bulan lalu.
Cerita punya cerita, ternyata si bapak ini punya cara unik dalam berdoa. Kalau sebagian kita mungkin berdoa mati-matian kayak gini: "ya Allah, wahai Dzat yang Maha Kaya, lancarkan rejeki dan pekerjaanku... Karuniakan aku rejeki agar dapat mengunjungi rumahMu... Percepat jodohku, pliiisss, ya Rabb.. Dllsb yang inti doanya ke-aku-an banget. Nggak usah jauh-jauh, gue juga suka gitu soalnya.
Kalau temen gue ini, doi beda banget!
"Saya paling seneng kalau denger ada orang yang mau berangkat haji atau umroh. Pasti langsung saya doain biar perjalananya mulus dan ibadahnya di sana lancar. Di jalan juga kalau ngeliat bis rombongan haji, hati saya bergetar banget. Kadang jadi nangis sendiri sambil doain mereka di atas motor, walaupun saya nggak kenal..."
Beuuuh, merhatiin nggak... kok malah doain orang terus ya? Kapan minta buat diri doi sendiri, dooonk?
Cerita ke-dua datang dari seseorang yang nggak mau disebut namanya. So, mari kita panggil dia dengan sebutan Markonah. Agak miris bin tragis sebenarnya cerita Markonah ini. Namun hati doi ini manteb buat dicontoh.
Belum lama, menurut penuturan Markonah ke gue, teman seruangan yang umurnya lebih muda dari doi, ngebagiin undangan nikahnya. Sebagai seorang wanita yang punya rasa punya hati n nggak bisa disamakan denga pisau belati, si Markon ini mendadak panas ngelihat undangan itu. Apalagi teman cowok di ruangannya menyindir-nyindir halus ke rah Markon. Makin jadilah api cembokur di dadanya. Dua lubang di kuping n hidungnya hampir Mengeluarkan asap pertandahati yang bengap.
Namun berhubung doi teman yang baik, rajin nabung n nggak sombong, hanya lantunan doa yang keluar dari mulutnya (fyi: katanya pagi itu sedang hujan sederas-derasnya). Dengan penuh keikhlasan dan jauh dari iri dengki, Markon berdoa setelah dhuha empat rakaat.
"ya Tuhanku... Karuniakan kesehatan kepada temanku dan calonnya hingga hari H. Mudah-mudahan proses menuju hari H nggak ada rintangan suatu apa. Acara hari H-nya pun berjalan lancar. Mudah-mudahan mereka memang jodoh dunia akhirat. Keluarganya nanti kau jadikan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aamiin"
Walaupun perih dilangkahin terus oleh teman-teman sekitar, tapi ia tetap menampakkan wajah ceria di hadapan mereka. Dan taukah, MPman MPwati... Paginya doi berdoa seperti itu, siangnya... Jengjeng, tarraaa, degdeg degdeg degdeg... Teman kampusnya menelpon menawarkan Markon untuk melakukan proses taaruf dengan kenalannya. Masya Allah, sesuatu yeeaaah!
Nah, nenek dan kakek kita, bayi baru berojol, hingga rumput yang bergoyang pun tau ya kesamaan kisah dua orang teman gue itu. Sama-sama menginginkan sesuatu dan sama-sama menjemputnya dengan mendoakan orang lain terlebih dulu. Nggak pelit doa. Paham betul kalau ada seorang hamba mendoakan saudaranya dan yang bersangkutan nggak mengetahui sedang didoakan, maka malaikat mengamini dengan mngatakan, "doa yang sama untukmu, wahai Fulan".
Great! Amazing! Mantafff! Kalau doain orang lain akan berakibat dikabulkannya doa yang didoain dan yang ngedoain, masih mikir untuk pelit doa alias doa buat diri sendiri aja? Wa wa wa waduuuh... Sayang baeudh!
Eniwey, hari ini udah doain siapa aja kah? ;-)
Senin, 14 November 2011
Gara-gara Orang Ke-tiga
Oh, nooo.. Ada orang ke-tiga dalam hubungan gue dengan dia! Hiks, sedih...
Dan parahnya, ini bukan kali pertama gue diduain. Dengan yang sebelumnya juga sama. Udah lama menahan rindu, dan ketika waktunya bertemu, eh ternyata udah ada orang ke-tiga yang lebih doi perhatiin selain gue. Huwaaa... jealous sejadi-jadinya!
Sebagaimana wanita normal pada umumnya, secaur-caurnya gue, tetep aja gue nggak rela dengan hadirnya dia si orang ke-tiga :-(. Sakit, merasa nggak guna, nggak dianggap banget kesetiaan gue kemarin-kemarin.
Eh, sebentar-sebentar... Jadi ceritanya lo diduain sama suami lo, Nje?
Wooot? *keselek*
Of kors not, lah! Suami dari Zimbabwe? Lah nikah aja beloman!
Then, diduain sama siapa? Jangan-jangan sama pacar lo, yaaa? Kok nggak bilang-bilang sih udah punya yayang?!
Hedeh... Harus berapa kali sih gue bilang, kalau gue ini anak gahol, Mamen! Nggak level deh sama yang namanya pacar-pacaran! Kesannya putus asa bin nggak percaya banget sama janji Tuhan gue, gituh...
Jadi, diduain siapa dooonk? Diduain suami orang? Eh?!
Hheee, asem... Makin ngaco lu yeesss!
Gue ini cuma lagi bingung. Kok bisa-bisanya, dua kali gue ketemu teman lama, dua kali itu pula mereka membawa orang ke-tiga. Beneran gue ngerasa nggak guna berbincang dengan mereka. Karena perhatian teman gue udah terbagi antara gue sebagai teman pertamanya, dan si BB sebagai teman barunya. Doi jadi nggak fokus ngobrol sama gue... Suebel!
Eh, siapa nama orang ke-tiganya adi? BB...? Bang Badrun? Apa Bang Barry?
Yap... BB si Blackberry itu orang ke-tiga yang menjadi rival gue. Hiks, sedih banget! Masa gue diduain sama barang?!
Yah, salah gue juga sih. Kayaknya ini karma, karena gue juga sudah mendua, deeeh....
Lo mendua? Ngeduain siapa pula? Gue makin nggak ngerti!
Ya gitu deh... Tepatnya beberapa bulan belakangan, ketika gue udah bawa Smartphone kemanapun di dalam tas (numpang pamer), gue udah menduain Doi yang udah ngasih rejeki buat beli nih Smartphone.
Kalau dulu sepanjang perjalanan berusaha nginget Doi terus, sekarang makin berkurang, masaaa'. Dikit-dikit cek fb, dikit-dikit cek twitter, dikit-dikit cek MP. Di rumah juga sama, bangun-bangun bukan langsung ambil air wudhu, eh megang hape dulu. Fyuuuh... parah banget nih hidup gue!
Emang parah, Nje! Hheee, piiiis!
Tapi ini beneran. Lo ngeluh-ngeluh di awal ada orang ke-tiga antara lo dan teman lo. Lah sendirinya malah menduain Zat yang nggak patut diduain. Harusnya lo ngaca dulu. Inproteksi, eh introspeksi dulu sebelum nyela-nyela orang.
Beneran lo nggak ada bedanya sama dua temen lo. Bahkan lebih parah!
Yah, jangan gitu, donk. Gue melakukan ini juga buat menjalin tali silaturahim dengan teman-teman di dunia maya. Dengan teman lama yang udah berbilang jarak tempat tinggalnya...
Ah, halasan! Tetep aja, berbuat baik yang utama itu ya berbuat baik ke yang ngasih segala ke kita tanpa minta imbalan sedikitpun. Eh, Doi minta imbalan sih, tapi ujung-ujungnya juga buat kita. Kalau itu udah lo laksanain, baru deh lo boleh ngapain aja, terserah!
Hmmm...
Emang lo doank yang bisa jealous? Doi apalagi... Udah ngasih apa aja yang terbaik buat lo, eh diduain! Siapa juga yang nggak jealous?
Then, gue meski ngapain, donk?
Ngapain? Berburu ke Zimbabwe!
Ya jelas lo jangan ngeluh kalau ada orang ke-tiga dalam kehodupan lo. Lo ngaca dulu dan taubatan nasuha. Minta ampun karena udah menduain Doi.
Udah?
Ya udin, gitu doank. Gampang, kan?
Baiklah baiklah baiklah..
Thanx nasihatnya. Bener-bener so nice (dari) so good ;-)
Dan parahnya, ini bukan kali pertama gue diduain. Dengan yang sebelumnya juga sama. Udah lama menahan rindu, dan ketika waktunya bertemu, eh ternyata udah ada orang ke-tiga yang lebih doi perhatiin selain gue. Huwaaa... jealous sejadi-jadinya!
Sebagaimana wanita normal pada umumnya, secaur-caurnya gue, tetep aja gue nggak rela dengan hadirnya dia si orang ke-tiga :-(. Sakit, merasa nggak guna, nggak dianggap banget kesetiaan gue kemarin-kemarin.
Eh, sebentar-sebentar... Jadi ceritanya lo diduain sama suami lo, Nje?
Wooot? *keselek*
Of kors not, lah! Suami dari Zimbabwe? Lah nikah aja beloman!
Then, diduain sama siapa? Jangan-jangan sama pacar lo, yaaa? Kok nggak bilang-bilang sih udah punya yayang?!
Hedeh... Harus berapa kali sih gue bilang, kalau gue ini anak gahol, Mamen! Nggak level deh sama yang namanya pacar-pacaran! Kesannya putus asa bin nggak percaya banget sama janji Tuhan gue, gituh...
Jadi, diduain siapa dooonk? Diduain suami orang? Eh?!
Hheee, asem... Makin ngaco lu yeesss!
Gue ini cuma lagi bingung. Kok bisa-bisanya, dua kali gue ketemu teman lama, dua kali itu pula mereka membawa orang ke-tiga. Beneran gue ngerasa nggak guna berbincang dengan mereka. Karena perhatian teman gue udah terbagi antara gue sebagai teman pertamanya, dan si BB sebagai teman barunya. Doi jadi nggak fokus ngobrol sama gue... Suebel!
Eh, siapa nama orang ke-tiganya adi? BB...? Bang Badrun? Apa Bang Barry?
Yap... BB si Blackberry itu orang ke-tiga yang menjadi rival gue. Hiks, sedih banget! Masa gue diduain sama barang?!
Yah, salah gue juga sih. Kayaknya ini karma, karena gue juga sudah mendua, deeeh....
Lo mendua? Ngeduain siapa pula? Gue makin nggak ngerti!
Ya gitu deh... Tepatnya beberapa bulan belakangan, ketika gue udah bawa Smartphone kemanapun di dalam tas (numpang pamer), gue udah menduain Doi yang udah ngasih rejeki buat beli nih Smartphone.
Kalau dulu sepanjang perjalanan berusaha nginget Doi terus, sekarang makin berkurang, masaaa'. Dikit-dikit cek fb, dikit-dikit cek twitter, dikit-dikit cek MP. Di rumah juga sama, bangun-bangun bukan langsung ambil air wudhu, eh megang hape dulu. Fyuuuh... parah banget nih hidup gue!
Emang parah, Nje! Hheee, piiiis!
Tapi ini beneran. Lo ngeluh-ngeluh di awal ada orang ke-tiga antara lo dan teman lo. Lah sendirinya malah menduain Zat yang nggak patut diduain. Harusnya lo ngaca dulu. Inproteksi, eh introspeksi dulu sebelum nyela-nyela orang.
Beneran lo nggak ada bedanya sama dua temen lo. Bahkan lebih parah!
Yah, jangan gitu, donk. Gue melakukan ini juga buat menjalin tali silaturahim dengan teman-teman di dunia maya. Dengan teman lama yang udah berbilang jarak tempat tinggalnya...
Ah, halasan! Tetep aja, berbuat baik yang utama itu ya berbuat baik ke yang ngasih segala ke kita tanpa minta imbalan sedikitpun. Eh, Doi minta imbalan sih, tapi ujung-ujungnya juga buat kita. Kalau itu udah lo laksanain, baru deh lo boleh ngapain aja, terserah!
Hmmm...
Emang lo doank yang bisa jealous? Doi apalagi... Udah ngasih apa aja yang terbaik buat lo, eh diduain! Siapa juga yang nggak jealous?
Then, gue meski ngapain, donk?
Ngapain? Berburu ke Zimbabwe!
Ya jelas lo jangan ngeluh kalau ada orang ke-tiga dalam kehodupan lo. Lo ngaca dulu dan taubatan nasuha. Minta ampun karena udah menduain Doi.
Udah?
Ya udin, gitu doank. Gampang, kan?
Baiklah baiklah baiklah..
Thanx nasihatnya. Bener-bener so nice (dari) so good ;-)
Gara-gara Orang Ke-tiga
Oh, nooo.. Ada orang ke-tiga dalam hubungan gue dengan dia! Hiks, sedih...
Dan parahnya, ini bukan kali pertama gue diduain. Dengan yang sebelumnya juga sama. Udah lama menahan rindu, dan ketika waktunya bertemu, eh ternyata udah ada orang ke-tiga yang lebih doi perhatiin selain gue. Huwaaa... jealous sejadi-jadinya!
Sebagaimana wanita normal pada umumnya, secaur-caurnya gue, tetep aja gue nggak rela dengan hadirnya dia si orang ke-tiga :-(. Sakit, merasa nggak guna, nggak dianggap banget kesetiaan gue kemarin-kemarin.
Eh, sebentar-sebentar... Jadi ceritanya lo diduain sama suami lo, Nje?
Wooot? *keselek*
Of kors not, lah! Suami dari Zimbabwe? Lah nikah aja beloman!
Then, diduain sama siapa? Jangan-jangan sama pacar lo, yaaa? Kok nggak bilang-bilang sih udah punya yayang?!
Hedeh... Harus berapa kali sih gue bilang, kalau gue ini anak gahol, Mamen! Nggak level deh sama yang namanya pacar-pacaran! Kesannya putus asa bin nggak percaya banget sama janji Tuhan gue, gituh...
Jadi, diduain siapa dooonk? Diduain suami orang? Eh?!
Hheee, asem... Makin ngaco lu yeesss!
Gue ini cuma lagi bingung. Kok bisa-bisanya, dua kali gue ketemu teman lama, dua kali itu pula mereka membawa orang ke-tiga. Beneran gue ngerasa nggak guna berbincang dengan mereka. Karena perhatian teman gue udah terbagi antara gue sebagai teman pertamanya, dan si BB sebagai teman barunya. Doi jadi nggak fokus ngobrol sama gue... Suebel!
Eh, siapa nama orang ke-tiganya adi? BB...? Bang Badrun? Apa Bang Barry?
Yap... BB si Blackberry itu orang ke-tiga yang menjadi rival gue. Hiks, sedih banget! Masa gue diduain sama barang?!
Yah, salah gue juga sih. Kayaknya ini karma, karena gue juga sudah mendua, deeeh....
Lo mendua? Ngeduain siapa pula? Gue makin nggak ngerti!
Ya gitu deh... Tepatnya beberapa bulan belakangan, ketika gue udah bawa Smartphone kemanapun di dalam tas (numpang pamer), gue udah menduain Doi yang udah ngasih rejeki buat beli nih Smartphone.
Kalau dulu sepanjang perjalanan berusaha nginget Doi terus, sekarang makin berkurang, masaaa'. Dikit-dikit cek fb, dikit-dikit cek twitter, dikit-dikit cek MP. Di rumah juga sama, bangun-bangun bukan langsung ambil air wudhu, eh megang hape dulu. Fyuuuh... parah banget nih hidup gue!
Emang parah, Nje! Hheee, piiiis!
Tapi ini beneran. Lo ngeluh-ngeluh di awal ada orang ke-tiga antara lo dan teman lo. Lah sendirinya malah menduain Zat yang nggak patut diduain. Harusnya lo ngaca dulu. Inproteksi, eh introspeksi dulu sebelum nyela-nyela orang.
Beneran lo nggak ada bedanya sama dua temen lo. Bahkan lebih parah!
Yah, jangan gitu, donk. Gue melakukan ini juga buat menjalin tali silaturahim dengan teman-teman di dunia maya. Dengan teman lama yang udah berbilang jarak tempat tinggalnya...
Ah, halasan! Tetep aja, berbuat baik yang utama itu ya berbuat baik ke yang ngasih segala ke kita tanpa minta imbalan sedikitpun. Eh, Doi minta imbalan sih, tapi ujung-ujungnya juga buat kita. Kalau itu udah lo laksanain, baru deh lo boleh ngapain aja, terserah!
Hmmm...
Emang lo doank yang bisa jealous? Doi apalagi... Udah ngasih apa aja yang terbaik buat lo, eh diduain! Siapa juga yang nggak jealous?
Then, gue meski ngapain, donk?
Ngapain? Berburu ke Zimbabwe!
Ya jelas lo jangan ngeluh kalau ada orang ke-tiga dalam kehodupan lo. Lo ngaca dulu dan taubatan nasuha. Minta ampun karena udah menduain Doi.
Udah?
Ya udin, gitu doank. Gampang, kan?
Baiklah baiklah baiklah..
Thanx nasihatnya. Bener-bener so nice (dari) so good ;-)
Dan parahnya, ini bukan kali pertama gue diduain. Dengan yang sebelumnya juga sama. Udah lama menahan rindu, dan ketika waktunya bertemu, eh ternyata udah ada orang ke-tiga yang lebih doi perhatiin selain gue. Huwaaa... jealous sejadi-jadinya!
Sebagaimana wanita normal pada umumnya, secaur-caurnya gue, tetep aja gue nggak rela dengan hadirnya dia si orang ke-tiga :-(. Sakit, merasa nggak guna, nggak dianggap banget kesetiaan gue kemarin-kemarin.
Eh, sebentar-sebentar... Jadi ceritanya lo diduain sama suami lo, Nje?
Wooot? *keselek*
Of kors not, lah! Suami dari Zimbabwe? Lah nikah aja beloman!
Then, diduain sama siapa? Jangan-jangan sama pacar lo, yaaa? Kok nggak bilang-bilang sih udah punya yayang?!
Hedeh... Harus berapa kali sih gue bilang, kalau gue ini anak gahol, Mamen! Nggak level deh sama yang namanya pacar-pacaran! Kesannya putus asa bin nggak percaya banget sama janji Tuhan gue, gituh...
Jadi, diduain siapa dooonk? Diduain suami orang? Eh?!
Hheee, asem... Makin ngaco lu yeesss!
Gue ini cuma lagi bingung. Kok bisa-bisanya, dua kali gue ketemu teman lama, dua kali itu pula mereka membawa orang ke-tiga. Beneran gue ngerasa nggak guna berbincang dengan mereka. Karena perhatian teman gue udah terbagi antara gue sebagai teman pertamanya, dan si BB sebagai teman barunya. Doi jadi nggak fokus ngobrol sama gue... Suebel!
Eh, siapa nama orang ke-tiganya adi? BB...? Bang Badrun? Apa Bang Barry?
Yap... BB si Blackberry itu orang ke-tiga yang menjadi rival gue. Hiks, sedih banget! Masa gue diduain sama barang?!
Yah, salah gue juga sih. Kayaknya ini karma, karena gue juga sudah mendua, deeeh....
Lo mendua? Ngeduain siapa pula? Gue makin nggak ngerti!
Ya gitu deh... Tepatnya beberapa bulan belakangan, ketika gue udah bawa Smartphone kemanapun di dalam tas (numpang pamer), gue udah menduain Doi yang udah ngasih rejeki buat beli nih Smartphone.
Kalau dulu sepanjang perjalanan berusaha nginget Doi terus, sekarang makin berkurang, masaaa'. Dikit-dikit cek fb, dikit-dikit cek twitter, dikit-dikit cek MP. Di rumah juga sama, bangun-bangun bukan langsung ambil air wudhu, eh megang hape dulu. Fyuuuh... parah banget nih hidup gue!
Emang parah, Nje! Hheee, piiiis!
Tapi ini beneran. Lo ngeluh-ngeluh di awal ada orang ke-tiga antara lo dan teman lo. Lah sendirinya malah menduain Zat yang nggak patut diduain. Harusnya lo ngaca dulu. Inproteksi, eh introspeksi dulu sebelum nyela-nyela orang.
Beneran lo nggak ada bedanya sama dua temen lo. Bahkan lebih parah!
Yah, jangan gitu, donk. Gue melakukan ini juga buat menjalin tali silaturahim dengan teman-teman di dunia maya. Dengan teman lama yang udah berbilang jarak tempat tinggalnya...
Ah, halasan! Tetep aja, berbuat baik yang utama itu ya berbuat baik ke yang ngasih segala ke kita tanpa minta imbalan sedikitpun. Eh, Doi minta imbalan sih, tapi ujung-ujungnya juga buat kita. Kalau itu udah lo laksanain, baru deh lo boleh ngapain aja, terserah!
Hmmm...
Emang lo doank yang bisa jealous? Doi apalagi... Udah ngasih apa aja yang terbaik buat lo, eh diduain! Siapa juga yang nggak jealous?
Then, gue meski ngapain, donk?
Ngapain? Berburu ke Zimbabwe!
Ya jelas lo jangan ngeluh kalau ada orang ke-tiga dalam kehodupan lo. Lo ngaca dulu dan taubatan nasuha. Minta ampun karena udah menduain Doi.
Udah?
Ya udin, gitu doank. Gampang, kan?
Baiklah baiklah baiklah..
Thanx nasihatnya. Bener-bener so nice (dari) so good ;-)
Sabtu, 12 November 2011
Istirahatkan Hati di Taman Cinta
Markonah: Mumuuuun... Beneran gue capek sangad hidup di Jakarta. Hiiiks :-(
Munaroh: Kenapa kenapa kenapa, wahai sodariku? Malem minggu kok ngeluh ajah? Santai kek di pantai lah. Syalala lala lala...
Markonah: Gimana bisa santai, Mun... Senin-Jumat gue nguli demi sesuap nasi. Sabtu ngebabu bersama tumpukan baju. Ahad kadang refreshing sih, tapi pulangnya udah capek lagih! Udah gituh, sampe sekarang gue masih nge-jomblo pula. Makin capek, Mun, hati gue! :-(
Munaroh: Yaella, Markooon Markoon... Sama kale kita. Lo capek, gue juga. Lo ngejomblo, gue apalagi. Syalala lala lala...
Markonah: Ah, elu mah syalala lala terus. Gue seriusan nih... Heran gue, lo tuh tiap sabtu-minggu keluar rumah terus. Tiap pulang juga heppiiii terus keliatannya. Punya gandengan lo ye?
Munaroh: Wooot? Nehi, nehi... Jaman udah modern masih gandengan (yang nggak halal)? Nggak gahol! Camen!
Makonah: Terus, apa yang lo kerjain selama ini tiap weekend sampe-sampe lo nggak pernah loyo?
Munaroh: Nggak ngapa-ngapain, kok... Syalala lala lala...
Markonah: Ah, impossible. Kasih tau dooonk... Gue kan juga mau kayak lo, Mun... Banyak berondongnya, kah?
Munaroh: Eheh... Emamg gue cewek apaan maennya sama berondong! Tapi Beneran lo mau ikutan?
Markonah: Beneran! Sule, eh suwer!
Munaroh: Aheeyyy! Yuk ikut gue ke Taman Cinta! ;-)
MPman MPwati... Ada yang tau apa dan di mana itu Taman Cinta? Inget, Taman Cinta! Bukan Taman impian jaya ancol, bukan taman kanak-kanak, bukan pula taman lawang. Ini Taman Cinta!
Menurut KBBK (Kamus Besar Bahasa Kongo), Taman Cinta terdiri dari dua kata: Taman dan Cinta (yaeyyalaaah! Anak baru lahir juga tewu!). Tapi dua kata itu bukan sembarang kata, karena tersusun dari deretan huruf T-A-M-A-N C-I-N-T-A. Huwahaha...
Sekarang serius. Taman cinta tuh actually cuma kiasan yang gue pakai (jadi, apakah si enje ini orang Kongo?) untuk menggambarkan sebuah tempat di mana terdapat aktivitas saling mencinta di antara para pecinta yang berada di dalamnya. Mereka saling berlomba dan menyemangati dalam mencinta sesuatu yang patut dicinta.
Ribet! Bertele-tele! Intinya?
Intinya, satukan hati bebaskan Palestina!
Hheee, sekarang beneran serius... Buat yang masih bernasib tragis seperti dua tokoh kita di atas (jadi kuli aka karyawan), kudu rajin-rajin tuh mampir ke taman cinta tiap pekannya. Nggak perlu lama-lama, dua jam aja cukup. Insya Allah hari-hari kerja lo bakal powerfull!
Kok gitu?
Karena setelah berjibaku dengan hingar bingar dunia kerja, hati kita pasti akan tercemar. Jadi cinta dunia. Cair! Dan hati yang tercemar wajib disterilkan demi sehatnya hati kita. Agar ia kembali mengental.
Dikentalinnya pake apa?
Pake sagu! Hheee, ngarang!
Pake obat yang khusus diciptakan buat hati-hati yang tercemar dan mencair. Dialah Al-Quranul karim. Yeeaaah!
Di Taman Cinta, kita mengobati hati dengan membacanya, menghafalnya, mempelajari cara membacanya yang sesuai kaidah, dan saling menasihati dengan ayat-ayatnya.
Beneran tokcer ini Taman Cinta. Terutama buat yang merasa hidup hanyalah perputaran rutinitas. Gitu-gitu aja!
Gue udah ngebuktiin. Mereka yang udah lama berkecimpung dalam Taman Cinta, bahkan udah naik pangkat jadi guru, kehidupan mereka bener-bener nggak ribet. Sederhana! Kadang gue iri beudh sama mereka. Ada keteduhan yang terpancar dari binar mata, ucapan, dan laku mereka.
Kalau gue lagi males gila, interaksi dengan Al-Quran bener-bener di titik nadir, sekedar duduk-duduk dalam satu lingkaran bersama mereka dan mendengar sepatah dua patah penyemangat dari lisan mereka, seketika semua kemalasan sirna. Yang ada cuma satu kata: SEMANGAT!
Melalui tulisan ini, gue menghimbau MPman MPwati untuk sekarang juga mencari Taman Cinta terdekat. InsyAllah nggak ada ruginya deeeh! XD
Munaroh: Kenapa kenapa kenapa, wahai sodariku? Malem minggu kok ngeluh ajah? Santai kek di pantai lah. Syalala lala lala...
Markonah: Gimana bisa santai, Mun... Senin-Jumat gue nguli demi sesuap nasi. Sabtu ngebabu bersama tumpukan baju. Ahad kadang refreshing sih, tapi pulangnya udah capek lagih! Udah gituh, sampe sekarang gue masih nge-jomblo pula. Makin capek, Mun, hati gue! :-(
Munaroh: Yaella, Markooon Markoon... Sama kale kita. Lo capek, gue juga. Lo ngejomblo, gue apalagi. Syalala lala lala...
Markonah: Ah, elu mah syalala lala terus. Gue seriusan nih... Heran gue, lo tuh tiap sabtu-minggu keluar rumah terus. Tiap pulang juga heppiiii terus keliatannya. Punya gandengan lo ye?
Munaroh: Wooot? Nehi, nehi... Jaman udah modern masih gandengan (yang nggak halal)? Nggak gahol! Camen!
Makonah: Terus, apa yang lo kerjain selama ini tiap weekend sampe-sampe lo nggak pernah loyo?
Munaroh: Nggak ngapa-ngapain, kok... Syalala lala lala...
Markonah: Ah, impossible. Kasih tau dooonk... Gue kan juga mau kayak lo, Mun... Banyak berondongnya, kah?
Munaroh: Eheh... Emamg gue cewek apaan maennya sama berondong! Tapi Beneran lo mau ikutan?
Markonah: Beneran! Sule, eh suwer!
Munaroh: Aheeyyy! Yuk ikut gue ke Taman Cinta! ;-)
MPman MPwati... Ada yang tau apa dan di mana itu Taman Cinta? Inget, Taman Cinta! Bukan Taman impian jaya ancol, bukan taman kanak-kanak, bukan pula taman lawang. Ini Taman Cinta!
Menurut KBBK (Kamus Besar Bahasa Kongo), Taman Cinta terdiri dari dua kata: Taman dan Cinta (yaeyyalaaah! Anak baru lahir juga tewu!). Tapi dua kata itu bukan sembarang kata, karena tersusun dari deretan huruf T-A-M-A-N C-I-N-T-A. Huwahaha...
Sekarang serius. Taman cinta tuh actually cuma kiasan yang gue pakai (jadi, apakah si enje ini orang Kongo?) untuk menggambarkan sebuah tempat di mana terdapat aktivitas saling mencinta di antara para pecinta yang berada di dalamnya. Mereka saling berlomba dan menyemangati dalam mencinta sesuatu yang patut dicinta.
Ribet! Bertele-tele! Intinya?
Intinya, satukan hati bebaskan Palestina!
Hheee, sekarang beneran serius... Buat yang masih bernasib tragis seperti dua tokoh kita di atas (jadi kuli aka karyawan), kudu rajin-rajin tuh mampir ke taman cinta tiap pekannya. Nggak perlu lama-lama, dua jam aja cukup. Insya Allah hari-hari kerja lo bakal powerfull!
Kok gitu?
Karena setelah berjibaku dengan hingar bingar dunia kerja, hati kita pasti akan tercemar. Jadi cinta dunia. Cair! Dan hati yang tercemar wajib disterilkan demi sehatnya hati kita. Agar ia kembali mengental.
Dikentalinnya pake apa?
Pake sagu! Hheee, ngarang!
Pake obat yang khusus diciptakan buat hati-hati yang tercemar dan mencair. Dialah Al-Quranul karim. Yeeaaah!
Di Taman Cinta, kita mengobati hati dengan membacanya, menghafalnya, mempelajari cara membacanya yang sesuai kaidah, dan saling menasihati dengan ayat-ayatnya.
Beneran tokcer ini Taman Cinta. Terutama buat yang merasa hidup hanyalah perputaran rutinitas. Gitu-gitu aja!
Gue udah ngebuktiin. Mereka yang udah lama berkecimpung dalam Taman Cinta, bahkan udah naik pangkat jadi guru, kehidupan mereka bener-bener nggak ribet. Sederhana! Kadang gue iri beudh sama mereka. Ada keteduhan yang terpancar dari binar mata, ucapan, dan laku mereka.
Kalau gue lagi males gila, interaksi dengan Al-Quran bener-bener di titik nadir, sekedar duduk-duduk dalam satu lingkaran bersama mereka dan mendengar sepatah dua patah penyemangat dari lisan mereka, seketika semua kemalasan sirna. Yang ada cuma satu kata: SEMANGAT!
Melalui tulisan ini, gue menghimbau MPman MPwati untuk sekarang juga mencari Taman Cinta terdekat. InsyAllah nggak ada ruginya deeeh! XD
Jumat, 11 November 2011
Diantara Ali dan Umar
Wahwahwah...
Hari ini beeran banjir orang nikahan, yeesss... Nggak cuma ustadz dan artis, rakyat biasapun menyengaja memilih hari ini untuk merubah status mereka. Amazing! *Tukul modeOn
Barakallahu lakum buat para manten baru. Mudah-mudahan pemilihan perubaan status di tanggal (yang katanya) cantik 11-11-11 ini jauh dari maksud-maksud menduakan Allah, yeesss... Dan gue berbaik sangka, pemilihan tanggal ini pasti lebih karena harinya yang baik. Yakni hari Jumat. Hari rayanya ummat Islam. Sebaik-baiknya hari yang paling diberkahi. Ya, kan, para manten baru? ;-)
Yang jodohnya beloman dateng... Nggak perlu mewek, pastikan aja Allah selalu membersamai dalam masa penatian ini (menghibur diri sendiri). Yayaya? ;-)
Dan satu lagi, biarpun hari ini kesannya cuma milik manten baru, tapi tenang aja. Karena ke-Maha Baik-an Allah, para jomblowan-wati juga pasti kebagian lah nikmat-nikmat-Nya di harii ini. Dari yang sepele sampai yang gede naujubilleee. Percaya deeeh!
Kalau gue sih percaya banget! Karena selain bernafas dan buang angin masih free of charge hingga saat ini, akhirnya gue menemukan Umar kembali dalam kehidupan gue today. Yeeaaah!
(ya Allah, mudah-mudahan teman kost gue waktu kuliah nggak ada yang punya akun MP. Tolong di-amin-in doooonk... Kalau nggak, gajah makan kawat... Gawaaat! Hheee)
Uhuk, uhuk, uhuk... Emang Umar yang mana sih, Nje? Prikitiiiiwww...!
Hheee, ada deh... Cuma becanda :-)
Kesannya cari sensasi n minta diciyeh-ciyehin banget yeesss, tapi kali ini beneran nggak bermaksud barang secuilpun cari sensasi. Ini emang bener tentang kembalinya Umar di kehidupan gue. Tepatnya karakter keras bak Umar ra yang udah lama sengaja dikubur rapat-rapat dari dalam diri seorang Enje.
Fyi, gue ini banyak nurun karakter Babeh yang lumayan keras. Motto gue dulu: Gue bener lo salah. Tapi setelah kenalan dengan Rohis, gue lebih memilih untuk menampakkan karakter ceria bak Ali ra aja. Mottonya: Kalau bisa dibawa ketawa-ketiwi, kenapa harus bertampang masam ria?
Gue paling suka membuat jejaring pertemanan baru di tempat-tempat umum, macam di bis, halte, sampai musholla. Intinya, gampang deket dengan orang baru. Tapi dipilih-pilih juga orangnya.
Kayak tadi sore ketika di MM 49 yang gue naikin, ujug-ujug dateng orang gila buat ngamen. Awalnya biasa-biasa aja. Tapi ketika tuh orgil berdiri persis di samping gue, bahkan nawarin gue rokok, tarraaa... Saat itu juga gue sukses membangun jejaring pertemanan baru dengan mbak di sebelah gue. Apalagi ketika tuh orgil makin deket dan orang-orang udah banyak yang turun di stasiun Manggarai. Kami berdua sepakat untuk turun juga dan berjalan kaki hinga ke terminal Manggarai. Di sepenjang jalan itulah gue tau kalau mbak yang dipanggil Miss Lov ini berprofesi sebagai guru di MTs Istiqlal...
Dan seperti yang gue bilang, malam tadi di MM69, mendadak si (karakter) bak Umar datang menghampiri. Padahal beberapa menit yang lalu masih ketawa-ketiwi sama beberapa penulis di acara #NBday, lho...
Tepatnya ketika lagi asoy-asoynya tidur-tidur ayam melepas lelah di deret belakang MM 69. Gue mendadak terbangun dengerin percakapan antara dua orang dewasa dan dua anak kecil yang jadi kenek bis kami.
D1: Ni anak pasti abis minum. Mulutnya bau tuwak! Wajar aja galak banget sama penumpang.
D2: Pasti, Bang... Anak Jakarta mah parah-parah!
D1: Lo abis minum, kan?
A1: Nggak, Bang...
D1: Ah, nggak mungkin. Pasti lo dikasih tuwak sama supir. Kalau nggak, nggak mungkin banget lo berani sama orang gede.
D2: Tau lo, jangan galak-galak sama orang tua. Kuwalat!
Gue sengaja banget curi denger percakapan mereka. Awalnya gue pikir lumayan, kali dapet inspirasi buat nulis tentang anak jalanan. Bahkan ada satu percakapan yang menggelitik gue.
D1: Di Senen tuh parah banget. Anak-anak jalanannya banyak yang ngelem. Abis itu mereka pada nongkrong-nongkrong di halte ngeliatin cewek-cewek. Mereka kan kalau abis ngelem HALuNISASI-nya tinggi banget tuh!
Hwkkk... Dalem hati gue ketawa ngakak. Halusinasi, kaleee! Bukan HALuNISASI!
Sampai di 3/4 percakapan mereka, tiba-tiba si Umar muncul tiba-tiba. Beraksi dengan gaharnya!
D1: Eh, lo mau gue kasi aibon? Gue kasih gratis. Setengah jam lo ngelem dah bareng-bareng...
A1: Saya mah udah nggak ngelem, Bang. Dia tuh...
A2: Emang ngelem apaan?
D1: Ngelem tuh pake aibon. Lo isep-isep dah tuh. Enak, berasa terbang! Mau nggak?
Beneran panas kuping gue dengernya. Sumpe deh nih orang... Sesat sat sat sat! Ngak tau dapet ilham dari mana, gue balik badan.
Gue: Heh, Mas... Anak kecil udah nggak bener malah diajarin nggak bener! Parah lo, Mas!
D2: Tuh dimarahin tuh, Bang..
D1: Heh, dimarahin gue...
Gue: Anak kecil kok diajarin nggak bener!
Nggak sampe di situ, di dalam hati lebih parah lagi. Abis gue maki-maki tuh orang.
Gue: Dasar nggak bener. Ngomong halusinasi aja masih nggak becus, ngerusakin anak orang! Blablabla... (catet: cuma di dalam hati!).
Sampe tuh orang turun, tiba-tiba si D2 ngajak ngobrol gue dari kursi tepat di belakang gue.
D2: Maklum, Mbak... Orang terminal! Nggak ada yang bener! Preman!
Wooot! Gue bentak-bentak preman? Astaghfirullah, untung nggak balik bentak tuh orang... Fyuuuh, thanx, Allah...
Sepanjang sisa perjalanan, gue merenungi semua kejadian di MM69. Kok bisa ya gue seberani itu? Gimana kalau tuh orang balik bentak gue di hadapan para penumpang lain? Bisa berabeee... Bakal menciut pastinya gue.
Then gue banyak bersukur dan berharap, mudah-mudahan tingkah sok keras gue terhadap tuh preman bukan karena emosi belaka, tapi lebih kepada ke-nggak rela-an dengan permasalahan ummat. Seperti Umar yang nggak pernah rela Islam dihina sedikitpun dan nggak pernah rela kezholiman merajalela. Aamiin, ya Allah. Mudah-mudahan, yeesss...
Eheheh... Kali ini beneran nggak nyambung abis antara pembuka dengan cerita yang sesungguhnya. Hheee, tolong jangan dimaki. XD
Hari ini beeran banjir orang nikahan, yeesss... Nggak cuma ustadz dan artis, rakyat biasapun menyengaja memilih hari ini untuk merubah status mereka. Amazing! *Tukul modeOn
Barakallahu lakum buat para manten baru. Mudah-mudahan pemilihan perubaan status di tanggal (yang katanya) cantik 11-11-11 ini jauh dari maksud-maksud menduakan Allah, yeesss... Dan gue berbaik sangka, pemilihan tanggal ini pasti lebih karena harinya yang baik. Yakni hari Jumat. Hari rayanya ummat Islam. Sebaik-baiknya hari yang paling diberkahi. Ya, kan, para manten baru? ;-)
Yang jodohnya beloman dateng... Nggak perlu mewek, pastikan aja Allah selalu membersamai dalam masa penatian ini (menghibur diri sendiri). Yayaya? ;-)
Dan satu lagi, biarpun hari ini kesannya cuma milik manten baru, tapi tenang aja. Karena ke-Maha Baik-an Allah, para jomblowan-wati juga pasti kebagian lah nikmat-nikmat-Nya di harii ini. Dari yang sepele sampai yang gede naujubilleee. Percaya deeeh!
Kalau gue sih percaya banget! Karena selain bernafas dan buang angin masih free of charge hingga saat ini, akhirnya gue menemukan Umar kembali dalam kehidupan gue today. Yeeaaah!
(ya Allah, mudah-mudahan teman kost gue waktu kuliah nggak ada yang punya akun MP. Tolong di-amin-in doooonk... Kalau nggak, gajah makan kawat... Gawaaat! Hheee)
Uhuk, uhuk, uhuk... Emang Umar yang mana sih, Nje? Prikitiiiiwww...!
Hheee, ada deh... Cuma becanda :-)
Kesannya cari sensasi n minta diciyeh-ciyehin banget yeesss, tapi kali ini beneran nggak bermaksud barang secuilpun cari sensasi. Ini emang bener tentang kembalinya Umar di kehidupan gue. Tepatnya karakter keras bak Umar ra yang udah lama sengaja dikubur rapat-rapat dari dalam diri seorang Enje.
Fyi, gue ini banyak nurun karakter Babeh yang lumayan keras. Motto gue dulu: Gue bener lo salah. Tapi setelah kenalan dengan Rohis, gue lebih memilih untuk menampakkan karakter ceria bak Ali ra aja. Mottonya: Kalau bisa dibawa ketawa-ketiwi, kenapa harus bertampang masam ria?
Gue paling suka membuat jejaring pertemanan baru di tempat-tempat umum, macam di bis, halte, sampai musholla. Intinya, gampang deket dengan orang baru. Tapi dipilih-pilih juga orangnya.
Kayak tadi sore ketika di MM 49 yang gue naikin, ujug-ujug dateng orang gila buat ngamen. Awalnya biasa-biasa aja. Tapi ketika tuh orgil berdiri persis di samping gue, bahkan nawarin gue rokok, tarraaa... Saat itu juga gue sukses membangun jejaring pertemanan baru dengan mbak di sebelah gue. Apalagi ketika tuh orgil makin deket dan orang-orang udah banyak yang turun di stasiun Manggarai. Kami berdua sepakat untuk turun juga dan berjalan kaki hinga ke terminal Manggarai. Di sepenjang jalan itulah gue tau kalau mbak yang dipanggil Miss Lov ini berprofesi sebagai guru di MTs Istiqlal...
Dan seperti yang gue bilang, malam tadi di MM69, mendadak si (karakter) bak Umar datang menghampiri. Padahal beberapa menit yang lalu masih ketawa-ketiwi sama beberapa penulis di acara #NBday, lho...
Tepatnya ketika lagi asoy-asoynya tidur-tidur ayam melepas lelah di deret belakang MM 69. Gue mendadak terbangun dengerin percakapan antara dua orang dewasa dan dua anak kecil yang jadi kenek bis kami.
D1: Ni anak pasti abis minum. Mulutnya bau tuwak! Wajar aja galak banget sama penumpang.
D2: Pasti, Bang... Anak Jakarta mah parah-parah!
D1: Lo abis minum, kan?
A1: Nggak, Bang...
D1: Ah, nggak mungkin. Pasti lo dikasih tuwak sama supir. Kalau nggak, nggak mungkin banget lo berani sama orang gede.
D2: Tau lo, jangan galak-galak sama orang tua. Kuwalat!
Gue sengaja banget curi denger percakapan mereka. Awalnya gue pikir lumayan, kali dapet inspirasi buat nulis tentang anak jalanan. Bahkan ada satu percakapan yang menggelitik gue.
D1: Di Senen tuh parah banget. Anak-anak jalanannya banyak yang ngelem. Abis itu mereka pada nongkrong-nongkrong di halte ngeliatin cewek-cewek. Mereka kan kalau abis ngelem HALuNISASI-nya tinggi banget tuh!
Hwkkk... Dalem hati gue ketawa ngakak. Halusinasi, kaleee! Bukan HALuNISASI!
Sampai di 3/4 percakapan mereka, tiba-tiba si Umar muncul tiba-tiba. Beraksi dengan gaharnya!
D1: Eh, lo mau gue kasi aibon? Gue kasih gratis. Setengah jam lo ngelem dah bareng-bareng...
A1: Saya mah udah nggak ngelem, Bang. Dia tuh...
A2: Emang ngelem apaan?
D1: Ngelem tuh pake aibon. Lo isep-isep dah tuh. Enak, berasa terbang! Mau nggak?
Beneran panas kuping gue dengernya. Sumpe deh nih orang... Sesat sat sat sat! Ngak tau dapet ilham dari mana, gue balik badan.
Gue: Heh, Mas... Anak kecil udah nggak bener malah diajarin nggak bener! Parah lo, Mas!
D2: Tuh dimarahin tuh, Bang..
D1: Heh, dimarahin gue...
Gue: Anak kecil kok diajarin nggak bener!
Nggak sampe di situ, di dalam hati lebih parah lagi. Abis gue maki-maki tuh orang.
Gue: Dasar nggak bener. Ngomong halusinasi aja masih nggak becus, ngerusakin anak orang! Blablabla... (catet: cuma di dalam hati!).
Sampe tuh orang turun, tiba-tiba si D2 ngajak ngobrol gue dari kursi tepat di belakang gue.
D2: Maklum, Mbak... Orang terminal! Nggak ada yang bener! Preman!
Wooot! Gue bentak-bentak preman? Astaghfirullah, untung nggak balik bentak tuh orang... Fyuuuh, thanx, Allah...
Sepanjang sisa perjalanan, gue merenungi semua kejadian di MM69. Kok bisa ya gue seberani itu? Gimana kalau tuh orang balik bentak gue di hadapan para penumpang lain? Bisa berabeee... Bakal menciut pastinya gue.
Then gue banyak bersukur dan berharap, mudah-mudahan tingkah sok keras gue terhadap tuh preman bukan karena emosi belaka, tapi lebih kepada ke-nggak rela-an dengan permasalahan ummat. Seperti Umar yang nggak pernah rela Islam dihina sedikitpun dan nggak pernah rela kezholiman merajalela. Aamiin, ya Allah. Mudah-mudahan, yeesss...
Eheheh... Kali ini beneran nggak nyambung abis antara pembuka dengan cerita yang sesungguhnya. Hheee, tolong jangan dimaki. XD
Kamis, 10 November 2011
Bersolih-solih Ria... Masih Jaman?
Jadi orang solih? Masih jaman, gituh?
Secara jaman udah modern, diktator Arab udah pada tumbang, Palestina nyaris menang, internetan udah gampang... Masih jadi orang solih? Ketinggalan jamaaan! Nggak gahol!
Tapi tolong, tolong... Ini bukan ajaran baru: Enjeisme, yang mengajak teman-teman sekalian untuk begajulan. Bukan, bukan... Gue masih waras, kok!
Buat para ketua atau mantan petinggi lembaga dakwah, anak atau isteri ustadz, anggota FPI, tolong jangan pecat gue sebagai teman MP kalian, Pliisss... Yayaya? Gue cuma mau meramaikan tulisan tentang Hari Pahlawan aja kok, yang lumayan hot di jagad sosial media.
Lagi-lagi dan semoga nggak bosan, judul di atas gue comot dari salah satu bagian di kata pengantarnya buku Ust. Salim: Agar Bidadari Cemburu Padamu. Tapi kali ini beneran nggak ada unsur galaunya. Hari Pahlawan, gitu looooh! Malu sama mereka-mereka yang hari ini khusus kita banggakan, duooonk!
Eh, tapi pahlawan kan juga manusia, yeesss... Pasti pernah n bisa galau. Cuma porsinya aja yang beda kali ya sama kita... Kalau mereka kebanyakan berjuangnya, kalau kita kebanyakan galaunya! *kita...? Elo aja kaleee, Nje! Hheee
Wokeh, mungkin ada yang bertanya-tanya tanya-bertanya, emang penting apa ya bahas tentang pahlawan? Terus, apa pula kaitannya sama udah nggak jaman bersolih-solih ria?
Gue jawab: emang sih, nggak penting banget ngomongin pahlawan. Indonesia udah merdeka. Belanda udah makmur sentosa di Eropa sana! Tapi... Ada kaitannya banget antara pahlawan dengan judul tulisan gue, lho...
Namun sebelumnya, maafkan dan ijinkanlah teman kalian yang doyan ngaco ini, untuk meluruskan judul dan paragrap lead tulisannya.
Seperti biasa, si Enje ini emang tukang cari sensasi! Kalau kripik dari salah seorang teman, tulisan pembuka gue 40 persen isinya hal-hal geje terus. Tapi nggak kenapa, buktinya yang memberi kripik masih setia nongkrongin tulisan gue kok (ngaku deh ngaku, siapakah orangnya? :-P). Hheee...
Balik lagi, jadi maksud gue janganlah cuma puas, bahkan berbangga jadi orang yang solih tok! Masuk sorga nggak ngajak-ngajak. Padahal sorga luasnya melebihi langit dan bumi. Nah, Cobain deh jadi orang yang muslih (bukan cuma mensolihkan diri sendiri, tapi juga mensolihkan orang lain). Nggak rela masuk surga sendiri, makanya ngajak-ngajak yang lain. Kalau bisa, semua yang di MP ini masuk surga bareng. Kita ramaikan surga dengan MPman MPwati. Ketawa-ketiwi bareng lagi di sana. Wuiiiih, senangnyaaa ;-).
Nah, nah... Udah clear, kan? Gue bukan MPwati yang sesat dan menyesatkan, kan? Noted: tolong dicatat baik-baik di memori kalian menggunakan long term memory, yak ;-)
Then, kaitan antara jangan jadi orang solih (namun kudu muslih), jelas...
Yang namanya pahlawan itu menurut gue adalah mereka-mereka yang muslih. Kalau konteksnya jaman perang dulu, mereka menjadi orang-orang yang bergerak paling depan. Mencontohkan pada yang lain betapa pentingnya berjuang bela negara. Keren, yeesss... Konkrit b-g-t!
Kalau konteksnya kekinian, apa doooonk?
Kalau sekarang, lebih banyak lagi yang bisa kita lakuin. Mulai dari hal-hal kecil, simpel, n yang di sekeliling kita aja dulu. Di dunia nyata misalnya, jadi guru ngaji. Gue yakin sangad deh, kita semua udah belajar ngaji dan belajar Islam dari sebelum TK. Bahkan udah ngelotok maybe. So, nggak ada salahnya (emang nggak salah) dan udah sepantasnya kita ngajar ngaji adik-adik dan orang di sekeliling. Oiya, bukan cuma ngajar ngaji baca Qur'an, lho... Tapi menyebarkan nilai-nilai Islam dalam keseharian kita dan mereka.
Kalau mau itung-itungan pahala nih yeesss, nggak ada ruginya banget lhoooo!
Kalau sholat sendiri dapat satu pahala. Ngajak orang lain sholat dan yang diajak mau, dapetin pahala mereka juga. Belom lagi kalau sholatnya jadi jamaahan sama tuh orang, 27 kali lipat kebaikannya. Belom lagi kalau tuh orang jadi insaf dan rajin sholat sejak kita ingetin... Waduh waduh, behubung gue udah muak sama apapun yang berbau angka (kecuali duit dan cek), jadi sila itung sendiri deh, yeesss... Berapa lipat-lipat investasi pahala yang kita dapat. Kalian pasti lebih jago ketimbang gue! :-)
Itu baru di dunia nyata. Belom lagi di dunia maya yang tiap hari kita tongkrongin terus pagi siang sore malam... Sekali update QN ataupun blog yang beraroma kebaikan, udah dapet satu pahala (asal niatnya bener, yeesss). Belom lagi kalau ada yang komen n doi melakukan kebaikan yang kita tuliskan, dapet lagu satu pahala insyAllah. Kalau yang ngelakuin hal itu 10 orang, dapet lagi pahala dari mereka. Belom lagi kalau tiap hari ngupdte satu tulisan macam itu. Sekali lagi, itung sendiri deh berapa pahala yang bakal didapat. Pusing gue, percaya aja dah sama janji-Nya dan kemampuan mencatat plus menghitung malaikat di kiri kanan kita.
Gimana, gimana, gimana...
Enak ya jadi orang muslih... Dapat pahala iya, dapat gelar pahlawanjuga iya tanpa kita minta. Walaupun di lingkup yang nggak besar.
Jadi keingetan sedikit ringkasan puisi yang gue tempel di pintu kamar:
Keluarlah keluarlah saudaraku
Darii keheningan masjidmu
Bawalah roh sajadahmu ke jalan-jalan...
Keluarlah keluarlah saudaraku
Dari nikmat kesendirianmu
Satukan kembali hati-hati yang berserakan ini...
Keluarlah keluarlah saudaraku
Berdirilah tegap di ujung jalan itu
Sebentar lagi sejarah kan lewat
Mencari aktor baru untuk drama kebenarannya
Sambut saja dia
Engkaulah yang dia cari...
Aheeyyy... Mantap beudh, yeesss?!
Ada yang tau, puisi siapakah ini?
Siapapun, yang jelas bukan gue. Beneran deeeh!
Last but not least, siapa yang ngaku anak gahol, mari, mari saling ngingatin untuk jadi orang yang muslih... ;-)
Hedeh, sok tewu banget ya gue...? Hheee, mohon dimaafkan kalau banyak ke-sotoy-an yang gue tuliskan.
Mudah-mudahan kata-kata Met Hari Pahlawan, terlanun juga buat kita di kemudian hari... XD
Secara jaman udah modern, diktator Arab udah pada tumbang, Palestina nyaris menang, internetan udah gampang... Masih jadi orang solih? Ketinggalan jamaaan! Nggak gahol!
Tapi tolong, tolong... Ini bukan ajaran baru: Enjeisme, yang mengajak teman-teman sekalian untuk begajulan. Bukan, bukan... Gue masih waras, kok!
Buat para ketua atau mantan petinggi lembaga dakwah, anak atau isteri ustadz, anggota FPI, tolong jangan pecat gue sebagai teman MP kalian, Pliisss... Yayaya? Gue cuma mau meramaikan tulisan tentang Hari Pahlawan aja kok, yang lumayan hot di jagad sosial media.
Lagi-lagi dan semoga nggak bosan, judul di atas gue comot dari salah satu bagian di kata pengantarnya buku Ust. Salim: Agar Bidadari Cemburu Padamu. Tapi kali ini beneran nggak ada unsur galaunya. Hari Pahlawan, gitu looooh! Malu sama mereka-mereka yang hari ini khusus kita banggakan, duooonk!
Eh, tapi pahlawan kan juga manusia, yeesss... Pasti pernah n bisa galau. Cuma porsinya aja yang beda kali ya sama kita... Kalau mereka kebanyakan berjuangnya, kalau kita kebanyakan galaunya! *kita...? Elo aja kaleee, Nje! Hheee
Wokeh, mungkin ada yang bertanya-tanya tanya-bertanya, emang penting apa ya bahas tentang pahlawan? Terus, apa pula kaitannya sama udah nggak jaman bersolih-solih ria?
Gue jawab: emang sih, nggak penting banget ngomongin pahlawan. Indonesia udah merdeka. Belanda udah makmur sentosa di Eropa sana! Tapi... Ada kaitannya banget antara pahlawan dengan judul tulisan gue, lho...
Namun sebelumnya, maafkan dan ijinkanlah teman kalian yang doyan ngaco ini, untuk meluruskan judul dan paragrap lead tulisannya.
Seperti biasa, si Enje ini emang tukang cari sensasi! Kalau kripik dari salah seorang teman, tulisan pembuka gue 40 persen isinya hal-hal geje terus. Tapi nggak kenapa, buktinya yang memberi kripik masih setia nongkrongin tulisan gue kok (ngaku deh ngaku, siapakah orangnya? :-P). Hheee...
Balik lagi, jadi maksud gue janganlah cuma puas, bahkan berbangga jadi orang yang solih tok! Masuk sorga nggak ngajak-ngajak. Padahal sorga luasnya melebihi langit dan bumi. Nah, Cobain deh jadi orang yang muslih (bukan cuma mensolihkan diri sendiri, tapi juga mensolihkan orang lain). Nggak rela masuk surga sendiri, makanya ngajak-ngajak yang lain. Kalau bisa, semua yang di MP ini masuk surga bareng. Kita ramaikan surga dengan MPman MPwati. Ketawa-ketiwi bareng lagi di sana. Wuiiiih, senangnyaaa ;-).
Nah, nah... Udah clear, kan? Gue bukan MPwati yang sesat dan menyesatkan, kan? Noted: tolong dicatat baik-baik di memori kalian menggunakan long term memory, yak ;-)
Then, kaitan antara jangan jadi orang solih (namun kudu muslih), jelas...
Yang namanya pahlawan itu menurut gue adalah mereka-mereka yang muslih. Kalau konteksnya jaman perang dulu, mereka menjadi orang-orang yang bergerak paling depan. Mencontohkan pada yang lain betapa pentingnya berjuang bela negara. Keren, yeesss... Konkrit b-g-t!
Kalau konteksnya kekinian, apa doooonk?
Kalau sekarang, lebih banyak lagi yang bisa kita lakuin. Mulai dari hal-hal kecil, simpel, n yang di sekeliling kita aja dulu. Di dunia nyata misalnya, jadi guru ngaji. Gue yakin sangad deh, kita semua udah belajar ngaji dan belajar Islam dari sebelum TK. Bahkan udah ngelotok maybe. So, nggak ada salahnya (emang nggak salah) dan udah sepantasnya kita ngajar ngaji adik-adik dan orang di sekeliling. Oiya, bukan cuma ngajar ngaji baca Qur'an, lho... Tapi menyebarkan nilai-nilai Islam dalam keseharian kita dan mereka.
Kalau mau itung-itungan pahala nih yeesss, nggak ada ruginya banget lhoooo!
Kalau sholat sendiri dapat satu pahala. Ngajak orang lain sholat dan yang diajak mau, dapetin pahala mereka juga. Belom lagi kalau sholatnya jadi jamaahan sama tuh orang, 27 kali lipat kebaikannya. Belom lagi kalau tuh orang jadi insaf dan rajin sholat sejak kita ingetin... Waduh waduh, behubung gue udah muak sama apapun yang berbau angka (kecuali duit dan cek), jadi sila itung sendiri deh, yeesss... Berapa lipat-lipat investasi pahala yang kita dapat. Kalian pasti lebih jago ketimbang gue! :-)
Itu baru di dunia nyata. Belom lagi di dunia maya yang tiap hari kita tongkrongin terus pagi siang sore malam... Sekali update QN ataupun blog yang beraroma kebaikan, udah dapet satu pahala (asal niatnya bener, yeesss). Belom lagi kalau ada yang komen n doi melakukan kebaikan yang kita tuliskan, dapet lagu satu pahala insyAllah. Kalau yang ngelakuin hal itu 10 orang, dapet lagi pahala dari mereka. Belom lagi kalau tiap hari ngupdte satu tulisan macam itu. Sekali lagi, itung sendiri deh berapa pahala yang bakal didapat. Pusing gue, percaya aja dah sama janji-Nya dan kemampuan mencatat plus menghitung malaikat di kiri kanan kita.
Gimana, gimana, gimana...
Enak ya jadi orang muslih... Dapat pahala iya, dapat gelar pahlawanjuga iya tanpa kita minta. Walaupun di lingkup yang nggak besar.
Jadi keingetan sedikit ringkasan puisi yang gue tempel di pintu kamar:
Keluarlah keluarlah saudaraku
Darii keheningan masjidmu
Bawalah roh sajadahmu ke jalan-jalan...
Keluarlah keluarlah saudaraku
Dari nikmat kesendirianmu
Satukan kembali hati-hati yang berserakan ini...
Keluarlah keluarlah saudaraku
Berdirilah tegap di ujung jalan itu
Sebentar lagi sejarah kan lewat
Mencari aktor baru untuk drama kebenarannya
Sambut saja dia
Engkaulah yang dia cari...
Aheeyyy... Mantap beudh, yeesss?!
Ada yang tau, puisi siapakah ini?
Siapapun, yang jelas bukan gue. Beneran deeeh!
Last but not least, siapa yang ngaku anak gahol, mari, mari saling ngingatin untuk jadi orang yang muslih... ;-)
Hedeh, sok tewu banget ya gue...? Hheee, mohon dimaafkan kalau banyak ke-sotoy-an yang gue tuliskan.
Mudah-mudahan kata-kata Met Hari Pahlawan, terlanun juga buat kita di kemudian hari... XD
Rabu, 09 November 2011
Mekar di Kamar Cinta
Weeiiiit, ini judul minta diciye-ciyein banget, yeesss...
Bikin jari telunjuk gatel mau nge-klik dan berujar, "Pasti nyerempet-nyerempet ke arah pembicaraan orang dewasa dan sebagainya, deh. Pasti! Pasti! Pasti!"
Kalau kata aktivis: galau banget si lo!
Kalau kata yang sedang dalam masa penantian: asikasikasik... Nimba ilmu gratis!
Whatever persepsi MPman MPwati ngebaca judul di atas. Apapun itu, sah-sah aja lah... Tapi lebih baik selalu mulai dengan berprasangka baik dulu deh, yeesss... :-)
Actually judul kali ini gue comot dari salah satu bagian kata pengantar buku Ust. Salim A Fillah: Agar Bidadari Cemburu Padamu. Buku yang menurut sebagian orang isinya nggak jauh dari galau-menggalau, nikah-nikahan, dllsb yang begitu-begituan yang bukan bacaannya aktivis banget deh!
Biarin ah, yang penting bukan apa isi bukunya. Tapi kebaikan apa yang bisa gue sampaikan kembali pada orang lain setelah baca tuh Bukan begetoh?
Dan dari lubuk hati yang paling dalam, gue ingin mengakui kalau tulisan ini memang tentang cinta...
Tuh, kaaan...! Pasti! Pasti! Pasti! Apa gue bilang!
Tentang kamar cinta, yang masing-masing dari kita pasti deh udah pernah masuk ke dalamnya. Baik rela maupun karena terpaksa.
Ngomong apa sih lo, Nje?!
Okd, gue tanya... Perrnah nggak berada dalam satu kondisi bersama satu atau banyak orang dalam satu lingkungan apapun, saling mencinta dan menumbuhkan? Then, bersama mereka lo merasa pewe banget berada di dalamnya. Nggak mau pergi. Maunya berlama-lama. Hidupjadi lebih bergairah walaupun susah, makin mengenal kekurangan dan kelebihan diri, kalau lo salah ada yang nasehatin, kalau lo benar ada yang mendukung, dan suasana penuh cinta di tiap ruasnya. Pernah, pernah?
Buat yang pernah, gue ucapin selamat! Congrat! Lo udah menyicipi asiknya mekar di kamar Cinta. Aheeyyy!
Hmmm... Makan sayur asem pake ikan asin, kasiaaan deh lo, Nje! Galau akut! *JakaSembungDetected!
Whatever...
Berhubung gue agak doyan bercerita (sinonimnya banci ngomong!), dengan senang hati akan gue share pengalaman gue berada di kamar cinta dan mekar di dalamnya. Yang penasaran sila dibaca terus, tapi jangan ngiri, pliiiis. Yang nggak tertarik, makanya dibaca terus biar makin tertarik. Hhee, maksa.
Semua bemula ketika SMA, gue dipertemukan dengan Mbak Markonah. Doi ini yang pertama kali membawa gue ke depan gerbang kamar cinta, dengan cara yang agak maksa. "ikutan Rohis, yaaa...," katanya.
Oiya, doi ini orangnya baik banget. Keibuan dan tipikal istri solehah yang sedap dipandang matah. Sampe nggak tega gue bilang nggak waktu itu. Cuma bisa ngedumel dalam hati mendengar ajakannya. "Gue ikut Rohis? Nggak pernah mimpi sebelumnya!"
Satu tahun di sana, biasa aja tuh. Yang paling berkesan cuma pernah pulang sampe jam setengah sebelas malem demi terselenggaranya acara Muharram di sekolah. Rekor pertama jadi aktebel!
Baru di dua tahun berikutnya, tepatnya ketika di semester dua kelas tiga, sepertinya gue udah mulai masuk ke dalam kamar cinta. Walaupun baru sampe depan pintu kamarnya doank, tapi great! Yang tadinya biasa-biasa aja berbalik jadi ruarrr biasa! Hidup jadi penuh warna bersama orang-orang di dalamnya. Masa, gue yang nggak pernah berani tampil apalagi ngomong di depan orang banyak, perlahan jadi banci tampil. Masa, gue yang nggak seru n introvert dosis tinggi, Jadi extrovert n ratu sanguin. Anehnya lagi, gue yang nggak pinter-pinter banget, bisa tembus ui nggak pake tes. Can you imagine...? Very very very something deeeh! ;-)
Di bangku kuliah lebih ajaib lagi. Gue yang nggak pernah bermimpi jadi aktivis kampus, eh malah diamanahin megang amanah yang nggak boleh disebut namanya (kalau bahasa HarPot-nya: You Know What). Mimpi gue ikut lomba-lomba sampe tingkat nasional (walaupun nggak menang) alhamdulullah tercapai. Gue bisa bolak/ik kampus-SMA juga walau kantong pas-pasan. Beasiswa ngalir terus. Dan pastinya, gue yang nggak suka dengan ketenaran, malah mendadak tenar! *sumpe lo, Nje?!
Intinya, di bangku kuliah, gue makin dalam memasuki kamar cinta. Boleh dibilang mulai merasakan bagaimana tumbuh mekar di dalamnya bersama teman-teman. Seru, asik, amazing, apa lagi yeesss? Kayaknya nggak terlukis dengan kata-kata, deeeh..
Eh nggak sampai di situ aja dink! Setelah lulus dan bekerja kini pun gue alhamdulillah masih diijinkan berada di kamar cinta dan merekah di dalamnya. Bermesraan dalam kebaikan bersama penghuni lain. Masya Allah...
Nah, udah nangkep kan apa itu kamar cinta? Pasti MPman MPwati pernah merasakan nikmatnya mekar di kamar cinta walau sebentar, kan? Oiya, tolong diunderline, dibold, n diitalic, rumah cinta yang gue maksud bukan cuma Rohis seperti yang gue alami. Bisa apa aja bentuknya, yang intinya tempat berkumpulnya kebaikan dan membuat para penghuninya berubah menjadi lebih baik. Bisa aja lingkungan keluarga inti, komunitas pecinta alam, dan lainnya.
Buat yang belom pernah memasukinya, cari-cari deh kamar cinta di sekitar lo, dan rasakan sensasi tumbuh mekar di dalamnya. Okokok... :-P
Bikin jari telunjuk gatel mau nge-klik dan berujar, "Pasti nyerempet-nyerempet ke arah pembicaraan orang dewasa dan sebagainya, deh. Pasti! Pasti! Pasti!"
Kalau kata aktivis: galau banget si lo!
Kalau kata yang sedang dalam masa penantian: asikasikasik... Nimba ilmu gratis!
Whatever persepsi MPman MPwati ngebaca judul di atas. Apapun itu, sah-sah aja lah... Tapi lebih baik selalu mulai dengan berprasangka baik dulu deh, yeesss... :-)
Actually judul kali ini gue comot dari salah satu bagian kata pengantar buku Ust. Salim A Fillah: Agar Bidadari Cemburu Padamu. Buku yang menurut sebagian orang isinya nggak jauh dari galau-menggalau, nikah-nikahan, dllsb yang begitu-begituan yang bukan bacaannya aktivis banget deh!
Biarin ah, yang penting bukan apa isi bukunya. Tapi kebaikan apa yang bisa gue sampaikan kembali pada orang lain setelah baca tuh Bukan begetoh?
Dan dari lubuk hati yang paling dalam, gue ingin mengakui kalau tulisan ini memang tentang cinta...
Tuh, kaaan...! Pasti! Pasti! Pasti! Apa gue bilang!
Tentang kamar cinta, yang masing-masing dari kita pasti deh udah pernah masuk ke dalamnya. Baik rela maupun karena terpaksa.
Ngomong apa sih lo, Nje?!
Okd, gue tanya... Perrnah nggak berada dalam satu kondisi bersama satu atau banyak orang dalam satu lingkungan apapun, saling mencinta dan menumbuhkan? Then, bersama mereka lo merasa pewe banget berada di dalamnya. Nggak mau pergi. Maunya berlama-lama. Hidupjadi lebih bergairah walaupun susah, makin mengenal kekurangan dan kelebihan diri, kalau lo salah ada yang nasehatin, kalau lo benar ada yang mendukung, dan suasana penuh cinta di tiap ruasnya. Pernah, pernah?
Buat yang pernah, gue ucapin selamat! Congrat! Lo udah menyicipi asiknya mekar di kamar Cinta. Aheeyyy!
Hmmm... Makan sayur asem pake ikan asin, kasiaaan deh lo, Nje! Galau akut! *JakaSembungDetected!
Whatever...
Berhubung gue agak doyan bercerita (sinonimnya banci ngomong!), dengan senang hati akan gue share pengalaman gue berada di kamar cinta dan mekar di dalamnya. Yang penasaran sila dibaca terus, tapi jangan ngiri, pliiiis. Yang nggak tertarik, makanya dibaca terus biar makin tertarik. Hhee, maksa.
Semua bemula ketika SMA, gue dipertemukan dengan Mbak Markonah. Doi ini yang pertama kali membawa gue ke depan gerbang kamar cinta, dengan cara yang agak maksa. "ikutan Rohis, yaaa...," katanya.
Oiya, doi ini orangnya baik banget. Keibuan dan tipikal istri solehah yang sedap dipandang matah. Sampe nggak tega gue bilang nggak waktu itu. Cuma bisa ngedumel dalam hati mendengar ajakannya. "Gue ikut Rohis? Nggak pernah mimpi sebelumnya!"
Satu tahun di sana, biasa aja tuh. Yang paling berkesan cuma pernah pulang sampe jam setengah sebelas malem demi terselenggaranya acara Muharram di sekolah. Rekor pertama jadi aktebel!
Baru di dua tahun berikutnya, tepatnya ketika di semester dua kelas tiga, sepertinya gue udah mulai masuk ke dalam kamar cinta. Walaupun baru sampe depan pintu kamarnya doank, tapi great! Yang tadinya biasa-biasa aja berbalik jadi ruarrr biasa! Hidup jadi penuh warna bersama orang-orang di dalamnya. Masa, gue yang nggak pernah berani tampil apalagi ngomong di depan orang banyak, perlahan jadi banci tampil. Masa, gue yang nggak seru n introvert dosis tinggi, Jadi extrovert n ratu sanguin. Anehnya lagi, gue yang nggak pinter-pinter banget, bisa tembus ui nggak pake tes. Can you imagine...? Very very very something deeeh! ;-)
Di bangku kuliah lebih ajaib lagi. Gue yang nggak pernah bermimpi jadi aktivis kampus, eh malah diamanahin megang amanah yang nggak boleh disebut namanya (kalau bahasa HarPot-nya: You Know What). Mimpi gue ikut lomba-lomba sampe tingkat nasional (walaupun nggak menang) alhamdulullah tercapai. Gue bisa bolak/ik kampus-SMA juga walau kantong pas-pasan. Beasiswa ngalir terus. Dan pastinya, gue yang nggak suka dengan ketenaran, malah mendadak tenar! *sumpe lo, Nje?!
Intinya, di bangku kuliah, gue makin dalam memasuki kamar cinta. Boleh dibilang mulai merasakan bagaimana tumbuh mekar di dalamnya bersama teman-teman. Seru, asik, amazing, apa lagi yeesss? Kayaknya nggak terlukis dengan kata-kata, deeeh..
Eh nggak sampai di situ aja dink! Setelah lulus dan bekerja kini pun gue alhamdulillah masih diijinkan berada di kamar cinta dan merekah di dalamnya. Bermesraan dalam kebaikan bersama penghuni lain. Masya Allah...
Nah, udah nangkep kan apa itu kamar cinta? Pasti MPman MPwati pernah merasakan nikmatnya mekar di kamar cinta walau sebentar, kan? Oiya, tolong diunderline, dibold, n diitalic, rumah cinta yang gue maksud bukan cuma Rohis seperti yang gue alami. Bisa apa aja bentuknya, yang intinya tempat berkumpulnya kebaikan dan membuat para penghuninya berubah menjadi lebih baik. Bisa aja lingkungan keluarga inti, komunitas pecinta alam, dan lainnya.
Buat yang belom pernah memasukinya, cari-cari deh kamar cinta di sekitar lo, dan rasakan sensasi tumbuh mekar di dalamnya. Okokok... :-P
Selasa, 08 November 2011
Baitii Jannatii
Hay hay hay...
Hollaaa, MP mania...
Aba kareba? :-)
Sudah beberapa hari ini nggak ngurusin "rumah Enjeklopedia", rasanya seperti ada bagian yang hilang di hati yang paling dalam. And you know... Efeknya jempol ini jadi lumyan kasar nggak nyentuh-nyentuh layar Smartphone (pamer lo ye!), otak jadi sering panas karena nggak menyalurkan haknya ke tempat yang semestinya, dan so pasti QN jadi lumayan menggunung. Nggak okeh banget deeeeh!
Eniwey, adakah yang kangen dengan gue? Eh, ralat, maksud kangen sama tulisan norak gue? Ixixixix, pede gilleee!
Baiklah baiklah baiklah... Demi menghaluskan kembali dua jempol ini, mendinginkan kembali otak ini, dan tentunnya demi meramaikan kembali kancah perMPan, gue mau sedikit mengklarifikasi nih, kenapa sih belakangan tulisan gue nggak meramaikan inbox kalian? Hheee, penting banget, yeesss?!
Jadi ceritanya temen minta tolong buat gantiin tugas nulis dia di salah satu media Islam online remaja yang keren abis: Annida-Online (maaf numpang promosi sembari membberkan fakta. Hhe). Gue terimalah tawaran yang sangat langka bin ajaib itu. Sampai-sampai membuat hidung ini kembang kempis lumayan lama saat doi menyampaikan hajatnya. *tolong banget jangan dibayangin*
Yah, maklum deh yeesss... Namanya juga blogger amatiran. Tersanjung sangad lah dimintain tolong nulis tulisan berat dengan syarat pake style tulisan gue di blog. Yang renyah tanpa hilang maknah, katanya. *fitnah banget dah lu, Nje!
Ringkas kata: gue terima itu tawaran>doi ngasih outline>gue mulai nulis>doi nagih>gue pusing>doi ngasih bantuan>gue berusaha nyelesaiin>doi nagih lagi> gue nyerahin>doi oke>tulisan diposting>gue happyyyyy!
Alhamdulillah-nggak pake sesuatu... Setelah beberapa hari browsing-browsing, baca-baca, nulis-nulis, dan pusing-pusing. Gue bisa bebas dari jeratan menulis tulisan yang pake mikir itu. Aheeyyy... Enje is back!
Beneran deh berasa banget bedanya. Nulis buat blog sendiri sama nulis tulisan pesanan yang diposting di web media lumayan besar sekelas Annida-Online, dan dibaca oleh pembaca setianya. Walaupun nulisnya pake style gue, tetep aja kayak ada beban yang menggelayut nggak mau pergi di pundak ini. Takut banget tulisan gue nggak sesuai harapan pembaca. Ujung-ujungnya jadi menurunkan pamor Annida-Online. Gawaaat! *berharap temen gue nggak nyesel minta tolong lagi*.
Kalau nulis di blog sendiri, mau nulis pake gaya kupu-kupu, katak, bebas, bahkan gaya batu juga fine fine aja. Punya banyak fans, alhamdulillah. Nggak punya, ya sudahlah...
Gara-gara tugas ini, kalau biasanya di bis gue gunain waktu buat update blog, kemarin-kemarin gue (sok-sokan) banyak mikir. Betapa selama ini gue nggak beryukur menjalani hidup sbagai seorang blogger. Udah punya blog, tapi ngupdate tulisan masih nggak sesering yang gue bisa. Udah punya blog, tapi isinya masih banyak unsur ketawa-ketiwinya dan minik hikmah. Udah punya blog, tapi kurang optimal menyebarkan kebaikan. Udah punya blog, tapi jarang komen sana-sini demi terus menjalin solaturahim. Huh, payah!
Dan segala sesuatu harus diambil pelajaran darinya kan, yeesss? Ok, melalui pengalaman nulis kemarin, gue akan bertekad untuk menjadi blogger yang pandai bersyukur.
Caranya?
Ya lawan kalimat yang gue sebut barusan...
InsyAllah bakal sein updte tulisan. InsyAllah bakal semakin menambah hikmah di tiap tulisan. InsyAllah bakal rajin komen. Dan insyAllah akan makin memposting tulisan-tulisan yang Enje banget deh (hheee, sok udah jadi blogger beken yan punya banyak fans). Ikan hiu makan penyu, yu' ya' yuuuuu'...
Pokoknya begitu deh intinya...
Terakhir, ambil cucian di rumah Desi... Cukup sekian dan terima kasiii.
^___^
Hollaaa, MP mania...
Aba kareba? :-)
Sudah beberapa hari ini nggak ngurusin "rumah Enjeklopedia", rasanya seperti ada bagian yang hilang di hati yang paling dalam. And you know... Efeknya jempol ini jadi lumyan kasar nggak nyentuh-nyentuh layar Smartphone (pamer lo ye!), otak jadi sering panas karena nggak menyalurkan haknya ke tempat yang semestinya, dan so pasti QN jadi lumayan menggunung. Nggak okeh banget deeeeh!
Eniwey, adakah yang kangen dengan gue? Eh, ralat, maksud kangen sama tulisan norak gue? Ixixixix, pede gilleee!
Baiklah baiklah baiklah... Demi menghaluskan kembali dua jempol ini, mendinginkan kembali otak ini, dan tentunnya demi meramaikan kembali kancah perMPan, gue mau sedikit mengklarifikasi nih, kenapa sih belakangan tulisan gue nggak meramaikan inbox kalian? Hheee, penting banget, yeesss?!
Jadi ceritanya temen minta tolong buat gantiin tugas nulis dia di salah satu media Islam online remaja yang keren abis: Annida-Online (maaf numpang promosi sembari membberkan fakta. Hhe). Gue terimalah tawaran yang sangat langka bin ajaib itu. Sampai-sampai membuat hidung ini kembang kempis lumayan lama saat doi menyampaikan hajatnya. *tolong banget jangan dibayangin*
Yah, maklum deh yeesss... Namanya juga blogger amatiran. Tersanjung sangad lah dimintain tolong nulis tulisan berat dengan syarat pake style tulisan gue di blog. Yang renyah tanpa hilang maknah, katanya. *fitnah banget dah lu, Nje!
Ringkas kata: gue terima itu tawaran>doi ngasih outline>gue mulai nulis>doi nagih>gue pusing>doi ngasih bantuan>gue berusaha nyelesaiin>doi nagih lagi> gue nyerahin>doi oke>tulisan diposting>gue happyyyyy!
Alhamdulillah-nggak pake sesuatu... Setelah beberapa hari browsing-browsing, baca-baca, nulis-nulis, dan pusing-pusing. Gue bisa bebas dari jeratan menulis tulisan yang pake mikir itu. Aheeyyy... Enje is back!
Beneran deh berasa banget bedanya. Nulis buat blog sendiri sama nulis tulisan pesanan yang diposting di web media lumayan besar sekelas Annida-Online, dan dibaca oleh pembaca setianya. Walaupun nulisnya pake style gue, tetep aja kayak ada beban yang menggelayut nggak mau pergi di pundak ini. Takut banget tulisan gue nggak sesuai harapan pembaca. Ujung-ujungnya jadi menurunkan pamor Annida-Online. Gawaaat! *berharap temen gue nggak nyesel minta tolong lagi*.
Kalau nulis di blog sendiri, mau nulis pake gaya kupu-kupu, katak, bebas, bahkan gaya batu juga fine fine aja. Punya banyak fans, alhamdulillah. Nggak punya, ya sudahlah...
Gara-gara tugas ini, kalau biasanya di bis gue gunain waktu buat update blog, kemarin-kemarin gue (sok-sokan) banyak mikir. Betapa selama ini gue nggak beryukur menjalani hidup sbagai seorang blogger. Udah punya blog, tapi ngupdate tulisan masih nggak sesering yang gue bisa. Udah punya blog, tapi isinya masih banyak unsur ketawa-ketiwinya dan minik hikmah. Udah punya blog, tapi kurang optimal menyebarkan kebaikan. Udah punya blog, tapi jarang komen sana-sini demi terus menjalin solaturahim. Huh, payah!
Dan segala sesuatu harus diambil pelajaran darinya kan, yeesss? Ok, melalui pengalaman nulis kemarin, gue akan bertekad untuk menjadi blogger yang pandai bersyukur.
Caranya?
Ya lawan kalimat yang gue sebut barusan...
InsyAllah bakal sein updte tulisan. InsyAllah bakal semakin menambah hikmah di tiap tulisan. InsyAllah bakal rajin komen. Dan insyAllah akan makin memposting tulisan-tulisan yang Enje banget deh (hheee, sok udah jadi blogger beken yan punya banyak fans). Ikan hiu makan penyu, yu' ya' yuuuuu'...
Pokoknya begitu deh intinya...
Terakhir, ambil cucian di rumah Desi... Cukup sekian dan terima kasiii.
^___^
Berkorban Tanda Kesungguhan
http://www.annida-online.com/artikel-4358-Berkorban%20Tanda%20Kesungguhan.html
Alhamdulillah, aheeyyy!
Kelar juga tulisan yang nggak gue banget ini ^___^
Bener2 bikin tidur nggak nyenyak, makan nggak nafsu, ngupdate blog nggak sempet, hari-hari seperti lambat berlalu. Thanx udah dibantu nylesesain, ya Allah :D
Alhamdulillah, aheeyyy!
Kelar juga tulisan yang nggak gue banget ini ^___^
Bener2 bikin tidur nggak nyenyak, makan nggak nafsu, ngupdate blog nggak sempet, hari-hari seperti lambat berlalu. Thanx udah dibantu nylesesain, ya Allah :D
Senin, 07 November 2011
Sabtu, 05 November 2011
Kamis, 03 November 2011
Memilih Jurusan Sesulit Memilih Pasangan
Ajegileee... Geje banget si Enje, malem-malem ngegalau tentang memilih pasangan! Ckckk.. Emang pernah? Mana nyanding-nyandingin sama memilih jurusan pula... Emang ada kaitannya apa ya? Jaka Sembung bawa gitar... Nggak nyambung, jreeeng! XD
Buat yang udah gatel mau menghinakan ke-geje-an gue, gue terima dengan lapang jidat... Tapi buat yang pernah ngalamin betapa nggak enaknya salah milih jurusan, mari-mari, mari kia rapatkan barisan. Bukan untuk meratapi kebodohan diri, bukan... Justru untuk meluruskan apa iya hidup kita jadi sengsara cuma gara-gara salah milih jurusan? Ow... Of kors not!
Ok, balik maneng ke judul...
Actually itu bukan perkataan gue. Cuma perkataan guru bimbelnya adek kelas yang menurut gue amat sangat super depay lebay! Much more banget! Masa sih sampe segitunya? Gue aja yang udah berpengalaman dalam hal salah milih jurusan, fine fine aja dah. Happy malah!
Kok bisa? Ya bisa-bisa ajah...
Jujur sejak milih bangku SMP sampe milih bangku universitas, gue masuk dalam mazhab manut-manut. Maksud, kalau kakak bilang di sini oke, gue ikut dan percaya aja. Toh mereka nggak bakalan memilih yang nggak oke buat adiknya, fikir gue dulu.
Tapi ternyata gue salah. Jalan hidup gue bukan di sini kayaknya. Dua tahun pertama di fkm ui bener-bener berasa lama banget. Beberapa pelajaran eksak ece-ece yang diulang terus dari SMP, nilainya nggak karuan. Kimia yang di SMA gue pernah jadi jawara, nggak bisa dibanggain lagi. Biologi yang dulu gue lumayan enjoy, mendadak ngejelimet. Apalagi fisika yang dari dulu nilai gue suram... Makin suram! Tidaaak, gue salah milih jurusan!
Untung gue ikut-ikutan Rohis, lomba-lomba di tingkat fakultas sampe nasional (pamer!) dan beberapa kali ikut siaran temen di radio UI. Empat tahun jadi lebih berwarna-warni. Mujarab sangat membuat ge lupa akan rangkaian rantai karbon nilai-nilai pelajaran yang berbau IPA. Hhee, disorientasi banget, yeesss...
Akhirnya ketika masa memilih jurusan tiba, gue bertekad nggak mau ngulang kesalahan yang sudah beranak pinak ini. I hate IPA. Cukup sampai di sini deh berIPa-IPA ria. Gue putuskan untuk mengambil jurusan yang minim mata kuliah IPA dan bertabur mata kuliah IPS. Untuk menghormati para dosen yang telah berjasa hingga gue menjadi seperti sekarang ini (emang udah jadi apa sih gue?), gue samarkan deh nama jurusannya. Bukan apa-apa, karena kala dibuat survey... Mungkin cuma 1/2 dari 10 oran yang tau atau minimal pernah denger nama jurusan gue. Mereka cuma tau gizi, k3, kesling, mrs, dll. Jurusan gue? "belom pernah denger, tuh! Emang ada ya?". Sedih!
Eiya, bukan cuma orang-orang yang gue temui yang bilang katak begitu. Kakak gue pun sama bingungnya dengan jurusan itu dan menyayangkan pilihan gue. Untungnya, setelah lobi beberapa hari doi pasrah. Terserah deh gue di jurusan apa juga, yang penting lulus jadi PNS. Eeaaa... Ini sih pinsipna kartu seluler jaman sekarang: sarat dan ketentuan berlaku!
Dua tahun belajar di jurusan yang nggak boleh disebut namanya ini, lumayan bikin otak seger. Nggak ada tuh yang namanya "udah ketentuan dari sononya", yang ada kita diskusi dan santai-santai. Hhee. Belajar komunikasi, sosiologi, psikologi, antropologi dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan tingkah laku manusia emang enak banget yeesss... Walaupun dikait-kaitin juga sama dunia kesehatan. *yaeyalaaa... Namanya aja FKM: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Bukan Fakultas Komunikasi Massa. Hhee.
Empat tahun gue tutup dengan husnul khotimah, alhamdulillah. Hanya saja, kakak gue masih inget dengan janji gue untuk jadi PNS. Mau nggak mau, dengan setengah hati gue ikut-ikutan hanyut dalam euphoria tes CPNS. Ada kali tiga tes gue ikutin, alhamdulillah lagi nggak ada satupun yang lolos. Aheeyyy! *maafkan adikmu yan satu ini, Kakak...*
Iseng-iseng gue mencoba menjalin cita-cita yang sempa terkubur dalam-dalam: jadi reporter teve atau penyiar radio. Gue jajal ngelamar di sebuah majalah sambil terus istikhoroh dan berdoa: ya Allah, mudh-mudan ini adalah jalan yang terbaik buat hamba dan orang-orang sekitar. Kalau Kau ridho, permudahkan jalannya, ya Allah. Kalau Kau nggak ridho, pilihkan jalan lain, tapi masih jadi reporter juga ya, ya Allah. *doa yang maksa*
Dan tarraaa... Gue dipanggil! Apakah ini berarti Allah ridho? Insya Allah yang terbaik lah yeess, karena Kan ritual minta ridho-Nya lumayan kenceng.
Sampe sekarang alhamdulillah enjoy-enjoy aja. Kecuali satu: gelar "karyawan" yang masih nempel nggak mau pergi. Sebagai manusia biasa yang doyan berkeluh kesah, kadang nggak mensyukuri juga sih. Tapi gue punya jurus ampuh biar makin bersyukur.
Gelar Jurnalis yang melekat pasti dalam diri sepertinya membanggakan juga. Apalagi punya kartu sakti mandraguna: kartu pers, yang memungkinkan gue buat memasuki hotel-hotel berbintang dan tempat-tempat high class lain yang nggak semua orang bisa ke sana. Bisa icip-icip kuliner dari luar juga tanpa perlu pusing-pusing mikirin gimana bayarnya. Bisa refreshing seing-sering kalau lagi pusing. Bisa ketemu, ngobrol, dan foto-foto mereka sampe eneg. Dan lain-lain enaknya jadi jurnalis.
Tapi kok dari tadi curcolin perjalanan pendidikan dan kerjaan gue terus, yeesss? Mana curcolan tentang memilih pasangan-nya? Apa yang mau dihubungin n dibandingin, coba?
Hhee, jelas aja ada hubungannya, dooonk!
Gue mau menyangkal statement super duper lebay: Memilih Jurusan Sesulit Memilih Pasangan". Gue udah buktiin tuh, biar kata salah milih tempat belajar, gue happy-happy aja di dunia kerja! Apanya yang sesulit milih pasangan?
Jelas-jelas keduanya beda jalur. Beda mazhab. Beda aliran. Beda dunia! Yang satu jelas rumitnya, karena buat seumur hidup. Salah milih bisa bernasib tragis seperti hampir 80% artis Indonesia, yang doyannya kawin cerai. Makanya kudu bener-bener biar nggak salah pilih. Lidiniha dulu baru yang lain (Limaliha, Lijamaliha, Linasabiha *bener nggak tuh bahasa Zimbabwenya?). Kalau Lidiniha-nya nol besar, tanggung sendiri akibatnya!
Nah kalau yang satu lagi, rumit bin sulit juga sih... Tapi masih lebih lentur. Kalau terlanjur salah milih jurusan, kan bisa banting setir milih kerjaan yang kita senangi. Bukan beg beg begetoh?
Ya nggak gitu, dooonk... Masa kuliah mahal-mahal, kerjanya nggak nyambung dengan yang dipelajarin di kampus? Meding nggak usah kuliah aja sekalian kalau gitu. Kursus lebih murah!
Itu dia masalahnya. Banyak dari kita yang masih menjadikan pendidikan sebagai batu sandungan ketimbang batu loncatan. Bukan kata gue nih, lagi-lagi kata orang, dan orangnya adalah milyuner wanita Indonesia: Merry Riana.
Maksud, kalo kuliah di jurusan X, kerja juga kudu di ladang X. Dalihnya, udah ngelotok ilmunya, empat tahun belajar di kampus. Walaupun setengah hati juga jalaninnya.
Beda kalau orang yang menjadikan pendidikan sebagai batu loncatan. Kuliah di kampus Y, kerja di mana aja, yang penting sesuai passion! Nggak peduli meski kudu baning setir.
Lagian, nyari kerja sekarang kan susah buanget! Mending kalau jurusan yang kita ambil sesuai dengan passion kita, lah kalau kasusnya kayak gue (disetir keluarga) atau baru nyadar di tengah jalan kala ternyata jurusan yang diambil bukan kita banget, atau jurusan yang kita ambil banyak peminatnya hingga peluang bekerjanya sedikit, giimana dooonk?
Mau tetap ngoyo kerja sesuai jurusan yang kita ambil? Wah, itu si nambah susah hidup yan udah makin susah! Mempersempit celah rejeki juga!
Gue yakin banget dah sampe sekarang, kalau passion itu di atas seglanya. Mau gaji guede banget tapi nggak sesuai passion, cuma jadi robot! Nggak kan langgeng biasanya (itu sih gue, yeess). Sbaliknya, gaji pas-pasan tapi sesuai passion, hidup terasa bergelora. Hhee, apa dah?! Ya intinya, paling enak melakukan hal yang kita senangi dan dibayar pula.
Kalau sesuai passion, mau kuliah di jurusan A, kerja meleset jauh di jurusan Z. No problemo sangato, deeeh! Right?
Eniwey, dari tadi gue koar-koar tentang passion terus, yeesss... Apa sih artinya?
Gue jawab: Silakan cari di kamus bahasa Zimbabwe! XD
Buat yang udah gatel mau menghinakan ke-geje-an gue, gue terima dengan lapang jidat... Tapi buat yang pernah ngalamin betapa nggak enaknya salah milih jurusan, mari-mari, mari kia rapatkan barisan. Bukan untuk meratapi kebodohan diri, bukan... Justru untuk meluruskan apa iya hidup kita jadi sengsara cuma gara-gara salah milih jurusan? Ow... Of kors not!
Ok, balik maneng ke judul...
Actually itu bukan perkataan gue. Cuma perkataan guru bimbelnya adek kelas yang menurut gue amat sangat super depay lebay! Much more banget! Masa sih sampe segitunya? Gue aja yang udah berpengalaman dalam hal salah milih jurusan, fine fine aja dah. Happy malah!
Kok bisa? Ya bisa-bisa ajah...
Jujur sejak milih bangku SMP sampe milih bangku universitas, gue masuk dalam mazhab manut-manut. Maksud, kalau kakak bilang di sini oke, gue ikut dan percaya aja. Toh mereka nggak bakalan memilih yang nggak oke buat adiknya, fikir gue dulu.
Tapi ternyata gue salah. Jalan hidup gue bukan di sini kayaknya. Dua tahun pertama di fkm ui bener-bener berasa lama banget. Beberapa pelajaran eksak ece-ece yang diulang terus dari SMP, nilainya nggak karuan. Kimia yang di SMA gue pernah jadi jawara, nggak bisa dibanggain lagi. Biologi yang dulu gue lumayan enjoy, mendadak ngejelimet. Apalagi fisika yang dari dulu nilai gue suram... Makin suram! Tidaaak, gue salah milih jurusan!
Untung gue ikut-ikutan Rohis, lomba-lomba di tingkat fakultas sampe nasional (pamer!) dan beberapa kali ikut siaran temen di radio UI. Empat tahun jadi lebih berwarna-warni. Mujarab sangat membuat ge lupa akan rangkaian rantai karbon nilai-nilai pelajaran yang berbau IPA. Hhee, disorientasi banget, yeesss...
Akhirnya ketika masa memilih jurusan tiba, gue bertekad nggak mau ngulang kesalahan yang sudah beranak pinak ini. I hate IPA. Cukup sampai di sini deh berIPa-IPA ria. Gue putuskan untuk mengambil jurusan yang minim mata kuliah IPA dan bertabur mata kuliah IPS. Untuk menghormati para dosen yang telah berjasa hingga gue menjadi seperti sekarang ini (emang udah jadi apa sih gue?), gue samarkan deh nama jurusannya. Bukan apa-apa, karena kala dibuat survey... Mungkin cuma 1/2 dari 10 oran yang tau atau minimal pernah denger nama jurusan gue. Mereka cuma tau gizi, k3, kesling, mrs, dll. Jurusan gue? "belom pernah denger, tuh! Emang ada ya?". Sedih!
Eiya, bukan cuma orang-orang yang gue temui yang bilang katak begitu. Kakak gue pun sama bingungnya dengan jurusan itu dan menyayangkan pilihan gue. Untungnya, setelah lobi beberapa hari doi pasrah. Terserah deh gue di jurusan apa juga, yang penting lulus jadi PNS. Eeaaa... Ini sih pinsipna kartu seluler jaman sekarang: sarat dan ketentuan berlaku!
Dua tahun belajar di jurusan yang nggak boleh disebut namanya ini, lumayan bikin otak seger. Nggak ada tuh yang namanya "udah ketentuan dari sononya", yang ada kita diskusi dan santai-santai. Hhee. Belajar komunikasi, sosiologi, psikologi, antropologi dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan tingkah laku manusia emang enak banget yeesss... Walaupun dikait-kaitin juga sama dunia kesehatan. *yaeyalaaa... Namanya aja FKM: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Bukan Fakultas Komunikasi Massa. Hhee.
Empat tahun gue tutup dengan husnul khotimah, alhamdulillah. Hanya saja, kakak gue masih inget dengan janji gue untuk jadi PNS. Mau nggak mau, dengan setengah hati gue ikut-ikutan hanyut dalam euphoria tes CPNS. Ada kali tiga tes gue ikutin, alhamdulillah lagi nggak ada satupun yang lolos. Aheeyyy! *maafkan adikmu yan satu ini, Kakak...*
Iseng-iseng gue mencoba menjalin cita-cita yang sempa terkubur dalam-dalam: jadi reporter teve atau penyiar radio. Gue jajal ngelamar di sebuah majalah sambil terus istikhoroh dan berdoa: ya Allah, mudh-mudan ini adalah jalan yang terbaik buat hamba dan orang-orang sekitar. Kalau Kau ridho, permudahkan jalannya, ya Allah. Kalau Kau nggak ridho, pilihkan jalan lain, tapi masih jadi reporter juga ya, ya Allah. *doa yang maksa*
Dan tarraaa... Gue dipanggil! Apakah ini berarti Allah ridho? Insya Allah yang terbaik lah yeess, karena Kan ritual minta ridho-Nya lumayan kenceng.
Sampe sekarang alhamdulillah enjoy-enjoy aja. Kecuali satu: gelar "karyawan" yang masih nempel nggak mau pergi. Sebagai manusia biasa yang doyan berkeluh kesah, kadang nggak mensyukuri juga sih. Tapi gue punya jurus ampuh biar makin bersyukur.
Gelar Jurnalis yang melekat pasti dalam diri sepertinya membanggakan juga. Apalagi punya kartu sakti mandraguna: kartu pers, yang memungkinkan gue buat memasuki hotel-hotel berbintang dan tempat-tempat high class lain yang nggak semua orang bisa ke sana. Bisa icip-icip kuliner dari luar juga tanpa perlu pusing-pusing mikirin gimana bayarnya. Bisa refreshing seing-sering kalau lagi pusing. Bisa ketemu, ngobrol, dan foto-foto mereka sampe eneg. Dan lain-lain enaknya jadi jurnalis.
Tapi kok dari tadi curcolin perjalanan pendidikan dan kerjaan gue terus, yeesss? Mana curcolan tentang memilih pasangan-nya? Apa yang mau dihubungin n dibandingin, coba?
Hhee, jelas aja ada hubungannya, dooonk!
Gue mau menyangkal statement super duper lebay: Memilih Jurusan Sesulit Memilih Pasangan". Gue udah buktiin tuh, biar kata salah milih tempat belajar, gue happy-happy aja di dunia kerja! Apanya yang sesulit milih pasangan?
Jelas-jelas keduanya beda jalur. Beda mazhab. Beda aliran. Beda dunia! Yang satu jelas rumitnya, karena buat seumur hidup. Salah milih bisa bernasib tragis seperti hampir 80% artis Indonesia, yang doyannya kawin cerai. Makanya kudu bener-bener biar nggak salah pilih. Lidiniha dulu baru yang lain (Limaliha, Lijamaliha, Linasabiha *bener nggak tuh bahasa Zimbabwenya?). Kalau Lidiniha-nya nol besar, tanggung sendiri akibatnya!
Nah kalau yang satu lagi, rumit bin sulit juga sih... Tapi masih lebih lentur. Kalau terlanjur salah milih jurusan, kan bisa banting setir milih kerjaan yang kita senangi. Bukan beg beg begetoh?
Ya nggak gitu, dooonk... Masa kuliah mahal-mahal, kerjanya nggak nyambung dengan yang dipelajarin di kampus? Meding nggak usah kuliah aja sekalian kalau gitu. Kursus lebih murah!
Itu dia masalahnya. Banyak dari kita yang masih menjadikan pendidikan sebagai batu sandungan ketimbang batu loncatan. Bukan kata gue nih, lagi-lagi kata orang, dan orangnya adalah milyuner wanita Indonesia: Merry Riana.
Maksud, kalo kuliah di jurusan X, kerja juga kudu di ladang X. Dalihnya, udah ngelotok ilmunya, empat tahun belajar di kampus. Walaupun setengah hati juga jalaninnya.
Beda kalau orang yang menjadikan pendidikan sebagai batu loncatan. Kuliah di kampus Y, kerja di mana aja, yang penting sesuai passion! Nggak peduli meski kudu baning setir.
Lagian, nyari kerja sekarang kan susah buanget! Mending kalau jurusan yang kita ambil sesuai dengan passion kita, lah kalau kasusnya kayak gue (disetir keluarga) atau baru nyadar di tengah jalan kala ternyata jurusan yang diambil bukan kita banget, atau jurusan yang kita ambil banyak peminatnya hingga peluang bekerjanya sedikit, giimana dooonk?
Mau tetap ngoyo kerja sesuai jurusan yang kita ambil? Wah, itu si nambah susah hidup yan udah makin susah! Mempersempit celah rejeki juga!
Gue yakin banget dah sampe sekarang, kalau passion itu di atas seglanya. Mau gaji guede banget tapi nggak sesuai passion, cuma jadi robot! Nggak kan langgeng biasanya (itu sih gue, yeess). Sbaliknya, gaji pas-pasan tapi sesuai passion, hidup terasa bergelora. Hhee, apa dah?! Ya intinya, paling enak melakukan hal yang kita senangi dan dibayar pula.
Kalau sesuai passion, mau kuliah di jurusan A, kerja meleset jauh di jurusan Z. No problemo sangato, deeeh! Right?
Eniwey, dari tadi gue koar-koar tentang passion terus, yeesss... Apa sih artinya?
Gue jawab: Silakan cari di kamus bahasa Zimbabwe! XD
Rabu, 02 November 2011
Hiyaiiiiks, Gue Dikejar Artis!
Percaya nggak percaya, suka nggak suka, yang nggak percaya dan nggak suka jangan baca, but thats the fact. Gue yang baru beberapa tahun lagi akan mencapai kesuksesannya (yang ngaminin, gue doain balik biar enteng rejeki dan jodoh), dikejar-kejar oleh salah satu artis KCB (KaEnje Caem Buanget). Hheee, film besutan siapa tuh? Yang jelas bukan Tenung Baramantyo!
Oiya... Kalau boleh milih, act maunya sih dikejar-kejar Khairul Azzam Markojim, tapi apa mau dikata dikata mau apa kalau Allah belum mengijinkan? Yaudang, mungkin someday nggak tahu kapan kali yeesss...
Bersyukur aja deh seorang gue yang (sekali lagi gue tekankan) beberapa tahun lagi akan mencapai kesuksesannya, dikejar lawan mainnya Markojim: Markonah yang cantik jelita (bukan nama sebenarnya). Karena belom tentu orang lain bisa seberuntung gue pernah dikejar artis. Apalagi artis sesolehah Markonah. Right?
*Prok prok prok... Enje makin dewasa, nggak sih? Kata-katanya itu lho, very very something! Hhee!*
Beneran Nggak ada maksud berbangga hati atau pamer atau apalah menceritakan kejadian kemarin maghrib. Hanya ingin dipuji! *apa bedanya coba?!* Nggak lah, gue agak kurang suka pujian, actually. Sukanya sate padang berpiing-piring!
Orek... Melalui tulisan ini, justru gue ingin mengungkapkan betapa jernihnya hati si Markon. Nggak kurang nggak lebih.
Semua bermula setelah gue meminta ijin doi buat diwawancarain (biar gini-gini, gue jurnalis lho! Dari majalah ada deeeh *tebak-tebak buah gohok!). Ketika doi udah oke, kita pun berjalan menuju tempat wawancara yang udah disepakatin bareng. Doi jalan d depan, gue jalan di belakang bersama para fansnya yang bejubel pengen berfoto ria bareng doi.
Awalnya gue fikir everyhings gonna be OK lah. Akan lebih baiikan dan nggak serusuh ketika berlomba dengan kawan seprofesi gue saat mewawancarain artis. But oh but... Tettooot, i was wrong! Nyatanya, para fans Markonah lebih barbar dari teman-teman seprofesi yang pernah gue temui. Really-really tired, deeeh!
Can u imagine... ? Gue yang tadinya berjalan tepat di belakang si Markon, perlahan tergeser ke belakang. Para fans dari arah kanan sukses mencegat kami-kami yang sudah mengikuti Markon dari depan panggung.
Hingga puncaknya terjadi ketika sampai di pintu yang jalannya mulai mengecil, mereka yang di belakang mendorong-dorong paksa gue dan orang-orang di depan gue demi mengejar satu titik di barisan paling depan: Markonah sang pujaan!
Hampir aja gue putus asa dan memutuskan keluar dari barisan. Gue fikir, bisa aja Markonah lupa akan janjinya saking betenya dikejar-kejar fans yang bak Bonek di Surabaya dan Hooligan di Inggris. Ndesooo!
Dan owowow... Ternyata gue salah lagi! Diantara lautan jilbab warna/i di depan gue, dengan jelas gue liat si Markon membalikkan badan. Menyisir satu persatu kepala di depannya seperti mencari seseorang.
Ahhaaa... Pasti, pasti doi nyari-nyari gue! Langsung aja gue panggil-panggil namanya sambil melambai-lambai ke arahnya: Markon, Markoon, Markooon... Gue di sini!
Yeesss... Doi ngeliat gue! Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah lobi untuk memulai wawancara. Aheeyy, kumpulan manusia di depan belakang kiri kanan seperti lenyap seketika. Gue bakal mewawancarainya! Ya olooooh, mimpi apa emak gue semalem? Sesuatu!
Tapi MPman MPwati, senang yang berlebihan emang nggak baik yeesss... Allah bisa aja dengan mudah membalikkan rasa senang yang kita rasakan menjadi hal-hal yang ngak kita sukai, saat itu juga. Begitu juga dengan kesedihan yang berlebihan. Sama nggak baiknya deh.
Gue pun harus membayar mahal atas kesenengan berlebihan yang walau cuma beberapa detik tadi. Poses wawancara nggak semulus yang gue bayangin, lagi-lagi gegara ulah Para Markonah Lovers. Selama beberapa menit gue ngerasain kalau diri gue dan Markonah bak pinang dibelah kampak. Sama-sama berusaha menenangkan para fans-nya demi memulai wawancara. "Sebentar ya Kakak, kita mau wawancara nih, Kakak... Tenang sedikiit yaaa, Kakaaak..."
Lagi dan lagi dan lagi, mereka sulit diatur. Mngerubungi gue dan Markonah yang hanya berjarak lima puluh meteran. Mengacuhkan tugas dan profesi gue sebagai seorang Jurnalis! Semena-mena ey ey! BerUntung Markonah tetap okeh di depan handycam. Keren, kayak nggak ada kejadian apa-apa di sekeliling doi. Tenang tralala gituh...
Tapi dari kejadian gila itu gue banyak bekaca dan bertanya pada diri sendiri. Pernah nggak ya gue mengagumi seseorang sampe segitunya? Jujur... Pernah si sekali, waktu itu gue minta foto bareng Mas Ippho bada seminarnya. Tapi itu juga pas doi lagi berdiri sendiri di samping panggung, nggak norak deh caranya.
MPman MPwati juga gue yakin nggak ada yang segila mereka pastinya yeesss. Selain ngerugiin si artis, pasti ada pihak lain yang merasa dirugikan dari tingkah yang seperti itu deh. Ngak usah jauh-jauh cari siapa, karena gue salah satu korbannya. Hixxx, kasihanilah temanmu ini... o_O
Oiya... Kalau boleh milih, act maunya sih dikejar-kejar Khairul Azzam Markojim, tapi apa mau dikata dikata mau apa kalau Allah belum mengijinkan? Yaudang, mungkin someday nggak tahu kapan kali yeesss...
Bersyukur aja deh seorang gue yang (sekali lagi gue tekankan) beberapa tahun lagi akan mencapai kesuksesannya, dikejar lawan mainnya Markojim: Markonah yang cantik jelita (bukan nama sebenarnya). Karena belom tentu orang lain bisa seberuntung gue pernah dikejar artis. Apalagi artis sesolehah Markonah. Right?
*Prok prok prok... Enje makin dewasa, nggak sih? Kata-katanya itu lho, very very something! Hhee!*
Beneran Nggak ada maksud berbangga hati atau pamer atau apalah menceritakan kejadian kemarin maghrib. Hanya ingin dipuji! *apa bedanya coba?!* Nggak lah, gue agak kurang suka pujian, actually. Sukanya sate padang berpiing-piring!
Orek... Melalui tulisan ini, justru gue ingin mengungkapkan betapa jernihnya hati si Markon. Nggak kurang nggak lebih.
Semua bermula setelah gue meminta ijin doi buat diwawancarain (biar gini-gini, gue jurnalis lho! Dari majalah ada deeeh *tebak-tebak buah gohok!). Ketika doi udah oke, kita pun berjalan menuju tempat wawancara yang udah disepakatin bareng. Doi jalan d depan, gue jalan di belakang bersama para fansnya yang bejubel pengen berfoto ria bareng doi.
Awalnya gue fikir everyhings gonna be OK lah. Akan lebih baiikan dan nggak serusuh ketika berlomba dengan kawan seprofesi gue saat mewawancarain artis. But oh but... Tettooot, i was wrong! Nyatanya, para fans Markonah lebih barbar dari teman-teman seprofesi yang pernah gue temui. Really-really tired, deeeh!
Can u imagine... ? Gue yang tadinya berjalan tepat di belakang si Markon, perlahan tergeser ke belakang. Para fans dari arah kanan sukses mencegat kami-kami yang sudah mengikuti Markon dari depan panggung.
Hingga puncaknya terjadi ketika sampai di pintu yang jalannya mulai mengecil, mereka yang di belakang mendorong-dorong paksa gue dan orang-orang di depan gue demi mengejar satu titik di barisan paling depan: Markonah sang pujaan!
Hampir aja gue putus asa dan memutuskan keluar dari barisan. Gue fikir, bisa aja Markonah lupa akan janjinya saking betenya dikejar-kejar fans yang bak Bonek di Surabaya dan Hooligan di Inggris. Ndesooo!
Dan owowow... Ternyata gue salah lagi! Diantara lautan jilbab warna/i di depan gue, dengan jelas gue liat si Markon membalikkan badan. Menyisir satu persatu kepala di depannya seperti mencari seseorang.
Ahhaaa... Pasti, pasti doi nyari-nyari gue! Langsung aja gue panggil-panggil namanya sambil melambai-lambai ke arahnya: Markon, Markoon, Markooon... Gue di sini!
Yeesss... Doi ngeliat gue! Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah lobi untuk memulai wawancara. Aheeyy, kumpulan manusia di depan belakang kiri kanan seperti lenyap seketika. Gue bakal mewawancarainya! Ya olooooh, mimpi apa emak gue semalem? Sesuatu!
Tapi MPman MPwati, senang yang berlebihan emang nggak baik yeesss... Allah bisa aja dengan mudah membalikkan rasa senang yang kita rasakan menjadi hal-hal yang ngak kita sukai, saat itu juga. Begitu juga dengan kesedihan yang berlebihan. Sama nggak baiknya deh.
Gue pun harus membayar mahal atas kesenengan berlebihan yang walau cuma beberapa detik tadi. Poses wawancara nggak semulus yang gue bayangin, lagi-lagi gegara ulah Para Markonah Lovers. Selama beberapa menit gue ngerasain kalau diri gue dan Markonah bak pinang dibelah kampak. Sama-sama berusaha menenangkan para fans-nya demi memulai wawancara. "Sebentar ya Kakak, kita mau wawancara nih, Kakak... Tenang sedikiit yaaa, Kakaaak..."
Lagi dan lagi dan lagi, mereka sulit diatur. Mngerubungi gue dan Markonah yang hanya berjarak lima puluh meteran. Mengacuhkan tugas dan profesi gue sebagai seorang Jurnalis! Semena-mena ey ey! BerUntung Markonah tetap okeh di depan handycam. Keren, kayak nggak ada kejadian apa-apa di sekeliling doi. Tenang tralala gituh...
Tapi dari kejadian gila itu gue banyak bekaca dan bertanya pada diri sendiri. Pernah nggak ya gue mengagumi seseorang sampe segitunya? Jujur... Pernah si sekali, waktu itu gue minta foto bareng Mas Ippho bada seminarnya. Tapi itu juga pas doi lagi berdiri sendiri di samping panggung, nggak norak deh caranya.
MPman MPwati juga gue yakin nggak ada yang segila mereka pastinya yeesss. Selain ngerugiin si artis, pasti ada pihak lain yang merasa dirugikan dari tingkah yang seperti itu deh. Ngak usah jauh-jauh cari siapa, karena gue salah satu korbannya. Hixxx, kasihanilah temanmu ini... o_O
Langganan:
Komentar (Atom)
